Memanfaatkan Medsos untuk Cegah Radikalisme

34
foto :istimewa
Ilustrasi-Ist

Oleh : Alif Fikri
Media sosial digunakan untuk banyak hal, salah satunya guna mencegah radikalisme. Jangan sampai terorisme dan radikalisme menggila dan menghancurkan Indonesia. Oleh karena itu masyarakat dihimbau untuk memanfaatkan media sosial dan menyebarkan konten positif serta melawan hoaks yang disebarkan oleh kelompok radikal.

Masyarakat Indonesia adalah pengguna internet yang rajin karena tiap hari membuka media sosial (medsos) seperti Twitter dan Instagram. Medsos rajin dipantau karena banyak yang ingin eksis dan menjadi selebgram. Menggunakan medsos memang seru karena netizen bisa berinteraksi dengan netizen lain di seluruh belahan dunia.
Namun sayangnya banyak yang memanfaatkan medsos hanya untuk tiktokan atau mengikuti berita gosip artis terbaru. Padahal medsos bisa digunakan untuk manfaat lain, misalnya untuk berjualan, juga mencegah radikalisme.

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Merdeka Malang, Nawang Warsi, menyatakan bahwa media sosial dapat menangkal radikalisme dan mengajak kepada kebaikan. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga pernah menyebut bahwa medsos bisa menangkal radikalisme, dan menangkal hoaks, propaganda, dan ujaran kebencian bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).

Media sosial dapat membuka peluang bagi siapapun untuk melakukan segala aktivitas melalui media digital, termasuk berbuat baik. Masyarakat bisa mencegah radikalisme di media sosial. Penyebabnya karena belakangan marak berbagai konten radikal dan teroris di internet dan berbagai platform media sosial.

Konten-konten radikal tentu meresahkan karena bisa mempengaruhi masyarakat, misalnya postingan tentang pemerintah yang pro negara komunis karena mendatangkan vaksin dari sana. Corona juga dituduh sebagai penyakit bualan karena berasal dari sana. Mereka juga mengaja untuk membangun negara khilafah dan menghina pemerintah yang dianggap sekuler.

Padahal produsen vaksin pertama memang ada di sana, dan kerja samanya hanya untuk urusan vaksin, mengatasi corona, dan hubungan bisnis. Tidak ada hubungan antara ideologi antar negara dan mereka tidak pernah mempengaruhi Indonesia, karena memiliki aliran politik yang berbeda. Indonesia tetap negara demokrasi dan tidak bisa diganti dengan ideologi lain semudah itu.

Untuk menghalau konten seperti ini maka masyarakat wajib memanfaatkan akun medsosnya. Pertama, ketika ada postingan berbau radikal dan teroris, langsung saja dilaporkan agar bisa ditinjau ulang oleh pengelola media sosial. Ketika terbukti radikal maka akunnya bisa diblokir selamanya. Masyarakat juga bisa melaporkan akun tersebut ke polisi siber yang bertugas di internet.

Kedua, masyarakat bisa mencegah radikalisme dengan membuat konten-konten bernuansa kebangsaan dan nasionalisme. Misalnya foto pahlawan nasional atau motivasi yang diambil dari kata-kata mutiara dari para pendiri bangsa. Dengan cara ini maka akan ada lebih banyak netizen yang cinta Indonesia dan berusaha menjaga persatuan, dan tidak akan terbujuk oleh kelompok radikal.

Kelompok radikal memang harus dilawan karena mereka mengganas di media sosial dan berusaha mencari kader-kader baru, terutama dari kalangan anak muda. Jangan sampai ada anak muda yang dicuci otaknya oleh kelompok radikal dan membuat hidupnya jadi berantakan. Indonesia harus bebas dari radikalisme dan terorisme agar selalu damai.

Sementara itu, Dr. Jaenullah, pengajar di IAIN NU Bandar Lampung, menyatakan bahwa alangkah sayangnya kebebasan di Indonesia yang tidak disertakan dengan pengetahuan akan jadi lahan subur bagi kelompok radikal. Dalam artian, Indonesia adalah negara demokrasi tetapi jangan sampai keterlaluan bebasnya menjadi liberal. Sejak era reformasi dan ada kebabasan perpendapat, maka wajib ada rem agar tidak kelewatan.

Kebebasan di Indonesia jangan sampai disalahgunakan oleh kelompok radikal, karena mereka begitu mudahnya untuk membuat akun media sosial dan mengajak banyak orang untuk pro radikalisme dan terorisme. Oleh karena itu masyarakat harus waspada dan segera melapor jika ada konten yang bernuansa radikalisme dan terorisme.

Dr. Jaenullah melanjutkan, radikalisme menyebarkan informasi sesat di media sosial dan juga propaganda. Mereka menyebarkan sistem adu domba dan menyebarkan hoaks bernuansa penghasutan, kebencian, permusuhan, dan ajakan kekerasan. Jadi harus ada pencegahan yang serius agar tidak merajalela.

Pemerintah tentu tidak bisa memantau satu-persatu akun mana yang menyebarkan hoaks dan propaganda, yang berisi radikalisme dan terorisme. Oleh karena itu masyarakat bisa membantu pemerintah untuk memberantas radikalisme, agar ajaran sesat ini tidak meracuni pikiran seluruh warga negara Indonesia.

Cara untuk menghalau radikalisme adalah dengan mengajarkan banyak orang tentang literasi digital. Mereka paham bagaimana bisa membedakan antara mana berita asli dan mana yang hoaks dan propaganda. Jika banyak orang yang memiliki kemampuan literasi digital, mereka tidak akan termakan oleh hasutan kelompok radikal dan tak akan emosi hanya gara-gara sebuah konten, yang ternyata hoaks.

Masyarakat bisa memanfaatkan media sosial untuk mencegah radikalisme dan terorisme. Caranya dengan langsung melaporkan jika ada konten berbau radikal, ke polisi siber, dan mereka akan langsung menindaknya. Literasi digital juga terus disosialisasikan agar tidak ada yang termakan hoaks dan poropaganda yang disebar oleh kelompok radikal dan teroris.

Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute