Oleh : Savira Ayu
Penyesuaian harga BBM membuat harga-harga di pasar mengalami perubahan. Namun pemerintah memiliki strategi jitu agar keadaan ini tidak memburuk dan menjadi inflasi parah. Salah satunya dengan pemberian BLT BBM sebagai bantalan sosial, sehingga masyarakat masih bisa belanja dengan menggunakan uang bantuan tersebut.
Dunia terancam resesi karena efek pandemi selama lebih dari 2 tahun, dan ditambah dengan kenaikan harga minyak mentah. Keadaan ini tentu mengerikan, dan bisa memicu inflasi berkepanjangan. Pemerintah ingin agar keadaan ekonomi Indonesia tetap stabil dan tidak jatuh ke dalam jurang resesi dan terjadi inflasi yang parah, seperti negara-negara lain.
Inflasi adalah keadaan ketika harga barang dan jasa naik terus-menerus dalam jangka waktu tertentu. Ketika harga BBM terpaksa disesuaikan (karena harga minyak mentah dunia juga mengalami perubahan), maka ada ancaman inflasi. Namun pemerintah bersiap-siap untuk mengendalikan perekonomian dan menghindari inflasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah meredam gejolak inflasi dan scarring effect alias efek luka pasca pandemi, dengan beberapa strategi. Pertama dengan menyehatkan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), kedua dengan menyehatkan masyarakat, dan perekonomian. Diharap dengan strategi ini maka Indonesia terhindar dari inflasi parah dan tidak kena resesi seperti yang terjadi di negara-negara Eropa.
Dalam artian, pemerintah menyehatkan APBN karena merupakan anggaran negara yang harus dipatuhi selama setahun. APBN tidak boleh merugi karena akan berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Setelah dikalkulasi maka ada potensi kerugian APBN sebesar 500 triliun rupiah karena harga minyak dunia naik drastis, dari 65 ke 100 dollar Amerika per barrelnya.
Oleh karena itu pemerintah terpaksa mengambil jalan penyelamatan dengan mengurangi subsidi BBM, sehingga harga Pertalite dan Solar disesuaikan. Dengan cara ini maka APBN kembali seimbang dan tidak mengalami kerugian besar. Pemerintah Indonesia tidak akan menambah hutang negara karena kurangnya dana APBN.
Penyesuaian harga BBM tentu membawa gejolak di masyarakat dan jika tidak tertangani, akan mengakibatkan inflasi. Penyebabnya karena harga barang-barang juga mengalami perubahan. Namun pemerintah tidak tinggal diam dan memberikan BLT BBM ke rakyat kecil yang terdampak efek perubahan harga bensin.
BLT BBM diberikan ke lebih dari 20 juta rakyat yang membutuhkan. Mereka mendapatkan uang sebesar Rp. 600.000, dan bisa mengantri di Kantor Pos. Penyaluran BLT BBM dilakukan sejak awal bulan September 2022.
BLT BBM diberikan sebagai bantalan sosial, sehingga rakyat kecil tidak terlalu terdampak oleh penyesuaian harga BBM. Mereka tidak mengalami inflasi karena masih bisa membeli beras dan kebutuhan lain, dan menggunakan dana BLT tersebut. Masyarakat merasa senang karena merasa diperhatikan oleh pemerintah.
Pengendalian laju inflasi oleh BLT BBM sangat penting, karena di kala harga barang-barang naik, rakyat kecil tidak mampu membelinya, atau terpaksa berhutang sekadar untuk membeli beras. Namun ketika ada dana BLT, mereka bisa belanja dengan tenang. Inflasi parah tidak akan terjadi karena situasi di pasar makin aman.
Inflasi harus dihindari karena bisa menyebabkan kekacauan di perekonomian Indonesia. Jangan sampai terjadi lagi krisis ekonomi seperti tahun 1998, di mana harga-harga meroket dan ada PHK massal. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan jurus agar tidak terjadi inflasi dan resesi, salah satunya dengan pemberian BLT BBM.
Kemudian, BLT BBM juga mampu meningkatkan daya beli masyarakat sehingga menjalankan roda perekonomian dengan lancar. Jika daya beli turun, bahkan mati, sangat berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu pemerintah memberi stimulus dengan BLT BBM, demi kesejahteraan rakyat dan keamanan finansial negara.
Pakar Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Arin Setyowati menyatakan bahwa inflasi bisa meningkatkan kemiskinan di Indonesia dan berpotensi menghambat laju perekonomian di negeri ini. Oleh karena itu, inflasi dihindari dengan cara kebijakan fiskal, moneter, menstabilkan pendapatan masyarakat (tingkat upah), memudahkan masuknya barang-barang impor, dan meningkatkan hasil produksi.
Kebijakan fiskal tahun 2022 yang diambil oleh pemerintah berfokus pada pemulihan ekonomi. Pertama dengan insentif pajak. PPN (pajak pertambahan nilai) tidak dipungut dan PPH pasal 22 dibebaskan. Dengan intensif pajak maka wajib pajak tetap mematuhi kewajibannya tanpa merasa keberatan, karena diberi bantuan oleh pemerintah.
Pemerintah juga mempermudah masuknya barang-barang impor dengan melalui jalur hijau. Pemeriksaan fisik barang impor tidak dilakukan, hanya pemeriksaan dokumen. Dengan cara ini maka tidak akan makan waktu lama dan para importir bisa berbisnis dengan lancar. Laju inflasi juga terkendali karena perekonomian Indonesia dan laju impor serta ekspor aman.
Pemerintah berusaha mengendalikan inflasi akibat penyesuaian harga BBM. Tidak bisa dipungkiri, harga barang-barang di pasar mengalami perubahan. Namun masih dalam taraf yang wajar dan tidak mencekik rakyat kecil. Mereka masih tetap bisa belanja dengan lancar karena diberi BLT BBM oleh pemerintah.
Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute