Oleh : Bima Prakarsa
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) merupakan rancangan undang-undang yang disusun dengan tujuan untuk memperbaharui KUHP yang berasal dari Wetboek van Srafrecht voor Nederlandsch, serta untuk menyesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara saat ini. Pada dasarnya, RKUHP memberikan pedoman jelas dan sebagai beleid atau aturan yang tidak hanya memberikan ketegasan, namun juga keadilan penegakan hukum di Indonesia. Salah satunya adalah adanya alternatif sanksi bagi pelaku pelanggaran tindak pidana.
RKUHP disusun dengan tujuan untuk mengatur keseimbangan antara kepentingan umum atau negara atau kepentingan individu, antara perlindungan pelaku terhadap pelaku dan korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum dan keadilan, antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan nilai universal, serta antara hak dan kewajiban asasi manusia. Pemerintah serius dalam menyempurnakan beleid ini, dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam berbagai forum diskusi dan kegiatan sosialisasi. Langkah ini diyakini bukan hanya memberikan kepastian hukum yang konkret, namun juga membawa Indonesia menghasilkan hukum modern dan mencerminkan nilai luhur bangsa.
Anggota Komisi III DPR RI, Johan Budi S. Pribowo menegaskan pentingnya RKUHP untuk segera disahkan. Meski begitu, ia menilai masih perlunya dibuka kembali ruang bagi publik untuk memberikan masukan dalam pembahasan beleid yang akan menjadi panduan hukum pidana di Indonesia itu. Johan Budi menyebut, pembahasan RKUHP sudah lama dilakukan melalui mekanisme-mekanisme yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sementara itu, Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Albert Aries, S.H., M.H., meminta seluruh elemen bangsa termasuk masyarakat untuk terus terlibat memberikan masukan terhadap penyempurnaan beleid tersebut, sebelum disahkan menjadi Undang-Undang. Pihaknya juga optimistis dengan dibukanya komunikasi dan dialog publik, tidak hanya menguatkan, tapi yang paling penting masyarakat paham pasal perpasal dari RKUHP sebelum disahkan menjadi Undang-Undang.
Akademisi Universitas Indonesia, Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H., mengatakan masih banyak sejumlah pasal yang menjadi isu krusial dan perlu pembahasan agar menjadi lebih jelas. Isu tersebut di antaranya terkait hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law), pidana mati, penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, contempt of court berkaitan dengan dipublikasikan secara langsung tidak diperkenankan, advokat curang dapat berpotensi bias terhadap salah satu profesi penegak hukum saja yang diatur dan diusulkan untuk dihapus.
RKUHP sendiri merupakan carry over dari keputusan DPR RI 2014-2019 yang pembahasannya tinggal dilanjutkan dalam pembahasan di Tingkat II, yaitu persetujuan di Rapat Paripurna DPR. Berdasarkan keputusan carry over itu, Pemerintah diminta untuk menyosialisasikan kembali substansi dari RKUHP agar masyarakat memahami secara utuh perubahan dari RKUHP dan mengerti betapa pentingnya Indonesia harus memiliki produk hukum sendiri sesuai dengan perkembangan zaman saat ini.
Sosialisasi dilakukan melalui diskusi publik di berbagai daerah di mana kemudian dari hasilnya, Pemerintah melakukan reformulasi dan memberikan penjelasan terhadap pasal-pasal kontroversi dalam RKUHP.
Setelah tahapan sosialisasi tersebut, Pemerintah menyerahkan kembali draft RKUHP terbaru kepada DPR yang berisi penjelasan 14 poin krusial sebagai bagian dari penyempurnaan RKUHP.
Adapun 14 isu krusial yang dimaksud adalah pasal hukum yang hidup dalam masyarakat (Living Law); pidana mati; penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden; menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib; dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin; contempt of court atau mengatur tentang penghinaan terhadap proses peradilan; unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih.
Selain itu terdapat juga pasal mengenai advokat yang curang; penodaan agama; penganiayaan hewan; alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan; penggelandangan; pengguguran kandungan; perzinaan, kohabitasi, dan pemerkosaan. Johan Budi mengungkapkan, terdapat masukan dari Pemerintah dalam 14 isu krusial dalam draf RKUHP terbaru. Salah satunya penghapusan sejumlah pasal berdasarkan pertimbangan dari hasil diskusi publik.
RKUHP merupakan formula yang tepat untuk bangsa Indonesia pada umumnya untuk menata kedepan sistem penegakan hukum dan menjamin rasa keadilan masyarakat. RKUHP diyakini akan mampu mendorong penerapan hukum di Indonesia dengan kualitas yang lebih baik untuk masa yang akan datang. Pentingnya edukasi kepada masyarakat melalui sosialisasi, khususnya terhadap 14 isu krusial RKUHP harus semakin digiatkan agar publik dapat memahami substansinya secara lebih menyeluruh, hal ini dapat dilaksanakan Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM.
RKUHP diyakini sudah sangat sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia saat ini, modern dan tentu saja mengandung nilai-nilai ke-Indonesia-an. RKUHP memberikan pedoman jelas bagi penegakan hukum di Indonesia, yang menjunjung tinggi asas keadilan dan demokrasi.
Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute