Oleh : Alfred Jigibalom
Aksi Kelompok Separatis dan Teroris (KST) yang membakar sekolah di Oksibil, Papua, dikecam banyak pihak. Kelompok separatis ini terbukti menghambat generasi muda untuk maju. KST harus diberantas agar tidak merugikan warga Papua, khususnya generasi muda.
Papua selama ini dikenal dengan keelokan alamnya, seperti di Puncak Gunung Jayawijaya atau di Raja Ampat. Namun sayangnya Papua juga lekat dengan image yang kurang bagus karena ada kelompok pemberontak alias KST. Mereka merupakan kaki-tangan OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang ingin membelot dan membentuk negara sendiri.
Salah satu aksi KST yang dikecam oleh banyak orang adalah pembakaran sebuah SMK di Oksibil, Pegunungan Bintang, Papua. Peristiwa ini terjadi tanggal 9 Januari 2023 pukul 10.30 WIT.
Memang tidak ada korban jiwa atau luka-luka dalam kejadian ini dan masih dihitung berapa kerugian materiilnya. Namun tetap saja masyarakat mengecam KST karena tega membakar sekolah dan menghalangi orang asli Papua untuk belajar.
Komandan Korem 172/PWY, Brigjen TNI J.O. Sembiring menyatakan bahwa pembakaran SMK di Oksibil yang dilakukan oleh KST merupakan pekerjaan teroris untuk membuat lost generation, menghambat generasi muda Papua untuk maju. Bagaimana generasi muda Papua bisa maju dan cerdas bila tempat mereka menimba ilmu dibakar oleh pihak yang tidak suka melihat pemuda ikut membangun Papua.
Brigjen TNI J.O. Sembiring melanjutkan, ia menghimbau kepada para tokoh adat dan tokoh agama dapat berperan aktif dan menyerukan kepada pihak KST yang merusak dan membakar fasilitas pendidikan dan fasilitas umum lainnya untuk segera menghentikan aksinya. Ini tidak ada gunanya, hal ini nantinya malah membuat pembangunan terhambat di Tanah Papua.
Anak-anak muda Papua sebagai generasi penerus bangsa harus mendapatkan pendidikan yang layak dan kesempatan yang sama. Semoga mereka bisa maju dan lebih baik lagi atas peran aktif dan partisipasi dari para generasi penerusnya kelak.
Namun selama ini KST sangat merugikan masyarakat, terlebih ketika mereka membakar gedung sekolah. Padahal sekolah sangat penting untuk memajukan generasi muda. Jika sekolah terbakar maka kasihan para muridnya karena tidak bisa belajar. Mereka terpaksa diliburkan karena menunggu keadaan tenang dari ancaman serangan KST.
Mau tak mau aktivitas SMK di Oksibil tersebut vakum untuk sementara. Para guru tentu mengutamakan keselamatan murid dari pembakaran atau serangan KST. Namun konsekuensinya sangat besar karena anak muda Papua tidak bisa belajar dengan maksimal jika hanya di rumah. Mereka ingin studi di sekolah dan bisa bertanya ke gurunya secara langsung.
Generasi muda Papua ingin maju dengan pendidikan yang baik. Namun langkah mereka terhalang oleh KST. Masyarakat makin membenci KST karena tega membakar sekolah, padahal proses belajar sangat penting untuk masa depan mereka. Dengan ijazah maka putra Papua bisa memiliki pekerjaan yang baik atau jadi wirausaha. Namun sekolah yang dicintai malah dibakar oleh KST.
Apalagi peristiwa pembakaran sekolah bukan kali ini saja terjadi. Pada bulan Mei 2022 KST juga pernah membakar gedung sekolah SD dan SMP di kawasan Hitadipa, Intan Jaya. Pembakaran sekolah di Oksibil dan Hitadipa menunjukkan bahwa KST memiliki rencana buruk untuk menghentikan kemajuan di Papua dan mereka tak ingin warga di Bumi Cendrawasih berpendidikan.
Padahal pendidikan sangat penting, khususnya bagi masa depan orang asli Papua. Mereka ingin agar lebih cerdas dan menguasai materi di sekolah dengan baik. Anak-anak Papua sudah mendapatkan beasiswa Otsus dan belajar dengan semangat di sekolah. Namun langkahnya terhenti sementara oleh KST.
Oleh karena itu masyarakat Papua setuju akan pemberantasan KST karena selalu merugikan. Terlebih ketika KST tak hanya membakar sekolah dan menghambat generasi muda untuk maju. Namun mereka merekrut anak-anak Papua untuk jadi anggota baru.
Hasil penyelidikan dari Polres Intan Jaya menyatakan bahwa anak-anak SD direkrut oleh KST lalu ‘menghilang’ dan tiba-tiba muncul ke publik. Namun ia datang sambil membawa senjata api dan mencoba untuk menemba rakyat sipil.
Ditengarai kelompok yang merekrut anak SD tersebut adalah Sabius Waker dan kelompoknya. Mereka sudah beberapa bulan ini menculik anak SD lalu dilatih untuk jadi kader baru. Dikatakan menculik karena orang tua anak SD tersebut tidak tahu bahwa anak-anaknya dilatih jadi anggota KST.
Masyarakat mengecam aksi KST yang keterlaluan karena merekrut anak SD jadi penembak dan pemberontak. Meski yang diambil adalah protolan SD alias anak putus sekolah, tetapi tetap saja mereka belum cukup umur karena memang usianya belum 17 tahun. Anak-anak seharusnya belajar di rumah, jika memang sudah tak bersekolah. Namun malah dilatih untuk melawan aparat, sungguh mengenaskan!
KST menghambat kemajuan generasi muda Papua yang sedang semangat belajar, dengan membakar gedung sekolah. Peristiwa pembakaran ini menunjukkan bahwa mereka tidak ingin anak-anak asli Bumi Cendrawasih untuk meraih pendidikan tinggi. Masyarakat mengecam aksi KST dan berharap mereka segera diburu dengan tuntas oleh aparat.
Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Bali