Oleh: Bagas Dirgantara
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 akan diselenggarakan di Bali, Indonesia. Rangkaian pertemuan G20 telah dimulai sejak 1 Desember 2021 dan berpuncak pada 15-16 November 2022 mendatang. Agenda prioritas dari Presidensi G20 Indonesia 2022 yaitu Finance Track dan Sherpa Track.
Finance Track merupakan pembahasan mengenai isu ekonomi serta keuangan secara global, sedangkan Sherpa Track merupakan pembahasan terkait isu yang lebih luas seperti perubahan iklim, perdagangan, pangan dan energi, geopolitik, dan isu penting lainnya.
Menteri Luar Negeri, Dra. Retno Lestari Priansari Marsudi, LL.M. menyatakan Indonesia menjadi pemimpin aksi resolusi global yang mengedepankan kolaborasi antar negara dengan paradigma win-win solution di mana Presidensi G20 Indonesia 2022 dituntut untuk saling mendukung dalam mencari solusi atas krisis global yang terjadi serta tumbuh menjadi lebih kuat dan berkelanjutan.
Jokowi dalam pernyataannya diBUMN Startup Day mengatakan bahwa tahun ini merupakan tahun yg berat bahkan tahun depan, tahun 2023 pun akan menjadi tahun yang gelap gulita dan sulit. Kita tidak akan pernah tahu besarnya badai seperti apa dan sekuat apa, karena tidak bisa dikalkulasi.
Maka dari itu, fokus kita saat ini adalah bagaimana mendorong pemulihan ekonomi pasca Pandemi Covid19 dan sebagai sarana memimpin kolaborasi antar negara melalui Presidensi G20 Indonesia 2022.
Efek domino dari kehancuran ekonomi global ini berawal dari Pandemi Covid19 di mana terhambatnya laju perputaran uang di seluruh dunia yang mengakibatkan ekonomi suatu negara tidak berjalan semestinya dan berlanjut pada lebih dari 90% negara di dunia mengalami inflasi pangan di atas 5%. Harga komoditas terutama pangan dan energi melonjak tajam hingga mencekik masyarakat. Kenaikan harga pangan tersebut nantinya akan mempengaruhi harga bahan baku ditingkat industri yang otomatis harga jual ke konsumen ikut meroket. Untuk menjaga dari inflasi, negara yang terdampak menaikkan suku bunga dalam beberapa tahun ke depan.
Kondisi ini diperparah dengan adanya invasi Rusia-Ukraina yang mengakibatkan terjadinya krisis ketahanan pangan, harga energi yang tinggi dan fluktuatif, kebijakan perdagangan yang dibatasi, serta gangguan rantai pasokan. Hal tersebut dikarenakan kedua negara ini merupakan produsen utama komoditas dan juga energi dunia. Hampir seluruh negara didunia bergantung pada Fossil Fuels milik Rusia untuk memenuhi kebutuhan energi dan kelistrikan di masing-masing negaranya.
Dampak langsung yang dirasakan oleh Indonesia yaitu adanya ancaman resesi di tahun 2023. Resesi ekonomi itu sendiri merupakan hal yang menakutkan bagi semua negara didunia tak terkecuali Indonesia. Fenomena ini mempengaruhi beberapa sektor keuangan seperti pajak, investasi, bahkan kualitas hidup dan perekonomian masyarakat yang menjadi rendah. Resesi ini juga berdampak pada pengurangan beban gaji karyawan yang menyebabkan terjadinya PHK massal yang berujung pada meningkatnya angka pengangguran di Indonesia karena semakin sulit mencari pekerjaan.
Jika dilihat dari proyeksi pertumbuhan ekonomi skenario resesi, di tahun 2022 ekonomi global diprediksi akan bertumbuh sebesar 2,8% dan di tahun 2023 justru akan menurun hingga di bawah 1% yaitu 0,5%. Turunnya pertumbuhan ekonomi global di tahun 2023 sangat berdampak pada resesi yang akan terjadi di Indonesia tahun depan. Seperti yang dikatakan Presiden Jokowi, tahun 2023 Indonesia akan sangat gelap gulita dan mengalami kesulitan.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memimpin Pertemuan Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) G20 yang kembali digelar pada 12-13 Oktober 2022 di Washington DC, Amerika Serikat. Ini merupakan pertemuan terkahir sebelum KTT G20 pada 15-16 November di Bali, Indonesia.
Bank Dunia sudah memprediksi tahun 2023 dunia akan mengalami resesi. Pada pertemuan tersebut, Sri Mulyani mengingatkan bahwa ancaman krisis pangan global juga akan terus menghantui dunia hingga tahun 2023. Tiap negara harus menghadapi inflasi yang tinggi, lambatnya pertumbuhan ekonomi, kerawanan energi dan pangan, perubahan iklim, dan fragmentasi geopolitik.
Meskipun ikut terkena dampak, Indonesia menjadi salah satu negara yang tangguh dalam menstabilkan ekonomi di tengah krisis global. Core Inflation dan pertumbuhan ekonomi Indonesia salah satu yang terkuat dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara khususnya pada PDB Triwulan II tahun 2022. Kenaikan suku bunga di Indonesia per-Agustus 2022 juga kurang dari 5%, tepatnya 4,69%. Ke depannya, Indonesia akan terus menjaga APBN tetap sehat dan berkesinambungan untuk menghadapi tantangan resesi global.
Sri Mulyani Indrawati berharap adanya tindakan nyata yang disepakati bersama untuk mengatasi persoalan ekonomi global yang kompleks. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja melainkan harus adanya komitmen yang teguh dari setiap negara untuk bahu membahu menyelesaikan masalah ekonomi global yang paling mendesak. Sri Mulyani juga berharap Indonesia dapat dijadikan contoh bagi negara-negara lain dalam strategi kebijakan pemulihan ekonomi.
Sri Mulyani percaya bahwa Presidensi G20 Indonesia 2022 ini merupakan harapan baru yang dapat membantu dunia menavigasi gelombang krisis yang telah menghancurkan perekonomian hampir seluruh negara di dunia.
Penulis adalah Pengamat Ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI