Oleh : Devan Janu Adrian
Para akademisi berperan dalam menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai RancanganKitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru pasca-pengesahan menjadi Undang-Undang (UU). Sosialisasi oleh para akademisi khususnya para dosen bertujuan agar masyarakat dapat memahami isi dari setiap pasal dalam UU dengan baik.
Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof. Dr. Retno Saraswati saat membuka kuliah umum FH Undip bertajuk Pembaharuan Hukum Pidana Nasional pada kanal YouTube Official Fakultas Hukum Universitas Diponegoro mengingatkan para akademisi terutama para dosen hukum pidana berperan dalam menyosialisasikan KUHP kepada masyarakat agar masyarakat dapat memahami dengan baik. Kemudian, dilanjutkan dengan mahasiswa yang mengambil jurusan hukum pidana untuk membantu mensosialisasikan di kalangan pemuda.
Menurut Retno, banyak ketentuan baru yang dimuat dalam RKUHP demi melepaskan nuansa colonial, karena KUHP yang digunakan dalam penegakan hukum saat ini dibuat oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1800 dan mulai diterapkan di Tanah Air pada tahun 1918. Perubahan baru tersebut seperti asas legalitas, yakni tidak hanya bersifat formal tetapi juga terelaborasi secara materiil.
Oleh karena itu, Retno berpendapat masyarakat perlu mengetahui beragam ketentuan baru yang ada dalam KUHP yang baru tersebut. Ia berharap upaya pemerintah menghadirkan RKUHP baru demi mencapai keadilan substansial dan menghadirkan penegakan hukum sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dapat diberkahi oleh Tuhan sehingga segera terwujud.
Sebelumnya, Retno mengapresiasi langkah pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), yang menyelenggarakan kegiatan sosialisasi di berbagai daerah agar masyarakat di Tanah Air dapat memahami RKUHP, bahkan memberikan masukan yang konstruktif.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD dalam Dialog Publik dan Sosialisasi RKUHP yang dilakukan dengan kalangan Pondok Pesantren, Perguruan Tinggi Islam, dan organisasi keagamaan Jawa Timur, di Surabaya menyampaikan pentingnya RKUHP disosialisakan di kalangan akademisi, universitas Islam, agamawan, pesantren, dan masyarakat agar dapat lebih memahami dan mengerti isi dari RKUHP.
Menko Polhukam mengatakan KUHP yang baru merupakan “kalimatun sawa” atau titik temu dan kesamaan pandangan dari berbagai perdebatan selama kurun waktu 59 tahun. Isi RKUHP yang baru sudah mengakomodasi dari berbagai kepentingan, berbagai aliran, berbagai faham, berbagai situasi budaya dan sebagainya sudah dirajut menjadi satu dalam visi bersama yang memuat karakter bangsa Indonesia.
Sejalan dengan Menko Polhukam, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) juga melakukan sosialisasi RKUHP kepada masyarakat salah satunya dengan mengusung tajuk “Kumham Goes to Campus”. Kemenkumham menyambangi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan pada 13 Oktober 2022. Ditunjuknya Kampus USU sebagai tempat sosialisasi bertujuan untuk berdialog dengan Mahasiswa mengenai RKUHP sekaligus mensosialisasikannya kepada para akademisi khususnya para dosen di Kampus USU.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Eddy O.S. Hiariej menjelaskan bahwa kegiatan Kumham Goes to Campus sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang mengamanatkan kepada Tim Penyusun RUU KUHP untuk berdialog kepada masyarakat, khususnya para akademisi dan mahasiswa.
Lebih lanjut Eddy menerangkan tiga alasan mengapa Indonesia harus mempunyai KUHP yang baru. Menurut Eddy, KUHP sekarang yang digunakan Polisi, Jaksa, dan Hakim di pengadilan adalah KUHP yang dibuat tahun 1800. KUHP yang dibuat pada tahun 1800 tidak terlepas dari situasi dan kondisi KUHP itu dibuat, yang orientasi hukum pidananya aliran klasik, yaitu menekankan kepentingan individu, tidak bicara kepentingan masyarakat bahkan negara. Selain itu, hukum pidana digunakan sebagai sarana balas dendam. Sementara telah terjadi perubahan paradigma hukum pidana secara universal.
Yang ke dua, saat ini KUHP yang digunakan sudah berumur 220 tahun dan sudah out of date. Maka dari itu, pemerintah harus melakukan formulasi, membangun/memperbaharui KUHP dengan situasi dan kondisi serta era digital yang berlaku saat ini.
Dan yang ke tiga, yakni berkaitan persoalan kepastian hukum. Dari berbagai versi terjemahan KUHP yang beredar di masyarakat, di toko buku, bahkan yang diajarkan oleh dosen di perkuliahan, masih di ragukan keabsahannya atau legalitasnya.
Menurut Eddy KUHP yang dijelaskan antar satu penerjemah dengan penerjemah lainnya sangat berbeda dimana perbedaannya cukup signifikan. Hal ini harus turut serta di sosialisasikan kepada kalangan akademisi termasuk para mahasiswa agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menangkap setiap penjelasan yang dituang oleh setiap penerjemah dalam buku mereka. Hal ini juga dapat meminimalisir penyebaran berita yang salah mengenai RKUHP di lingkungan masyarakat.
Selain melakukan sosialisasi dalam Kumham Goes to Campus, Kemenkumham juga menyajikan layanan publik di lingkungan Kemenkumham yang dibutuhkan oleh para mahasiswa, seperti booth layanan informasi hak cipta, serta booth layanan informasi apostille dan perseroan perorangan.
Setelah menyelenggarakan di USU Medan, Kumham Goes to Campus rencanya akan dilaksanakan di Makasar, Sulawesi Selatan; Kupang, Nusa Tenggara Timur; Palangka Raya, Kalimantan Tengah, serta Bali.
Akademisi hukum pidana dari Universitas Jember (Unej), I Gede Widhiana Suarda, mengatakan sosialisasi RKUHP yang telah dilakukan pemerintah menunjukkan hasil yang bagus. Masyarakat saat ini sudah memahami tentang isi RKUHP, karena masifnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah khususnya terhadap 14 isu krusial seperti penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Suarda juga menegaskan, pengaturan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden tetap diperlukan.
Sosialisasi oleh para akademisi khususnya para dosen bertujuan agar masyarakat dapat memahami isi dari setiap pasal dalam UU dengan baik. Selain itu, langkah pemerintah, menyelenggarakan kegiatan sosialisasi di berbagai daerah agar masyarakat di Tanah Air dapat memahami RKUHP, bahkan memberikan masukan yang konstruktif.
Penulis adalah kontributor Persada Institute