Oleh : Clara Diah Wulandari
B20 Indonesia Summit 2022 terus mendorong supaya segera terjadi percepatan akan adopsi teknologi. Hal tersebut tentunya sangat berguna demi bisa sesegera mungkin mencapai pemulihan global, utamanya di tengah krisis multidimensional seperti sekarang ini.
Serah terima tugas dari penyelenggaraan forum Business 20 (B20) di Italia kepada Indonesia sudah dilakukan sejak bulan November 2021 tahun lalu. Dengan ditunjuknya negara ini sebagai tuan rumah sekaligus keketuaan dalam forum internasional tersebut, maka sebenarnya sudah jelas bahwa saat ini negara-negara di dunia tengah sangat memandang Indonesia.
Bahkan bisa dikatakan posisi Indonesia sendiri dalam peta percaturan global sama sekali tidak bisa dianggap remeh dan dipandang sebelah mata. Hal tersebut sebenarnya terjadi karena beberapa hal sekaligus, diantaranya adalah bagaimana penanganan dan pengendalian pandemi COVID-19 di Tanah Air yang dinilai sangatlah bagus.
Pasalnya, penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia sendiri sudah bisa dikatakan baik dan seluruh masyarakat bisa melakukan mobilitas serta aktivitas mereka dengan seperti sedia kala. Padahal masih terdapat beberapa negara lain di dunia yang bahkan hingga kini terus berjuang untuk sesegera mungkin terbebas dari pandemi.
Sehingga dengan adanya pembukaan mobilitas dan aktivitas masyarakat di Indonesia, hal tersebut pun berdampak pula pada poin kedua kekuatan bangsa ini. Poin tersebut yakni kondisi fundamental perekonomian Indonesia yang ternyata terbukti sangatlah kuat. Bahkan di tengah-tengah inflasi yang belakangan terjadi sebagai akibat panjang dari pandemi COVID-19 dan diperparah dengan adanya konflik geopolitik yang terjadi diantara Rusia dan Ukraina.
Bahkan, negara-negara maju lain di dunia pun, termasuk negara sekelas Amerika Serikat (AS) saja mengalami inflasi hingga dua kuartalan beruntun atau bisa dikatakan sudah masuk ke dalam resesi ekonomi. Sedangkan kondisi yang ada di Indonesia justru sangat berbanding terbalik.
Alih-alih mengalami penurunan perekonomian, justru bukan hanya sekedar mempertahankan perekonomian saja, melainkan Indonesia justru mampu terus membangkitkan perekonomiannya. Terbukti bahwa sampai tiga kuartalan beruntun ekonomi Indonesia terus berada di atas angka 5 persen.
Tentunya dengan berbagai hal tersebut, membuat memang posisi Indonesia sendiri sama sekali tidak bisa diremehkan di mata dunia karena negara ini sungguh sangat berpotensi untuk bisa menjadi pemimpin forum berskala internasional seperti B20. Tidak heran, akhirnya Indonesia sendiri didapuk sebagai ketua forum bergengsi tersebut.
Dalam kepemimpinannya, Indonesia bahkan telah menawarkan setidaknya terdapat 3 buah terobosan (breakthrough) pada B20 Summit mengenai solusi konkret melawan krisis global. Mengenai hal tersebut, Ketua Penyelenggara B20, Shinta Kamdani menyampaikan bahwa poin pertama yang ditawarkan oleh Indonesia sebagai terobosan adalah mengenai inovasi.
Inovasi tersebut lebih tepatnya yakni terkait dengan upaya Pemerintah RI untuk terus mendorong adanya percepatan adopsi teknologi. Tentunya hal itu diperuntukkan untuk percepatan pemulihan dunia dan diharapkan mampu menjadikan negara-negara B20 menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya, termasuk juga membantu seluruh negara di dunia, utamanya negara rawan dan berkembang agar bisa saling berkolaborasi dan bersama-sama bangkit.
Bukan tanpa alasan, pasalnya percepatan adopsi teknologi memang menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan karena kebutuhan dunia saat ini seluruhnya menjadi serba digital dan sangat membutuhkan sentuhan teknologi. Jika negara-negara masih kurang mampu memanfaatkannya dengan benar, maka tentu dia akan menjadi tertinggal akan kemajuan jaman yang kian pesat seperti sekarang ini. Sehingga sebagaimana semangat utama dari Indonesia, agar seluruh negara bisa bangkit dan pulih secara bersama-sama, diharapkan tidak ada negara satu pun yang tertinggal.
Kemudian setelah inovasi, Shinta menjelaskan pula mengenai adanya terobosan dalam hal inklusi. Terobosan ini berarti sesuai dengan slogan utama yang digagas oleh Indonesia selaku Presidensi G20 dan ketua B20, yakni ‘Recover Together, Recover Stronger’. Jika hendak segera melakukan pemulihan global, tentu tidak akan bisa dilakukan apabila hanya sekedar ditanggung oleh negara-negara tertentu saja.
Ketua Penyelenggara B20 juga sangat mendorong agar bisa terjalin kolaborasi yang baik untuk bisa melakukan penanganan masalah seperti gangguan iklim, pandemi hingga masalah disrupsi rantai pasok. Baginya, seluruh hal tersebut harus bisa diupayakan untuk segera terimplementasi nya berbagai macam target yang sudah ditentukan.
Sebagai informasi, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) B20 mencapai kesepakatan pada Senin, 14 November 2022. Terkait hal tersebut, Shinta Kamdani, dan Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid menyerahkan dokumen B20 ke Presiden Joko Widodo.
Arsjad menjelaskan kesepakatan komunike dalam Presidensi B20 Indonesia memang penting, namun bukan yang utama. Lebih lanjut dirinya menjelaskan bahwa Presidensi B20 lebih menekankan pada warisan yang dapat diturunkan dari kesepakatan-kesepakatan itu. Hal tersebut juga diamini oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan jika pada puncak KTT G20 tidak menghasilkan komunike atau Leaders Communique, tidak menjadi masalah karena situasi dunia saat ini sangat kompleks sehingga bisa jadi komunike G20 tidak tercapai.
Pelaksanaan KTT B20 yang telah resmi ditutup diharapkan memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Hal ini menjadi salah satu langkah konkret yang dilakukan oleh Indonesia demi dunia yang jauh lebih baik ke depannya.
Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara