Medan-Intipnews.com: Deli Art Community (DAC) kembali menyelenggarakan kegiatan seminar bertajuk Hutan Adat dan Masyarakat Hukum Adat dengan menghadirkan dua narasumber yakni Drs. Zulkifli Lubis, M.Si, Dosen FISIP USU dan Ketua AAI (Asosiasi Antropolog Indonesia) serta narasumber kedua, Zakarias Yoseph Tien, praktisi bidang kehutanan dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Sumatera.
Diskusi itu dimoderatori Hendry Marpaung selama kurang lebih dua jam, Sabtu (14/10) di aula FISIP USU Jalan Dr. A. Sofyan No. 1 Padang Bulan Medan dimulai pukul 14.30 WIB. Seminar ini dihadiri oleh akademisi, praktisi, seniman, budayawan, mahasiswa dan masyarakat umum. Dalam seminar itu, dibacakan dua buah puisi oleh aktor teater Ayub Badrin karya seorang penyair kota Medan, Ratman Suras.
Zulkifli Lubis mengatakan bahwa sejak reformasi di tahun 1998 muncul kesadaran terkait hak-hak lokalitas yang dilanjutkan ke tahap regulasi melalui undang-undang untuk kembali melihat hutan sebagai entitas yang ditinjau kembali dengan mengedepankan prinsip local wisdom.
“Sejauh ini tidak semua daerah mau mengakui keberadaan masyarakat hukum adat karena sejak perubahan rezim Orde lama ke Orde baru terjadi pergeseran paradigma developmentalism dengan titik tumpu aspek ekonomi, di mana pengusahaan hutan hanya untuk kepentingan komersial sebab terjadi alih fungsi hutan secara besar-besaran. Regulasi itu melalui UU No. 5 tahun 1975 tentang Pemerintahan Desa sehingga tidak ada istilah hutan adat, yang ada hanya istilah hutan saja,” katanya.
Dalam presentasinya Yoseph Tien mengatakan bahwa sejak tahun 2016 hingga tahun 2023 telah terjadi kenaikan yang signifikan terhadap pengakuan adanya hutan adat yang lahir dari adanya komunitas-komunitas masyarakat adat.
“Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup khususnya kami yang bekerja di sektor kehutanan di Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Sumatera mengajak seluruh komponen untuk bersama-sama peduli dan saling membantu demi tegaknya hukum melalui pengakuan hutan adat dari pengajuan komunitas Masyarakat adat,” katanya penuh semangat.
Ia menjelaskan bahwa capaian hutan adat per provinsi di Indonesia dari periode 2016-2023 terdapat 40 kabupaten yang telah berhasil sebanyak 131 unit dengan luas areal 244.195 hektar yang menampung sebanyak 76.079 kepala keluarga. Kemudian ia juga mengatakan khususnya tantangan penetapan hutan di Sumut sendiri cukup banyak. Misalnya karena belum adanya Perda, terdapat konflik internal di kalangan masyarakat hukum adat, adanya konflik eksternal yang sampai di jalur pengadilan, batas wilayah adat yang tidak jelas karena tumpang tindih, batas wilayah adat itu juga tidak diakui oleh tetangga sebab adanya penolakan dan masyarakat hukum adat yang ada merupakan hasil konstruksi baru yang mengindikasikan lemahnya kelembagaan dalam masyarakat hukum adat itu sendiri.
Seminar ini sangat dinamis sebab banyak pertanyaan diajukan oleh para peserta yang datang. Salah satunya dari Tengku Zainuddin yang memberikan argumentasi bahwa upaya yang tekah dilakukan pemerintah sekarang ini untuk menetapkan eksistensi hutan adat melalui keberadaan masyarakat adat harus didukung oleh semua pihak tanpa terkecuali, karena hutan adat adalah representasi dari kekuatan adat yang lahir dari kesepakatan para leluhur bangsa Indonesia yang ingin mewarisi harta berharga itu untuk kepentingan anak cucu dan generasi mendatang, katanya. Itp.05/r