Jakarta-Intipnews.com: Beredarnya potongan video pidato Presiden Jokowi berbahasa Mandarin di media sosial sempat membuat geger publik. Pasalnya, dalam video tersebut Presiden Jokowi terdengar sangat fasih berbahasa Mandarin.
Pengamat sekaligus Komunikolog Emrus Sihombing (Foto-Ist) turut menanggapi soal video tersebut.
“Saya mendapat dua link sosial media. Yang tampaknya pidato Presiden dalam suatu pertemuan bisnis atau ekonomi. Satu disampaikan dalam bahasa Inggris, dan satu dalam bahasa Mandarin,” ungkap Emrus,Kamis (26/10).
Menurutnya, video kenegaraan yang ditampilkan seharusnya tetap menggunakan bahasa aslinya (bahasa Inggris) yang disertai dengan teks terjemahan.
Ia menilai beredarnya video itu bisa menimbulkan multitafsir dan membahayakan persatuan bangsa.
“Seolah-olah Bapak Jokowi adalah bagian daripada kekuatan kepentingan ekonomi China atau Tiongkok,” lanjutnya.
Oleh karena itu, lanjut Emrus, video yang disampaikan dalam bahasa Mandarin seperti itu harus segera di-take down oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Atau paling tidak, Kementerian Kominfo harus secara masif menjelaskan ke ruang publik tentang video pidato Presiden berbahasa Mandarin tersebut.
Lebih lanjut, Emrus menyebut pihak yang membuat video tersebut mempunyai kepentingan atau motif tertentu.
“Orang yang membuat teks itu dalam bentuk lisan dalam bahasa Mandarin, saya kira dia punya kepentingan dan motif tertentu,” ujarnya.
Untuk diketahui, berdasarkan hasil penelusuran, potongan video pidato Presiden Jokowi yang fasih berbahasa Mandarin merupakan video palsu yang diduga menggunakan metode Artificial Intelligence (AI).
Video itu adalah hasil manipulasi dengan mengambil rekaman video pidato Presiden Jokowi saat Gala Dinner USINDO, US Chamber, dan USABC di Amerika Serikat pada tahun 2015. Rekaman asli tersebut sebelumnya telah diunggah di platform YouTube pada tautan https://youtu.be/6G604qxWaNQ?si=coW08xmXyMw5fTFC.
Sebelumnya, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi menyebut bahwa penggunaan AI berpotensi mengganggu jalannya Pemilu 2024. Teknologi tersebut dapat membuat konflik sendiri selama pesta demokrasi.
“Di Pemilu orang bisa berantem karena kecerdasan buatan. Suara, muka kamu digambar, difitnah, berantem nggak? Padahal hasil kecerdasan buatan,” katanya.
Karena itu, tambahnya, penting untuk memahami potensi risiko dan dampak dari penggunaan AI dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk menjelang Pemilu 2024.Itp.r