Pemerintah Genjot Investasi Baterai Mobil Listrik

97
foto :istimewa
Ilustrasi-Ist

Oleh : Abdul Razak

Transformasi energi ternyata menjadi fokus tersendiri bagi pemerintah, apalagi pemerintah juga serius dalam menjalin investasi di sektor industri sel baterai mobil listrik. Hal ini tampak pada kerjasama yang dijalin oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Investasi dengan Konsorsium Hyundai, di mana kerja sama tersebut telah membuka jalan bagi pengembangan sel baterai kendaraan listrik di Indonesia.

Kementerian BUMN juga mengumumkan pembentukan perusahaan baterai yang bernama PT. Industri Baterai Indonesia (IBI). Holding IBI terdiri dari Mining Industri Indonesia (Mind ID), PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), PT Aneka Tambang Tbk. (Antam), PT Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Selain kerja sama dengan Konsorsium Hyundai, pembentukan perusahaan ini juga melibatkan Korporasi KIA, Mobis Hyundai dan LG Energy Solution.

Kolaborasi ini bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat pengembangan ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai. Oleh karena itu, IBI harus bisa memproduksi baterai secara kompetitif untuk memenuhi kebutuhan Indonesia serta dapat mengekspor sel baterai ke luar negeri.

Masing-masing BUMN yang terlibat dalam holding IBI memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing. Mind ID dan Antam akan berperan dalam penambangan dan pengolahan mineral mentah. Sedangkan PLN dan PT Pertamina akan bertanggung jawab atas pembuatan sel baterai dan kemasan baterai, serta pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia.

Rencananya IBI akan memiliki kapasitas produksi sebesar 140 gigawatt hour (GWh). Diperkirakan bahwa 50 GWh sel baterai yang diproduksi IBI akan diekspor ke luar negeri. Kemudian, sisanya akan digunakan industri baterai di Indonesia untuk memproduksi mobil listrik. Setelah dibangun, perusahaan ini diprediksi dapat mempekerjakan sekitar 1.000 orang.

Wakil Menteri BUMN, Pahala Nugraha Mansury menyatakan bahwa kolaborasi ini tidak hanya akan menghasilkan pabrik. Tetapi juga menjadikan IBI sebagai industrii sel baterai yang terintegrasi. Kelak Indonesia akan memiliki fasilitas tambang, seperti pelebuuran, produksi prekursor, baterai, membangun penstabil penyimpanan energi, serta fasilitas daur ulang.

Sebelumnya, pemerintah sempat melakukan kunjungan ke SpaceX, untuk menemui Elon Musk. Di pertemuan pertama, pemerintah diwakili oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan. Pada kunjungan kedua barulah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang datang langsung untuk bertemu dengan Elon Musk.

Kunjungan Presiden Jokowi ke SpaceX untuk meyakinkan Tesla dalam penjajakan kerja sama dengan Indonesi terkait penyediaan dan pemrosesan nikel sebagai bahan baku baterai listrik. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi, bahwa akan ada investasi dari Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia.

Rasa optimisme terkait dengan pengembangan industri sel baterai kendaraan listrik rupanya ada di dalam diri Jokowi, yang meyakini bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam industri ini. Presiden Jokowi juga optimis, bahwa Indonesia akan menjadi produsen utama produk-produk barang yang berbasis nikel seperti lithium battery, baterai listrik dan baterai kendaraan listrik. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah secara bertahap telah menyetop ekspor bahan mentah sumber daya alam. Misalnya seperti langah menghentikan bahan mentah biji nikel sejak tahun 2020 silam.

Perlu diketahui bahwa Indonesia telah dikenal sebagai produsen nikel terbesar dunia. Pencapaian ini didapatkan pada tahun 2018 setelah menyalip Filiphina. Tercatat ekspor nikel Indonesia pada tahun 2019 mencapai 17 miliar dolar AS atau 37,2 persen dari nilai ekspor dunia. Pada tahun yang sama, Indonesia berhasil memproduksi 29,6% dari total produksi biji nikel dunia.

Indonesia memiliki cadangan biji nikel terbesar di dunia dengan porsi 23,7% dari seluruh cadangan dunia, sehingga mampu memproduksi biji nikel dalam jumlah besar secara berkelanjutan. Selain itu, Indonesia juga memiliki cadangan kobalt yang besar. Kobalt merupakan salah satu bahan utama yang diperlukan untuk membuat baterai. Cadangan nikel dan kobalt yang besar akan mempengaruhi produksi baterai, dikarenakan komponen kobalt dan nikel mencakup kurang lebih 90% dari total komponen baterai.

Dalam hal ini, Indonesia memiliki kemudahan dalam mendapatkan bahan baku untuk memproduksi baterai di Indonesia. Selain bahan baku, biaya produksi juga merupakan salah satu hal yang penting diperhatikan saat berinvestasi, sebab biaya produksi yang terlalu tinggi justru dapat menjadi beban tersendiri bagi perusahaan.

Dengan kekayaan alam Indonesia yang ada, tentu sangat memungkinkan bahwa nantinya Indonesia akan menjual mobil listrik dengan harga yang lebih kompetitif. Dengan demikian, mobil listrik akan dapat diakses oleh lebih banyak kalangan di Indonesia.

Pemerintah tidak main-main dalam hal investasi baterai untuk kendaraan khususnya kendaraan listrik, hal ini sudah menjadi fokus pemerintah demi melakukan transformasi bahan bakar.

Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute