Oleh : Andi Kurniawan
Forum G20 sepertinya tidak hanya membahas perihal masalah perekonomian dunia, tetapi juga turut membuka ruang perdamaian dunia. Apalagi saat ini Ukraina tengah berperang dengan Rusia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menegaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai Indonesia sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, salah satunya adalah untuk membangun ketertiban dunia dan kesejahteraan bersama. Dirinya mengatakan bahwa Indonesia sudah memulainya dengan melakukan kunjungan ke Ukraina dan Rusia.
Jokowi pun mengatakan bahwa misi damai dalam kunjungan tersebut akan terus dilanjutkan di KTT G20 mendatang. Upaya ini akan terus dilakukan dengan harapan membuahkan hasil di KTT G20 pada November mendatang.
Harapan ini disampaikan oleh Jokowi di tengah berbagai konflik yang terjadi di dunia. Tak hanya itu, ia mengingatkan bagaimana dunia saat ini tengah menghadapi krisis pangan, energi dan finansial yang membuat sebagian kelompok jatuh ke jurang kemiskinan ekstrem.
Sebelumnya, Jokowi sudah mengikuti KTT G7 di Jerman lalu bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kyiv. Dari kunjungan tersebut, Presiden Jokowi disambut baik oleh pemerintah Ukraina, terlebih kunjungan ini merupakan salah satu sejarah hubungan diplomatik. Hal ini dikarenakan untuk pertama kalinya pemimpin dari negara Asia melakukan kunjungan semenjak perang dengan Rusia.
Dalam kunjungannya tersebut, Jokowi menyampaikan rasa pedulinya atas apa yang menimpa Ukraina. Dengan kemampuan yang ada, Presiden Jokowi atas nama negara Indonesia memberikan bantuan berupa obat-obatan dan juga membantu merekonstruksi rumah sakit serta mendukung PBB dalam memberikan jaminan keamanan untuk ekspor pangan Ukraina.
Setelah dari Ukraina, Jokowi langsung mengunjungi Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow. Dari kunjungan tersebut rupanya Jokowi menyampaikan pesan dari Presiden Zelensky.
Dalam pertemuan tersebut, Putin menjamin atas keamanan terhadap jalur eskpor atau akses produk pangan dan pupuk baik itu dari Rusia maupun Ukraina. Kemudian menyikapi atas konflik yang terjadi, Presiden Joko Widodo mengatakan kepada Putin, bahwa Indonesia siap menjadi jembatan komunikasi diantara kedua pihak baik Rusia maupun Ukraina.
Tentu saja proses damai antara Rusia dan Ukraina masih membutuhkan waktu yang panjang apabila pemerintah ingin serius terlibat sebagai juru damai.
Tensi politik dunia yang tidak stabil akibat konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina tentu menjadi permasalahan tersendiri bagi Indonesia yang tengah menyiapkan forum KTT G20. Terlebih di KTT yang dilaksanakan mendatang seakan menjadi medan pengaruh antara kubu Amerika Serikat dan Rusia atas apa yang terjadi di Ukraina.
Di sisi lain Joe Biden selaku Presiden Amerika Serikat secara terbuka meminta agar Rusia dikeluarkan dari keanggotaan KTT G20. Bahkan pihaknya mengancam tidak akan hadir dalam forum tersebut.
Bahkan menteri keuangan Amerika Serikat, Jannet Yellen, ikut bersuara. Jika forum tersebut digelar dengan mengundang Rusia maka pihaknya akan memboikot KTT G20. Hal tersebut tentu saja menunjukkan bahwa tekanan dari barat yang didapat Indonesia untuk tidak mengundang Rusia sangatlah kuat. Mengingat perbuatan Rusia kepada Ukraina yang menjadi perhatian seluruh dunia tidak bisa dibenarkan. Banyak negara yang berlomba-lomba mengutuk hingga menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.
Sementara itu, pemerintah China juga turut bersuara bahwasanya menyampaikan dukungannya terhadap Indonesia untuk terus berfokus pada isu yang dibahas di tengah adanya upaya beberapa anggota yang memasukkan konflik Rusia-Ukraina.
Polarisasi anggota KTT G20 antara pihak yang mendukung sikap Indonesia menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, hingga tidak bergeming menyuarakan pendapatnya, hal tersebut merupakan tantangan bagi pemerintah Indonesia sehingga pemerintah perlu mengambil langkah secara hati-hati.
Berkaitan dengan adanya desakan dari negara barat untuk tidak mengundang Rusia sesungguhnya dapat dikatakan tidak menghormati keputusan negara Indonesia yang bersifat netral, di mana Indonesia bergabung dalam Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement) yang mengedepankan sikap saling menghormati integritas territorial dan kedaulatannya serta tidak ikut serta dalam mengintervensi urusan negara lain. Sehingga tidak seharusnya pihak barat mengintervensi Indonesia dan mengancam ketidakhadirannya di KTT G20 jika Rusia ikut berpartisipasi.
Atas keributan yang terjadi dan tekanan politik barat dalam pelaksanaan KTT G20 mendatang, Pemerintah Indonesia tetap berpegang teguh pada prinsip politik bebas aktif yang dianutnya dan Gerakan Non Blok untuk bersikap netral atas konflik yang terjadi, di mana Indonesia tidak akan memihak manapun bahkan tunduk terhadap permintaan negara barat.
Dalam hal ini, misi perdamaian sejatinya selalu menjadi prioritas dalam politik luar negeri Indonesia. Terlebih konstitusi mengamanatkan agar Indonesia dapat berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dunia. Tentunya hal tersebut tidak lepas dari mempertimbangkan adanya ancaman krisis pangan dan energi dunia apabila konflik ini tidak segera diakhiri.
Dari upaya tersebut tentu saja diharapkan akan ada progress yang signifikan menuju perdamaian antara Ukraina dan Rusia, sehingga upaya perdamaian antara kedua negara tersebut bisa memunculkan titik terang.
Penulis adalah kontributor Persada Institute