Bukittinggi Kota Ulama Dan Wisata
Laporan: Izka Rawi
Binjai-Intipnews.com: Usai perjalan di kota Padang, MUI Kota Binjai menuju kota Bukittinggi guna mentelusuri sejarah ulama . Memang, jika ke Sumatera Barat, Bukittingi adalah kota seperti wajib di datangi. Bukittingi sebagai kota ulama dan wisata. Sejarah kelahiran MUI menurut informasi cikal bakalnya di Sumatera Barat yaitu Bukittingi.
Ketika MUI Binjai bersilaturahmi dengan pengurus MUI Kota Bukittingi, Jumat( 2/9) di aula MUI Bukittinggi. Ketua MUI Bukittingi DR.H. Aidil Arifin mengemukakan Bukittinggi merupakan kota ulama dan banyak melahirkan tokoh nasional diantara Buya Hamka,Kemudian jurnalis perempuan Rasuna Said ,bahkan Zakiah Drajat.
Menurut Aidil Arifin, banyak tokoh agama aislam berziarah ke Bukittingi. Apalagi Majlis Ulama Indonesia ( MUI) cikal bakalnya dari Bukittingi,sebelum resmi menjadi MUI oleh pemerintah. Idee pembentukan MUI dibawa Hamka dari Bukittingi MUI Sumbar menjadi pionir lahirnya MUI pusat. Sumbar sudah memiliki majelis ulama yang independen pada 1968, sementara MUI lahir pada 1975.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat (Sumbar) berdiri jauh sebelum terbentuknya MUI pusat. MUI Sumbar bahkan menjadi pionir lahirnya MUI pusat. Sumbar sudah memiliki MUI (dulu hanya Majelis Ulama) sendiri yang independen pada 27 Mei 1968, sementara MUI pusat terbentuk pada 26 Juli 1975 di Jakarta. Lahirnya Majelis Ulama Sumbar berawal dari musyawarah ulama Sumatera Barat di Masjid Jamik Birugo, Bukittinggi dari tanggal 16 sampai 27 Mei 1968.
Peserta musyawarah sepakat menjadikan Mansoer Datuak Palimo Kayo atau akrab disapa Buya Mansoer sebagai Ketua Majelis Ulama Sumbar pertama.Buya Mansoer hampir sepantaran dengan Buya Hamka. Buya Mansoer yang lahir pada 1905 hanya lebih tua tiga tahun dari Buya Hamka yang lahir pada 1908. Keduanya sama-sama seorang ulama terkenal asal Sumbar.
Suatu waktu pada tahun 1970, Buya Hamka bertamu ke rumah Buya Mansoer di Jambu Air, dekat Masjid Raya Birugo. Dalam perbincangan dengan Buya Mansoer, Buya Hamka mengatakan hendak membawa ide pendirian Majelis Ulama yang ada di Sumbar ke tingkat nasional. Buya Hamka juga meminta Buya Mansoer untuk tinggal di pusat (Jakarta) mengurus MUI.
Buya Mansoer dengan senang hati mempersilakan keinginan Buya Hamka membentuk MUI pusat. Namun, menurut Buya Mansoer, cukup Buya Hamka saja yang mengurusnya. Kemudian l 26 Juli sampai 2 Agustus 1975, berlangsung musyawarah ulama se-Indonesia membahas pembentukan MUI di Jakarta. Hasilnya, Buya Hamka terpilih secara aklamasi sebagai Ketua MUI pertama. Setelah MUI terbentuk, Buya Hamka datang ke Bukitinggi. Majelis Ulama Sumbar yang sudah ada, dalam suatu pertemuan yang dipandu Buya Hamka, langsung diintegrasikan di bawah MUI.
Selain Bukittinggi sebagai kota cikal bakal kelahiran MUI, Ada program MUI Bukittingi yang bagus yaitu anak jalanan yang berkeliaran di kawasan Bukittingi dipesantrenkan tempi satu minggu. Tujuannya agar anak pesantren itu tertib dan mengetahui etika dan adat,sehingga tidak menganggu kenyamanan warga dan wisatawan.
Pengurus MUI Binjai di MUI Bukittingi juga memperoleh pelajran tentang ekonomi syariah. Hal tersebut wajar dijajaki secara detail,apakah bisa dilakukan diKota Binjai. Seperti ditegaskan Ketua MUI Bukittingi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bukittinggi mendukung hadirnya program Tabungan Utsman yang merupakan kerjasama antara Pemerintah Kota Bukittinggi dengan PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Jam Gadang Perseroda Bukittinggi.
Ketua MUI Bukittinggi DR.Aidil Alvin mengatakan Tabungan Utsman ini menjadi inovasi dalam peningkatan perekonomian masyarakat terutama terhadap pelaku UMKM dan pedagang kecil sehingga mampu menjawab persoalan keberadaan rentenir di lapangan yang perkembangannya luar biasa. Dikatakan, konsep kesyariahan ketika berurusan dengan perbankan itu penting menjadi perhatian.
“dalam pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tabungan Utsman yang dilaunching dengan kerjasama Pemda dan BPRS Jam Gadang merupakan sebuah gebrakan baru dalam meningkatkan ekonomi UMKM berdasarkan prinsip syariah, MUI tentu sangat mengapresiasi sehubungan dengan karena yang menjadi objeknya adalah UMKM, pedagang – pedagang kecil, produk ini bisa salah satu solusi untuk melawan rentenir di yang berkembang sekarang ini yang luar biasa perkembangannya. Jadi, secara substantif memang MUI ini mendukung program Tabungan Utsman, apalagi konsep kesyariahannya penting juga untuk diperhatikan, “ ujarnya
Ketika adanya sejumlah pihak mempertanyakan tentang Tabungan Utsman atau Pinjaman Utsman terhadap program tersebut, pasalnya pelaku UMKM atau Pedagang diberikan dana pinjaman diawal kemudian baru membayarnya secara waktu tertentu. Aidil Alvin menyebutkan pihaknya minta masyarakat paham bahwa ada akad Murabahah yang diberikan kepada nasabah kemudian Tabungan Utsman dipergunakan untuk menampung pembayaran pinjaman tersebut, sehingga tidak tertutup kemungkinan nasabah membayar pinjaman sekaligus menabung di BPRS Jam Gadang melalui Tabungan Utsman.
Tabungan Utsman ini hanya membayar pokoknya saja, dari Murabahah itu sementara margin ditanggung 100 persen oleh pihak pemda dan kita sudah memperhatikan dan menyimak akad-akad yang dilaksanakannya sudah sesuai dengan prinsip syariah,
Tabungan Utsman mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat agar tidak dirugikan oleh ulah para rentenir. jika di tahun 2022 ini dapat difasilitasi dan diakomodir sebanyak 2.000 pedagang atau pelaku UMKM yang tercatat sebagai warga Kota Bukittinggi dibuktikan kelengkapan dokumentasinya maka di tahun berikutnya tentu optimis akan berlanjut dan berkembang secara kuantitas dan kualitasnya.Hal ini perlu kajian, sebab ada perbedaan masyarakat di Bukittingi dengan daerah seperti kota Binjai. Tetapi prinsip ekonomi syariah yang di luncurkan di kota Bukittingi . Dan kerja sama Pemko dengan BPRS Jam Gadang ketua dwqansyariahnya ditetapkan Ketua MUI Bukittingi.