Oleh : Aprilian Hutapea
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) perlu disosialisasikan kembali kepada masyarakat mengingat penyusunan rancangan tersebut sebenarnya telah selesai disusun sejak periode 2014-2019. Di sisi lain RKUHP juga berisi pembaruan dalam hukum pidanya yang merupakan upaya penyelarasan peraturan perundang-undangan dengan asas hukum serta nilai yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.
Mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diminta perannya oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham DIY), untuk mensosialisasikan RKUHP.
Kakanwil Kemenkumham DIY, Imam Jauhari mengatakan, Presiden Joko Widodo meminta agar RKUHP ini dapat terus disosialisasikan dan mengharapkan ada rapat dengar pendapat dengan publik. Penyebaran informasi terkait RKUHP tersebut direalisasikan oleh Kanwil Kemenkumham DIY dengan mengundang mahasiswa dari 10 perguruan tinggi di Aula Kanwil Kemenkumham DIY.
Di hadapan para mahasiswa, Kanwil Kemenkumham DIY menjelaskan 14 isu krusial yang menjadi perhatian masyarakat dalam proses pengesahan RKUHP tersebut. Imam berujar, Ini juga merupakan tindak lanjut arahan Menkumham agar masyarakat dapat lebih memahami substansi dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk memberikan masukan-masukan terhadap draf atau rancangan KUHP tersebut.
Imam juga menuturkan bahwa RKUHP sebenarnya sudah selesai disusun sejak periode 2014-2019 dengan daftar inventarisasi masalah yang berjumlah lebih dari 6.000, berasal dari berbagai lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi negeri maupun swasta sebagai nentuk pelibatan publik.
Penyempurnaan pembahasan RKUHP ini, menurut Imam, saat ini berada di DPR RI dan dalam proses dengar pendapat. Imam menjelaskan bahwa dalam RKUHP terdapat pembaruan dalam hukum pidana sebagai bagian dari upaya penyelarasan peraturan perundang-undangan dengan asas hukum dan nilai yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.
Dalam konteks RKUHP tersebut, Imam mengatakan bahwa pembaruan dalam hukum pidana juga dimaknai sebagai bagian dari upaya penyelarasan peraturan perundang-undangan dengan asas hukum dan nilai yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.
Ia mengatakan bahwa RKUHP ini juga dibuat dalam upaya mengatasi “over crowding” dengan adanya aturan mengenai pengenaan pidana pengawasan untuk pelanggaran hukum pidana dengan ancaman di bawah lima tahun. Selain itu, juga tidak ada over kriminalisasi, karena jumlah tindak pidana yang diatur dalam RKUHP lebih sedikit daripada KUHP.
Kepala Divisi Administrasi yang juga Plh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham DIY Mutia Farida menjelaskan bahwa kegiatan sosialisasi bertujuan untuk meminimalisir kontra serta mencapai pemahaman yang sama dan penyempurnaan RKUHP.
Kegiatan tersebut juga dimaksudkan untuk mewujudkan peran serta Kanwil Kemenkumham DIY dalam rangka menggali masukan dari berbagai elemen dan lembaga masyarakat terkait dengan RKUHP.
Dengan demikian maka persoalan over kapasitas lembaga pemasyarakatan saat ini diharapkan dapat pula teratasi, dengan mempertimbangkan bahwa semua tindak pidana tidak harus selalu berakhir di lembaga pemasyarakatan karena beberapa pengaturan tersebut.
RKUHP sendiri merupakan aturan fundamental yang akan menjadi landasan penting dalam pengaturan kehidupan masyarakat di masa datang. Aturan tersebut disusun untuk melindungi dan membimbing perilaku masyarakat untuk menentukan apa yang baik dan boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Isu-isu terkait RKUHP juga telah dijelaskan ke publik guna menghindari persepsi yang keliru. Masyarakat juga dapat mengaksesnya di situs peraturan.go.id.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono mengatakan, RKUHP yang akan disahkan kelak dapat menjawab tantangan dan kebutuhan hukum di masyarakat, baik saat ini maupun di masa yang akan datang. RUU KUHP juga merupakan ikhtiar untuk membawa hukum pidana di Indonesia menuju hukum modern dan mencerminkan nilai asli bangsa.
Pemerintah juga akan terus memastikan bahwa kodifikasi hukum pidana melalui RUU KUHP akan lahir sebaga ikhtiar bersama seluruh komponen bangsa untuk membawa kepastian hukum di Indonesia.
Oleh karena itu, pembahasan isu-isu krusial RUU KUHP diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan menyerap aspirasi masyarakat secara lebih efektif sebagai salah satu bagian dari rangkaian proses pembentukan RUU KUHP.
Dialog publik dengan melibatkan mahasiswa dan masyarakat tentu merupakan salah satu upaya dalam mencapai tujuan penjelasan dari RUU KUHP secara simultan turut menyerap masukan-masukan dari masyarakat untuk terus menyempurnakan formulasi RUU KUHP.
Terlebih di antara 600 pasal pada RKUHP pula, telah lahir berbagai ketentuan serta terobosan yang jarang didengar dan pada prinsipnya dapat menjadi acuan dalam memaknai Indonesia sebagai bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi keadilan serta hak asasi manusia (HAM).
Tentu saja dalam upaya pengesahan RKHUP masih memerlukan diskusi yang lebih mendalam guna mencapai perspektif yang simetris di masyarakat terkait dengan RKUHP. Mahasisiwa dangan pemikiran kritisnya juga diperlukan untuk turut serta dalam beragam diskusi serta menyosialisasikanya kelak di lingkungan masyarakat.
Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara