Oleh : Moses Waker
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berinisiatif untuk memeriksa Gubernur Papua LE di Papua karena kondisinya LE yang sedang tidak sehat. Meski pemeriksaan dilakukan di Papua, KPK tetap objektif dan independen dalam melakukan penyidikan atas kasus rasuah yang melibatkan orang nomor satu di Papua tersebut.
LE terlibat kasus korupsi APBD yang akhirnya membuat KPK melayangkan 2 kali surat panggilan. Tetapi tidak ada tindak lanjut dari LE sehingga KPK bergerak ke Papua untuk memeriksa LE yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Firli Bahuri selaku ketua KPK menyatakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan terhadap Gubernur Papua tersebut berjalan dengan lancar.
Firli mengatakan, kedatangan KPK ke Jayapura adalah semata-mata untuk menegakkan proses hukum. Dalam proses penegakkan hukum tersebut, Firli menambahkan, KPK tetap perlu memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh LE.
Dalam siaran persnya, Firli mengatakan bahwa pihaknya ingin melakukan penegakkan hukum dengan berdasar pada asas tugas pokok KPK, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas dan menjunjung tinggi HAM. KPK juga ingin mewujudkan tujuan penegakkan hukum yaitu kepastian keadilan dan juga kemanfaatan dalam setiap penanganan perkara.
Proses pemeriksaan LE berlangsung selama 1,5 jam. Firli menjelaskan rangkaian proses pemeriksaan dimulai dari pemeriksaan kesehatan LE hingga dilanjutkan pemeriksaan terkait perkara kasus korupsi APBN Papua.
Total terdapat empat dokter dari IDI pusat maupun daerah yang membantu pemeriksaan oleh tim penyidik.
Firli menceritakan bahwa LE sangat kooperatif selama proses pemeriksaan berlangsung. Nantinya KPK akan menjadikan keterangan yang didapat dari penuturan LE sebagai acuan pertimbangan untuk proses hukum selanjutnya.
Firli menegaskan, bahwa langkah selanjutnya pihaknya akan melihat kembali hasil pemeriksaan, baik itu dari tim penyidik, termasuk juga tim kedokteran yang dibawa oleh KPK. Namun yang paling penting adalah KPK tetap memprioritaskan penegakkan hukum berjalan dengan memperhatikan kondisi kesehatan tersangka.
Pada kesempatan berbeda, Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) memberikan apresiasi KPK dalam menangani kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Papua, LE. Penaliti LSAK, Ahmad Hariri mengatakan upaya persuasi yang dilakukan KPK dalam penanganan kasus yang diduga melibatkan Gubernur Papua, LE, merupakan sikap tegas dan kepatuhan dan penegakkan hukum.
LSAK menegaskan bahwa kepentingan penegakkan hukum dalam memeriksa tersangka merupakan bagian dari kepentingan masyarakat, terkhusus di Papua. Apalagi hasil penyelidikan serta penyidikan KPK berdasarkan laporan PPATK, menyebutkan adanya transaksi besar yang berhubungan dengan perjudian di kasino luar negeri.
Sebelumnya, tokoh pemuda Papua Martinus Kasus juga mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Gubernur LE.
Martinus menuturkan, sudah sewajarnya siapapun yang bersalah harus diberikan sanksi hukuman pidana, sesuai dengan proses hukum yang berlaku.
Sekretaris Barisan Merah Putih tersebut juga menyatakan bahwa kasus korupsi yang menjerat Gubernur Papua LE merupakan kasus pribadi yang tidak ada kaitannya dengan politisasi atau kriminalisasi. Kasusnya adalah murni karena terkait dengan hukum.
Sementara itu, Zaenur Rohman selaku Peneliti Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) meminta KPK untuk tegas dalam menangani perkara terkait dengan LE, Zaenur meminta agar KPK menjemput paksa Enembe apabila tidak memenuhi panggilan yang telah ditujukan.
Selain itu, Zaenur juga menyarankan agar KPK dapat menggunakan pendekatan sosial dengan menggandeng tokoh setempat. KPK harus memberi paham kepada para pembela LE bahwa ini merupakan murni proses hukum.
Pada kesempatan berbeda, Apbsalom Yarisetouw selaku Ketua Generasi Garuda Sakti Indonesia Provinsi Papua meminta kepada aparat penegak hukum untuk tegas terhadap LE yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Dirinya menuturkan, Jika Lukas tidak bersikap kooperatif, LE harus dijemput paksa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Apabila mengatakan bahwa KPK harus jemput paksa dengan didampingi TNI dan Polri. LE sudah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK.
Sejumlah tokoh di Papua juga sepakat meminta LE untuk pro aktif mengikuti proses hukum di KPK. Desakan ini salah satunya muncul dari tokoh agama di Papua.
Setiap pejabat negara, apa pun agamanya, pasti sudah pernah sumpah jabatan pada saat dilantik. Maka dalam menjalankan pekerjaan dan melayani sesama, ia diajarkan untuk takut pada Tuhan.
Tokoh Pemuda Papua, Steve Mara, melihat penetapan LE sebagai tersangka bisa menjadi momentum membuka celah untuk mengaudit dana Otonomi Khusus Papua Sehingga lebih transparan.
Pemerintah pusat sudah cukup banyak memberikan anggaran untuk membangun Papua menjadi lebih baik. Namun dalam kenyataannya, kondisi Papua saat ini masih berada di level dengan angka kemiskinan yang tinggi. Sehingga LE tetap patut untuk ditertibkan sesuai aturan yang berlaku.
Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo