Oleh : Putri Dewi Nathania
Jelang Pemilu 2024, aturan-aturan kembali ditegakkan, terutama untuk ASN (aparatur sipil negara). Para ASN wajib menjaga kondusivitas Pemilu dengan cara bersikap netral. Mereka dilarang keras untuk kampanye terang-terangan dan mendukung capres atau caleg tertentu sebagaimana Undang-Undang yang berlaku
Pemilu 2024 sudah didepan mata. Gelaran 5 tahunan ini sangat dinantikan masyarakat karena antusias mencari pemimpin selanjutnya yang diharapkan mampu melanjutkan program kerja nasional. Pemilu disambut dengan gegap-gempita dan rakyat menunggu masa kampanye agar bisa mendukung capres dan caleg pilihannya secara terang-terangan.
Akan tetapi saat masa kampanye, masa pemilihan, sampai pasca pencoblosan, tak semua lapisan masyarakat boleh terang-terangan menunjukkan dukungan ke partai atau caleg favoritnya. Penyebabnya karena mereka yang berprofesi sebagai ASN diwajibkan untuk netral saat Pemilu, dan dilarang keras untuk melakukan pelanggaran.
Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin menyatakan bahwa aparatur sipil negara (ASN) untuk menjaga netralitas dan integritas dalam proses tahapan menuju Pemilu 2024. Beliau juga menyerukan kepada seluruh ASN agar ikut memelihara suasana kondusif diwilayahnya masing-masing.
Wapres melanjutkan, sebagai abdi negara, wajib untuk jaga netralitas dan integritas demi keberhasilan dan kesuksesan Pemilu 2024. Dalam artian, netralitas bagi ASN di seluruh Indonesia adalah kewajiban dan tidak bisa diganggu-gugat. Para ASN harus netral dan ketika mereka melanggar, akan dikenai sanksi sesuai dengan jenis pelanggarannya.
Menurut UU Nomor 5 Pasal 14 (UU ASN), abdi negara dilarang keras untuk melakukan kampanye dimedia sosial. Mereka juga tidak boleh untuk mengunggah foto atau berita dukungan terhadap capres atau caleg tertentu. Bahkan saat ada konten mengenai capres atau caleg tertentu juga tidak boleh diberi komentar atau diberi ‘like’.
Para ASN juga tidak boleh berfoto bersama caleg atau capres dan mengunggahnya ke media sosial. Mereka juga dilarang keras untuk bergabung ke dalam partai politik, baik jadi anggota, pengurus, atau sekadar simpatisan. ASN juga dilarang jadi pembicara di acara yang berbau politik.
Kemudian, para ASN juga dilarang untuk mencalonkan diri jadi pejabat, caleg, capres, atau wapres. Jika mereka ngotot ingin mencalonkan diri, maka harus mundur dari jabatannya. Konsekuensinya, mereka akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
ASN harus netral karena akan menjaga kondusivitas Pemilu 2024. Jumlah ASN ada 4,3 juta orang. Dengan jumlah yang besar maka wajar ketika ASN harus menjaga netralitasnya.
Bayangkan jika ASN tidak netral dan diperbolehkan masuk ke gelanggang politik. Maka keluarga, tetangga, teman-teman, dan saudaranya akan mendukung partai, capres, wapres, atau caleg yang dikampanyekan olehnya. Apalagi ditengah masyarakat, profesi ASN sangat terhormat, sehingga mereka memiliki pengaruh yang cukup besar.
Jika ASN tidak netral maka akan merugikan karena masyarakat akan cenderung memilih partai, capres, atau caleg berdasarkan pengaruh ASN. Rakyat tidak mencoblos berdasarkan hati nuraninya sendiri. Namun mereka memilih politisi berdasarkan balas budi terhadap ASN yang pernah menolongnya, atau merasa sungkan ketika pilihannya berbeda dengan ASN tersebut.
Oleh karena itu wajar jika ASN wajib untuk menjaga netralitasnya. Meski aturan ini baru ada sejak orde reformasi, tetapi harus ditaati.
ASN zaman sekarang bukan seperti dulu, yang ‘asal bapak senang’ dan bisa disetir demi kepentingan politik pihak tertentu.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyatakan bahwa netralitas ASN dalam Pemilu 2024 sangat penting. Praktik netralitas ini kata Mahfud dalam menjadi virus yang baik bagi penyelenggaran Pemerintahan baik di pusat maupun daerah. Netralitas menjadi sumber sel yang memperbaiki lingkungan kerja masing-masing di pemerintahan.
Dalam artian, netralitas ASN akan berpengaruh positif pada Pemilu 2024. ASN yang netral akan merahasiakan siapa capres dan caleg yang dipilihnya, karena ia menaati aturan pada UU ASN. Dengan menjaga netralitas maka ia bisa menjaga suasana agar Pemilu tetap damai.
Ketika ASN bersikap netral maka masyarakat yang berprofesi lain akan memilih capres dan caleg pilihannya sendiri. Mereka tidak terpengaruh akan pilihan sang ASN karena memang dirahasiakan. Para ASN menjaga azas Pemilu yakni LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia).
Meski ASN harus netral bukan berarti mereka tidak boleh mencoblos saat Pemilu. Mereka tetap diberi hak pilih, karena merupakan hak tiap WNI yang berusia di atas 17 tahun. Hal ini wajib diluruskan karena netralitas bukan berarti kehilangan hak pilihnya.
Para ASN harus menjaga netralitas dan menahan diri, terutama ketika masa kampanye dimulai. ASN tidak boleh berkampanye terang-terangan, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Bahkan untuk sekadar berkomentar dan memberi ‘like’ pada konten kampanye caleg atau capres tertentu juga tidak diperbolehkan. Para ASN menaati aturan dan menjaga netralitas, agar Pemilu 2024 tetap kondusif.
Penulis adalah kontributor Lembaga Media Perkasa