Oleh : Rivka Mayangsari
Bulan suci Ramadhan telah tiba, suasana ini menjadi momen terbaik untuk meningkatkan ketakwaan dan ibadah kepada Allah SWT. Masyarakat pun diminta untuk mewaspadai provokasi dan menolak demonstrasi selama momentum ini dan menyalurkan berbagai ketidakpuasan hasil Pemilu melalui jalur hukum.
Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin meminta agar masyarakat menempuh mekanisme yang ada, seperti melalui Mahkamah Konstitusi dan Bawaslu jika terdapat ketidakpercayaan atau ketidakpuasan terhadap hasil penghitungan pemilu sementara dalam Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) pemilu 2024. Perhitungan dalam Sirekap juga bukan menunjukkan acuan perhitungan sebenarnya terhadap Pemilu, baik Pilpres maupun Pileg. Pengumuman resmi perolehan suara pemilu akan diumumkan oleh KPU.
Sebelumnya, Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan penyelesaian atas ketidakpuasan terhadap pelaksanaan pemilu dan hasilnya, khususnya soal pemilihan presiden, hendaknya diselesaikan di Mahkamah Konstitusi, bukan menggunakan hak angket DPR.
Dalam UUD 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi. Keberadaan hak angket memang diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945. Ketentuan mengenal hak angket dalam pasal tersebut dikaitkan dengan fungsi DPR melakukan pengawasan yang tidak spesifik, tetapi bersifat umum dalam hal pengawasan terhadap hal apa saja yang menjadi obyek pengawasan DPR.
Ketentuan lebih lanjut tentang hak angket dituangkan dalam undang-undang, yakni undang-undang yang mengatur DPR, MPR, dan DPD. Pasal 24C UUD NRI 1945 dengan jelas menyatakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah mengadili perselisihan hasil pemilihan umum, dalam hal ini Pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.
Oleh karena itu, cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, yakni melalui badan peradilan Mahkamah Konstitusi. Hal ini dimaksudkan agar perselisihan itu segera berakhir dan diselesaikan melalui badan peradilan agar tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.
Ketidakpuasan terhadap hasil Pemilu 2024 sebaiknya memang diselesaikan secara hukum daripada melakukan tindakan anarkistis. Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Febrian mengatakan dalam bangsa yang besar dan maju ini harus menghormati proses hukum. Dalam artian bahwa jika ada ketidakpuasan terhadap hasil Pemilu, bisa melaporkan kepada lembaga yang berwenang seperti Mahkamah Konstitusi yang diawasi oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, tentu saja dengan melampirkan bukti-bukti. Kedewasaan dari para elite politik dan pemimpin partai akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan bangsa ini untuk menciptakan ketertiban hukum yang solid.
Semua pihak harus meninggalkan praktik buruk masa lalu yang mengarah pada tindakan anarkistis dan bertindak sesuka hati. Hal ini demi kebaikan bangsa. Kita tidak ingin Indonesia menjadi malu di mata dunia. Mari kita buktikan bahwa pemilu ini adalah ajang demokrasi yang jujur, adil, dan berdasarkan pada aturan hukum yang berlaku
Petisi dari para akademisi terkait Pemilu 2024 tidak boleh dimanfaatkan sebagai alat untuk menggerakkan massa kampus. Baginya, gerakan mahasiswa adalah gerakan moral dan akademis yang tidak boleh dimasukkan ke dalam agenda politik golongan tertentu.
Dengan banyaknya kontestan pemilu dan masyarakat yang memilih, perbedaan pun menjadi sebuah keniscayaan. Namun, perbedaan tersebut tidak boleh menjadi alasan retaknya tali persaudaraan antarumat muslim, antarmanusia, maupun antarbangsa. Oleh karena itu, momen mempererat rasa persaudaraan harus terus dimanfaatkan dengan baik, salah satunya pada bulan Ramadan.
Kuatnya tali persaudaraan menjadi modal yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia untuk terus bergerak maju, menghadapi aneka tantangan dan persoalan di antara beragam ketidakpastian.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan bulan Ramadan merupakan momentum untuk merekatkan persaudaraan sesama anak bangsa. Terutama usai Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Meskipun ada peningkatan suhu politik selama Pemilu 2024, hingga ketegangan di tengah masyarakat akibat perbedaan dukungan. Namun, warga Indonesia mempunyai daya rekat yang begitu kuat untuk kembali membangun hubungan harmonis agar keutuhan bangsa terus terjaga.
Menurutnya, bulan Ramadan bukan hanya memenuhi panggilan Allah, tapi juga bagian dari memperbaiki relasi sosial dengan sesama, tidak hanya umat Islam tapi dengan seluruh masyarakat.
Oleh karena itu, masyarakat harus menyikapi hasil Pemilu 2024 dengan santai. Jangan ada pihak yang membuat narasi-narasi yang justru akan memecah belah bangsa Indonesia, jadikan pemilu ini sebagai peristiwa politik yang biasa-biasa saja. Seluruh warga diharapkan lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan sosial selama bulan Ramadan. Salah satunya dengan berbagi kepada masyarakat yang membutuhkan.
Momentum bulan puasa ini untuk memperkuat relasi sosial dengan memperbanyak berbagi kepada sesama. Karena memang Ramadan tahun ini diselenggarakan dalam suasana dimana masyarakat memang mengalami kesulitan.
Seluruh elemen masyarakat diharapkan agar memanfaatkan bulan Ramadan untuk melakukan perenungan yang positif, seraya memohon petunjuk dari Allah SWT, agar kita mampu untuk memahami diri, mengevaluasi seluruh kelebihan dan kekurangan kita, sehingga menjadi lebih bangsa yang siap untuk maju bersama.
Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia