Medan-intipnews.com: Kepala Perwakilan Wilayah Bank Indonesia (KPwBI) Sumatera Utara, Doddy Zulverdi mengatakan perekonomian Sumatera Utara tahun 2022 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun 2021 dengan rentang proyeksi 4,1%-4,9% (yoy).
Hal itu dikarenakan pulihnya mobilitas dan membaiknya daya beli akan mendorong konsumsi masyarakat. Tingginya harga komoditas utama pada semester pertama serta berlanjutnya program PEN juga diprakirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2022 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, katanya, terus berlanjutnya konflik geopolitik yang berisiko melanjutkan gangguan rantai pasok dan permintaan dari negara mitra dagang serta perkembangan ekonomi global yang diwarnai inflasi yang tinggi menjadi risiko yang dapat menahan pertumbuhan lebih lanjut.
“Penyaluran kredit perbankan terindikasi mengalami peningkatan pada triwulan III tahun 2022 yang mencapai 11,11% (yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya sebesar 7,83% (yoy),”ungkap Doddy didampingi Deputi Direktur BI Sumut, Azka Subhan Aminurridho, Deputi Direktur Poltak Sitanggang pada kegiatan Bincang Bareng Media (BBM), Selasa (25/10/2022).
Hal ini didukung oleh peningkatan kredit korporasi secara tahunan yang tumbuh dari 7,7% (yoy) menjadi 14,1% (yoy) pada tw III’22 sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan kredit investasi. Hal serupa juga terjadi pada kinerja kredit UMKM yang tumbuh menjadi 16,0% (yoy) pada triwulan III 2022 dengan risiko kredit yang membaik.
Di sisi lain, kredit rumah tangga terdapat indikasi perlambatan yang didorong oleh melambatnya KPR dan multiguna.
Disamping itu, sebut Doddy Zulverdi, pertumbuhan ekonomi global 2023 diprakirakan lebih rendah dari prakiraan, bahkan disertai risiko resesi di berbagai negara.
Revisi ke bawah pertumbuhan ekonomi terjadi di sejumlah negara maju terutama AS dan Eropa, dan juga Tiongkok. Perlambatan ekonomi global dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan
geopolitik yang memicu fragmentasi perekonomian, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif. Gangguan rantai pasok terus menunjukkan perbaikan meski masih berada di level yang tinggi. Tekanan inflasi yang masih tinggi mendorong bank sentral menempuh kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga turut mendorong peningkatan ketidakpastian global, depresiasi nilai tukar serta penurunan aliran modal ke negara berkembang.Itp05