Aktivis Dukung Pemberantasan Korupsi di Papua

68
Aktivis Papua Desak Penegakan Hukum LE
Ilustrasi-Ist

Oleh : Alfred Jigibalom
Tersangka korupsi seperti Gubernur LE wajib menjalani proses hukum agar kasusnya tidak berlarut-larut. Para aktivis mendukung pemberantasan korupsi, dan meminta agar LE bertanggungjawab atas kesalahannya.
Korupsi pernah merajalela di era orde baru dan sangat memalukan karena menduplikasi kelakuan VOC saat masih menjajah Indonesia. Ketika banyak orang yang mencuri uang rakyat maka negara bisa hancur karenanya. Oleh karena itu pemerintah bertekad untuk meneruskan semangat reformasi, dengan memberantas korupsi di seluruh Indonesia, termasuk di Papua.

Saat ini Papua jadi sorotan publik karena gubernurnya, LE, tersandung kasus korupsi dan gratifikasi senilai ratusan milyar rupiah. Selain korupsi, ia juga melakukan perbuatan memalukan yaitu berjudi di luar negeri. Sebagai pejabat publik, seharusnya ia tidak melakukan kegiatan negatif seperti ini, karena takut akan ditiru oleh rakyatnya.
Tokoh Pemuda Papua Erik Makabori menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap LE adalah tanggung jawab negara. Penegakan hukum dalam kasus korupsi menjadi garda depan dalam menyelesaikan permasalahan di Indonesia. Pemerintah harus bijak dan berkomitmen untuk memberantas koruptor di Papua.

Dalam artian, wajar jika LE diperiksa karena sudah sah menjadi tersangka sejak awal September 2022. Jika ada panggilan dari KPK maka adalah tanggung jawab negara dalam menghapuskan korupsi di Indonesia. Seorang pejabat seperti LE tidak kebal hukum karena Indonesia adalah negara hukum dan seluruh warganya wajib taat hukum.

Hukum tidak tajam ke bawah tapi tumpul ke atas alias tidak berlaku bagi para pejabat. Jika LE dipanggil KPK maka itu adalah cara untuk menegakkan hukum di Indonesia. Juga sekaligus cara untuk memberantas korupsi di Papua maupun di seluruh Indonesia.

Korupsi di Papua harus dihapuskan karena jika pejabatnya melakukan pencurian uang rakyat, maka warganya yang menderita. Sebagai contoh, jika ada dana pembangunan (dari anggaran otonomi khusus) sebesar 20 milyar, dikorupsi 10 milyar. Akibatnya ada banyak pembangunan infrastruktur yang tertunda karena dananya berkurang drastis.
Ketika ada uang negara yang dikorupsi, bagaimana nasib anak-anak Papua? Seharusnya seluruh anak Papua berhak menerima beasiswa dari dana otsus. Namun ketika anggarannya dikorupsi, tidak semua orang asli Papua berkesempatan untuk sekolah dan kuliah gratis. Mereka menjadi korban dari koruptor yang tega sekali mencuri dana otsus.

Kondisi yang paling mengerikan akibat korupsi adalah ketika uang dari pemerintah pusat diambil dan pejabat daerah nekat meneruskan pembangunan infrastruktur, maka dipilihlah jenis material yang paling murah. Padahal bahan-bahan bangunannya berkualitas buruk sehingga infrastruktur tersebut mudah rusak. Lantas akan membahayakan warga karena jembatan dan jalannya bisa terbelah karena terbuat dari bahan murahan.

Oleh karena itu korupsi harus dihapus di seluruh Indonesia, termasuk di Papua. Tiap kasus korupsi wajib diselesaikan, termasuk kasus yang membelit LE. LE harus mau datang dan memenuhi panggilan KPK dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Jangan sampai korupsi dibiarkan karena merugikan rakyat Indonesia.

Sementara itu, Tokoh Pemuda Papua Martinus Kasuay, menyatakan bahwa ia mendukung KPK untuk menuntaskan kasus korupsi LE. Sudah sewajarnya, siapapun yang bersalah, diberi sanksi hukuman pidana sesuai dengan proses hukum yang berlaku. Kasus LE adalah murni kasus korupsi dan pribadi, bukan politis.

Dalam artian, Martinus menyangkal jika ada yang berpendapat bahwa LE diserang oleh lawan politiknya, yang meminta KPK melakukan pemeriksaan. KPK sebagai lembaga negara tidak bisa diperintah seperti itu. Kasus LE benar-benar tentang korupsi, bukan karena hasutan dari lawan politik yang ingin menggantikan posisinya sebagai gubernur Papua.

Walau LE adalah seorang gubernur tetapi ia harus menaati proses hukum yang sedang berjalan. Jangan mentang-mentang seorang pejabat maka lari dari panggilan KPK. Ia juga tidak bisa beralasan sakit dan malah minta izin berobat ke Singapura. Pertama, dokter-dokter di Indonesia juga tidak kalah hebatnya. Kedua, jarak dari Papua ke Singapura lebih jauh daripada ke Jakarta, sehingga sangat aneh saat ia tak mau ke Jakarta tapi malah ke luar negeri.

LE harus mau dipanggil KPK dan melakukan pemeriksaan, agar kasus korupsinya cepat selesai. Jika berlarut-larut maka akan banyak pihak yang dirugikan, termasuk warga Papua yang tercoreng nama baiknya. Pemberantasan korupsi harus dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Papua, jadi LE harus bertanggungjawab karena ia sudah terbukti korupsi dan menerima gratifikasi.

Banyak pihak yang mendukung pemberantasan korupsi di Papua dan ingin agar LE segera hadir di Gedung KPK. Janganlah sembunyi terus di Jayapura dengan alasan sakit jantung dan stroke. Masyarakat juga dihimbau untuk tidak menghalangi kinerja KPK yang akan melakukan penjemputan, karena sudah sesuai aturan. Jika mereka menghalangi petugas maka sama saja ikut mendukung korupsi di Papua.

Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Bali