Oleh : Rebecca Marian
LE harus bertindak secara kooperatif dalam menjalani segala proses hukum yang berlaku di Indonesia. Utamanya karena memang dirinya sudah resmi berstatus sebagai seorang tersangka kasus korupsi.
Setelah resmi ditetapkan sebagai seorang tersangka dalam kasus korupsi, Gubernur Papua, LE ternyata masih saja terus diperbincangkan oleh publik lantaran sikapnya yang dinilai kurang kooperatif ketika hendak dipanggil oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mengenai hal tersebut, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri menjelaskan bahwa memang komisi antirasuah tersebut sebelumnya hendak melakukan penyidikan atas dugaan kasus korupsi di Provinsi Papua, yang mana di dalamnya menyeret nama LE dan menjadikan dirinya sebagai seorang tersangka dalam langkah penyidikan KPK tersebut.
Bukan hanya itu, bahkan dengan tegas, Ali Fikri menambahkan bahwa untuk setiap perkara yang diperiksa oleh KPK hingga naik ke tahap penyidikan, berarti dengan kata lain memang KPK sendiri telah memiliki setidaknya minimal dua alat bukti yang cukup. Maka dari itu pada kasus LE pun sebenarnya pihak KPK sudah mengantongi alat bukti.
Sehingga seluruh tuduhan ataupun penetapan statusnya menjadi seorang tersangka memiliki alasan yang kuat dengan disertai bukti-bukti konkret tersebut. Sama sekali tidak benar jika masih ada pihak yang menganggap kalau seolah penetapan LE sebagai tersangka adalah perihal politik ataupun diskriminasi apapun.
Karena justru dengan segala alat bukti yang dikumpulkan dan telah memadai, berarti memang secara objektif Gubernur Papua tersebut adalah seorang tersangka atas kasus korupsi. Lebih lanjut, Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri kembali menambahkan bahwa bukti-bukti mengenai korupsi yang dilakukan oleh LE bahkan bukan hanya satu jenis saja.
Menurutnya, bukti tersebut dikumpulkan dan diperoleh dari keterangan para saksi, ahli, terdakwa, surat hingga petunjuk lainnya yang memang sudah sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana. Ali Fikri menegaskan bahwa seluruh tindakan hingga upaya penyidikan yang dilakukan kepada LE adalah murni upaya penegakan hukum di Indonesia.
Memang penegakan hukum sejatinya harus dilakukan tanpa tebang pilih, siapapun dengan kondisi apapun dan memiliki jabatan apapun tetap saja bisa dikenakan hukuman jika memang dirinya terbukti bersalah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Tanah Air.
Justru upaya penegakan hukum yang selama ini dilakukan oleh KPK kepada LE adalah agar Indonesia mampu menjadi negara hukum yang seutuhnya dan bisa menindak siapapun tanpa perlu banyak pertimbangan selagi memang dibuktikan secara sah dirinya bersalah.
Untuk itu, karena seluruh bukti juga sudah ada dan kuat, termasuk juga upaya penyidikan yang dilakukan pun sama sekali bukan dalam konteks politik atau diskriminasi dalam bentuk apapun, Ali Fikri yang juga menjabat sebagai Juru Bicara KPK Bidang Penindakan ini tegas meminta agar LE bertindak secara kooperatif dalam menjalani seluruh proses hukum di KPK.
Sikap kooperatif yang diharapkan adalah agar Gubernur Papua itu bisa memenuhi seluruh panggilan KPK disetiap proses pemeriksaan. Menurutnya, dengan LE memenuhi panggilan pemeriksaan, maka secara otomatis upaya proses penanganan perkara bisa dilakukan dan berjalan dengan jauh lebih baik, efektif, efisien termasuk juga dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi para pihak terkait.
Sebagai informasi, sebenarnya Tim Penyidik KPK sendiri telah menyampaikan surat panggilan kepada LE sejak tanggal 7 September 2022 lalu untuk dilakukan pemeriksaan yang dijadwalkan pada 12 September 2022, bertempat di Mako Brimob Papua. Alih-alih memenuhi panggilan tersebut, justru pria berusia 55 tahun itu tidak bisa hadir dan hanya diwakilkan oleh kuasa hukumnya saja.
Padahal sebenarnya pemeriksaan yang dilakukan di Mako Brimob Papua secara sengaja dilakukan oleh KPK agar bisa lebih memudahkan pemenuhan panggilan yang bersangkutan, namun ternyata dirinya justru tetap tidak datang. Bukan hanya itu, namun di Papua sendiri justru malah merebak aksi unjuk rasa dari para pendukung LE.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman juga mengimbau dan meminta supaya LE bisa benar-benar mematuhi aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Meski sesama kader Partai Demokrat, namun tetap saja LE adalah seorang tersangka dari kasus korupsi, sehingga dia harus tetap patuh kepada aturan hukum.
Bahkan Anggota Komisi III DPR RI tersebut juga menyatakan bahwa pihaknya akan selalu mendukung dan menghormati setiap proses hukum yang ada di Tanah Air meski menimpa kader Partai Demokrat sendiri. Sehingga sebenarnya dari pihak partai pun justru terus mendukung agar LE bisa bertindak secara kooperatif.
Tidak bisa dipungkiri, memang LE harus bertindak secara kooperatif untuk menjalani segala proses hukum yang berlaku di Indonesia. Seluruh tindakan kooperatif yang dilakukan olehnya pun sebenarnya juga demi kebaikan semua pihak, bahkan demi kebaikan bangsa ini sendiri karena akan menunjukkan bagaimana aturan bisa diberlakukan secara adil tanpa tebang pilih.
Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta