LE Harus Bertanggung Jawab di Muka Hukum

93
Aktivis Papua Desak Penegakan Hukum LE
Ilustrasi-Ist

Oleh : Rebecca Marian

Sudah sepatutnya LE harus benar-benar bisa bertanggung jawab di muka hukum terkait kasus dugaan korupsi yang menjeratnya. Terlebih karena Indonesia adalah negara hukum, sehingga semua pihak akan diperlakukan sama di mata hukum tanpa terkecuali.

Beberapa hari ini, nama LE terus menjadi bahan pemberitaan dan menjadi sebuah topik perbincangan masyarakat. Pasalnya dirinya diduga terlibat dalam kasus korupsi dan juga gratifikasi, termasuk juga beberapa aliran dana yang mencurigakan menyangkut namanya.

Mengenai hal tersebut, Menko Polhukam, Mahfud MD menyampaikan bahwa sejauh ini memang seolah terus terdapat beberapa hal yang mengganjal mengenai bagaimana Pemda Papua menjalankan pemerintahan mereka. Salah satu contoh adalah mengenai penyelenggaraan PON yang sempat dilaksanakan di Bumi Cendrawasih beberapa waktu lalu.

Mahfud MD menyampaikan bahwa ternyata sebelum satu acara penyelenggaraan benar-benar berakhir, ternyata Pemda Papua kembali mengajukan permintaan dana kepada Pemerintah Pusat. Padahal sudah bukan menjadi rahasia lagi kalau penyelenggaraan PON sendiri memang memakan dana yang sangatlah besar jumlahnya.

Kemudian, ketika pihak Pemerintah Pusat hendak meminta laporan pertanggungjawaban terkait penyelenggaraan acara yang sebelumnya dilakukan, namun justru sama sekali tidak ada laporan datanya. Disisi lain, Pemda Papua malah meminta kembali pendanaan kepada Pemerintah Pusat. Praktik tersebut kemudian jelas saja mengundang tanda tanya sangat besar dan sekaligus memunculkan tudingan serta dugaan kepada Pemda Papua, termasuk Lukas Enembe.

Bukan hanya itu, namun nama Gubernur Papua tersebut pertama kali mencuat ketika terdapat sebuah temuan dari pihak PPATK yang mengungkap bahwa terdapat aliran dana yang mencurigakan mengenai namanya, bahkan dengan besaran senilai Rp 560 miliar. Selain itu, LE sendiri juga memang sudah berstatus resmi menjadi seorang tersangka setelah adanya dugaan dari KPK bahwa dirinya sempat menerima gratifikasi dengan besaran Rp 1 miliar terkait APBD Papua.

Lebih lanjut, Menko Mahfud juga kembali menambahkan kalau Gubernur Papua itu sempat diduga kembali melakukan penyalahgunaan Otonomi Khusus (Otsus) dengan besaran hingga triliunan rupiah, termasuk juga dia sempat menyinggung adanya pemblokiran uang tunai dari rekening milik LE  yang di dalamnya berisi uang Rp 71 miliar.

Sebagai informasi, sebenarnya pihak Pemerintah Pusat sendiri benar-benar sangat perhatian dan berkomitmen untuk membangun Tanah Papua supaya bisa berkembang dan masyarakatnya menjadi sejahtera. Hal tersebut terbukti dari bagaimana dana Otsus yang digelontorkan di era LE saja senilai lebih dari Rp 500 triliun. Namun nyatanya, menurut Mahfud MD justru sampai saat ini kondisi masyarakat Papua sendiri masih terus terbelenggu dengan kemiskinan dan seolah mengisyaratkan kalau dana Otsus sebesar itu sama sekali tidak bisa dimanfaatkan sebaik mungkin.

Terkait seluruh dugaan korupsi tersebut, sebenarnya LE sendiri juga sudah beberapa kali berusaha dipanggil oleh KPK, namun sama sekali dirinya tidak pernah mendatangi panggilan tersebut. Direktur Papua Anticorruption, Anton Raharusun kemudian menyampaikan bahwa jika Gubernur Papua itu terus bersikap demikian, maka justru tudiangan dan dugaan akan terus mengalir ke banyak hal dan sama sekali tidak akan ada kejelasan kasus.

Maka dari itu, Anton mendesak dan mengimbau agar supaya LE bisa segera mematuhi panggilan dari KPK, agar seluruh proses penyidikan bisa berjalan dengan lancar karena nantinya akan lebih jelas apa saja kasus dugaan korupsi yang melibatkan dirinya sehingga tidak terus menghadirkan bola panas seperti sekarang ini.

Anton Raharusun sendiri menyampaikan bahwa sejauh ini ada banyak dugaan yang terus menyeret nama LE, terutama adalah mengenai bagaimana aliran dana mencurigakan, yang mana sumbernya terus dipertanyakan apakah memang dari sumber ilegal atau tidak. Selain itu ada dugaan lain seperti penyelewengan APBD, perjudian kasino hingga beberapa pembelian barang mewah yang sempat dilakukan Gubernur Papua tersebut.

Bentuk perilaku yang dilakukan oleh LE dengan terus menghindari panggilan KPK kemudian membuat Tokoh Agama di Sinode GKI Sentani Papua, Pendeta Alberth Yoku mengingatkan supaya Gubernur Papua tersebut bisa benar-benar bertanggung jawab selayaknya seorang pemimpin di mata hukum, termasuk juga agar dia bertanggung jawab kepada Tuhan dalam menjalankan tugas melayani masyarakat.

Bukan hanya sebagai seorang umat beragama, namun memang untuk menjalankan tugas jabatan, hendaknya LE harus benar-benar patuh kepada peraturan yang memang telah berlaku dan termaktub dalam Undang-Undang dalam pemerintahan berbangsa dan bernegara di NKRI.

Karena itu, Alberth Yoku meminta Gubernur Papua bersedia memenuhi panggilan KPK, mengikuti koridor hukum yang berlaku dan sebagai seorang pejabat publik harus bersikap pro aktif dan bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya. Sikap pro aktif dan kerja sama dengan pihak penegak hukum kata Alberth, adalah langkah menyelesaikan masalah. Hukum juga menjadi jalan pembuktian bahwa tuduhan yang sudah diketahui publik adalah tidak benar.

Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Jakarta