Oleh: Deka Prawira
Kondisi perekonomian Indonesia diyakini mampu menghadapi dampak penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Daya beli masyarakat pun terus meningkat dan ditopang dengan adanya dana kompensasi BBM.
Harga BBM sudah disesuaikan per tanggal 3 September 2022. Di mana Pertalite harganya menjadi 10.000 rupiah per liter, Pertamax jadi 14.500, dan Solar jadi 6.800 per liternya. Penyesuaian harga terjadi di seluruh Indonesia dan pengumumannya sudah ada sejak jauh-jauh hari.
Ekonom Fithra Faisal menyatakan bahwa berbagai indikator menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia cukup solid dalam menghadapi penyesuaian harga BBM bersubsidi. Pemerintah sebaiknya memanfaatkan momentum ini untuk mengurangi beban subsidi BBM yang membebani beban fiskal APBN.
Dalam artian, perekonomian di Indonesia sedang positif dan pada triwulan ke-2 tahun 2022, pertumbuhan ekonominya sebesar 5,44%. Pertumbuhan ini sangat bagus karena walau masih masa pandemi, tetapi ada kenaikan pada bidang ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi finansial masyarakat Indonesia mulai membaik dan tidak terlalu terpengaruh oleh efek negatif pandemi.
Penyesuaian harga BBM tidak terlalu berpengaruh terhadap kantong banyak orang karena kondisi ekonomi mereka sudah sehat, bahkan melebihi dari sebelum masa pandemi. Oleh karena itu ketika pemerintah memutuskan perubahan harga BBM, tidak akan membuat masyarakat pusing, karena mereka masih mampu membelinya. Bahkan untuk BBM non subsidi juga bisa dibeli karena uangnya masih banyak.
Fithra Faisal menambahkan, kondisi perekonomian Indonesia membaik dan indikatornya adalah terjadi deflasi nasional. Artinya tidak ada lagi inflasi, dan deflasi terbesar terjadi setelah tahun 2019. Dalam artian, ketika inflasi sudah menghilang maka perekonomian negara sehat dan penyesuaian harga BBM tidak terlalu berpengaruh bagi masyarakat.
Ketika perekonomian positif maka dan tidak ada inflasi maka masyarakat baik-baik saja. Mereka tidak protes karena harga BBM subsidi sudah disesuaikan. Penyebabnya karena harga Pertalite dirasa masih wajar, hanya 10.000 rupiah, dan masih terjangkau oleh kantong. Tidak ada kekagetan karena harganya berubah, dan toh berubahnya juga hanya sedikit.
Harga Pertalite juga dirasa masih terjangkau karena masyarakat paham bahwa harga keekonomiannya 13.500 rupiah sedangkan saat ini dijualnya 10.000 rupiah. Masyarakat menyadari bahwa masih ada subsidi yang diberikan oleh pemerintah dan penyesuaiannya tidak terlalu drastis. Hal ini dilakukan agar tidak ada kekagetan di kalangan rakyat kecil.
Kondisi perekonomian Indonesia juga membaik dan hal ini dibuktikan dari pasar dan Mall yang kembali ramai, setelah tidak ada pembatasan pengunjung. Daya beli masyarakat membaik lagi dan menunjukkan bahwa masih banyak rakyat yang berkantong tebal. Oleh karena itu, penyesuaian harga BBM tidak terlalu berpengaruh bagi mereka, karena harga Pertalite dirasa masih murah sekali.
Banyak orang menyadari bahwa harga BBM di Indonesia termasuk murah jika dibandingkan di negara-negara lain. Misalnya di Amerika Serikat, harganya sudah hampir 15.000 per liter, sedangkan di Singapura malah 33.000 rupiah per liternya. Harga BBM di Indonesia termasuk kecil dan ketika disesuaikan pun tidak sebesar harga bensin di luar negeri yang sudah gila-gilaan.
Penyesuaian harga BBM di banyak negara terjadi karena krisis politik di Eropa Timur, ketika kilang minyak di sana kesulitan untuk mendistribusikan minyak mentah. Akibatnya sesuai dengan hukum ekonomi, harganya juga ikut berubah menjadi 100 dollar per barrelnya. Masyarakat menyadari bahwa penyesuaian harga BBM terjadi karena harga minyak mentah juga berubah, bukan karena murni keinginan pemerintah.
Awalnya menjadi sebuah dilema ketika ada penyesuaian harga BBM dan subsidinya harus dikurangi, tetapi jika tak dilakukan malah akan membebani APBN karena harus menanggung subsidi sebesar 502 Triliun rupiah. Daripada situasi keuangan negara kolaps, maka opsi satu-satunya adalah mengurangi subsidi BBM.
Masyarakat menyadarinya dan tidak ingin perekonomian Indonesia yang sudah membaik malah memburuk gara-gara harus membayar subsidi BBM. Jangan sampai Indonesia jadi menambah hutang dan bangkrut karenanya. Indonesia sudah bangkit perekonomiannya dan wajib distabilkan, dan penyesuaian harga BBM tidak akan berpengaruh besar pada kondisi finansial masyarakat.
Masyarakat selama ini juga biasa menggunakan BBM non subsidi seperti Pertamax karena membuat performa kendaraan bermotor lebih bagus dan lebih ‘bersih’ pada mesin. Ketika harga Pertamax juga disesuaikan maka tidak apa-apa, karena memang kualitasnya baik dan harganya juga ikut baik. Masyarakat tetap rela mengantri untuk mendapatkan Pertamax di pom bensin.
Kondisi perekonomian Indonesia sudah sangat siap dalam menghadapi dampak penyesuaian harga BBM. Inflasi sudah berlalu dan terjadi surplus pada perekonomian negara. Oleh karena itu, saat ini sudah sangat tepat untuk menyesuaikan harga BBM. Masyarakat sudah paham bahwa keadaan ini juga terjadi secara global, karena harga minyak mentah juga berubah.
Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute