Bersinergi Menangkal Penyebaran Paham Radikal di Medsos

123
foto :istimewa
Ilustrasi-Ist

Oleh : Alif fikri
Radikalisme merupakan paham terlarang yang dapat menyebar di berbagai media, tidak terkecuali media sosial. Oleh sebab itu, diperlukan sinergitas semua pihak untuk menangkal penyebaran paham tersebut,

Indonesia memang merupakan sebuah negara yang memiliki keberagaman sangat tinggi, di dalamnya terdiri dari banyak sekali suku, agama, ras dan kebudayaan. Namun, justru sebenarnya dengan keberagaman tersebut bisa membuat bangsa ini menjadi sangat kuat apabila seluruhnya ada dalam semangat toleransi, termasuk juga dengan adanya moderasi beragama karena bisa menjadi solusi terbaik dalam mengantisipasi adanya potensi konflik.

Sehingga memang dengan keberagaman yang dimiliki oleh Tanah Air, sejatinya seperti pedang bermata dua, karena di satu sisi akan mendatangkan potensi konflik atau gesekan horizontal yang sangat tinggi, namun di sisi lain apabila bisa disikapi dengan tepat yakni melalui implementasi moderasi beragama, maka juga akan menjadi sesuatu yang sangatlah indah.

Mengenai hal tersebut, Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo menjelaskan bahwa saat ini media sosial sebagai media komunikasi ternyata juga menjadi akselerator dalam mentransformasi informasi kepada masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat perlu semakin sadar bahwa dunia digital butuh literasi digital agar kehidupan beragama di Indonesia tidak terpengaruh pada apa yang ada di dalam media sosial.

Bagaimana tidak, pasalnya dengan era serba digital seperti saat ini, juga sebenarnya mendatangkan tantangan tersendiri. Bukan hanya sekedar memungkinkan manusia untuk mendapatkan informasi dengan sangat cepat dan mudah, namun justru karena persebaran informasi yang begitu masif, maka juga akan menjadi berbahaya lantaran apapun bentuk informasi sangat mudah untuk diakses, yang mana terkadang sama sekali tidak memiliki substansi atau berupa berita bohong.

Narasi-narasi yang keliru juga sangat banyak bertebaran di media sosial. Sehingga menurut Wibowo, menjadi sangat penting melakukan kontra narasi terhadap hal-hal yang justru mengindikasikan orang untuk ke arah intoleransi dan radikal dengan kembali banyak memuat ajakan untuk melakukan moderasi beragama di media sosial.

Dengan sifat masifnya media sosial tersebut, juga menjadikan para propagandis kelompok radikal banyak sekali memanfaatkan platform tersebut untuk benar-benar bisa menyebarluaskan ajaran mereka agar mudah diakses oleh publik, utamanya para generasi muda yang memang sangat gemar bermain media sosial dan juga kondisi emosional mereka yang masih labil dengan dorongan untuk mencari jati diri.

Kalangan muda memang menjadi sasaran paling empuk kelompok radikal dalam menyebarluaskan ajaran-ajaran intoleransi mereka supaya terus terjadi regenerasi. Maka dari itu, Stafsus Menteri Agama tersebut mengimbau kepada seluruh tenaga pendidikan, khususnya para guru PAI untuk bisa terus melakukan pengawasan kepada para peserta didiknya, terutama dari ancaman pengaruh paham ekstrimisme dan populisme berbasis agama di media sosial.

Pengawasan dan peran dari para guru merupakan hal yang sangat penting karena tidak bisa dipungkiri bahwa peserta didik pun sangatlah membutuhkan bimbingan dan pengarahan yang tepat, di satu sisi mereka juga merupakan sasaran utama para propagandis kelompok radikal sehingga memang harus dijaga.

Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Agama Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Imam Buchori menjelaskan guru PAI harus menjadi penggerak dalam kampanye moderasi beragama di sekolah. Hal tersebut menurutnya sangatlah diperlukan guna menanamkan semangat dan nilai moderasi beragama kepada para peserta didik sejak dini.

Kekhawatiran mengenai semakin maraknya gerakan radikalisme yang disebarkan melalui media sosial sebagai platform para propagandis kelompok radikal dalam menyampaikan ide-ide dan gagasan mereka menjadi sangat wajar terjadi. Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi, Mohamad Rapik, akibat dari penggunaan media sosial yang kurang bijak sangatlah buruk.

Pasalnya, paparan informasi apapun bahkan mengenai hal yang sama sekali tidak baik sangat bisa diakses oleh semua orang, khususnya kaum muda, yang mana sangat memungkinkan bahwa mereka akan mengakses konten-konten radikalisme yang nantinya akan mengarahkan tindakan mereka menuju ke ekstrimisme bahkan hingga menjadi terorisme. Maka dari itu, untuk bisa mencegahnya sangat penting adanya peningkatan budaya literasi.

Meski di sisi lain sebenarnya sudah banyak sekali kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan telah terkoordinasi untuk bisa melakukan penanggulangan terorisme, namun kelompok radikal pun menjadi semakin canggih dengan berbagai macam strategi mereka mengenai perluasan gagasannya, yang mana akan terus mengancam kelompok rentan seperti generasi muda. Sehingga memang bukan hanya sekedar gerakan kontraradikalisme saja, namun harus ada kesadaran dari diri sendiri, yakni untuk meningkatkan literasi bermedia sosial.

Selain itu, dengan adanya pengawasan yang tepat dari para tenaga pendidik maupun orang tua tatkala anak sedang bermain atau berselancar di media sosial, setidaknya juga akan mampu untuk mencegah mereka dari paparan paham radikal yang sangat mungkin mereka akses entah itu secara sengaja ataupun tidak sengaja.

Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute