Oleh: Andi Kurniawan
Pemerintah terus melakukan penyempurnaan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Keberadaan RKUHP tersebut juga diharapkan dapat mewujudkan paradigma hukum modern dan menggantikan KUHP eksisting yang merupakan produk hukum warisan kolonial.
Segala sesuatu pasti akan berubah, terutama di jalan sekarang ketika dunia menjadi serba digital sehingga membuat informasi menjadi sangat mudah dan banyak sekali tersedia untuk diakses. Maka tentu akan membawa perubahan bagi suatu masyarakat, tidak dipungkiri juga termasuk Indonesia.
Ketika dunia sosial mengalami perubahan sebegitu pesat dan cepatnya, seharusnya di dalamnya juga disertai dengan penyesuaian atau perubahan pula mengenai sistem hukum. Di jaman modern seperti sekarang ini, kebutuhan akan hukum sudah selayaknya mengalami adaptasi untuk mengikuti bagaimana masyarakat berjalan.
Pasalnya, ketika sistem hukum yang tersedia dan diberlakukan tersebut ternyata sama sekali tidak relevan dengan perubahan kebutuhan jaman modern, maka tentu untuk dilaksanakan akan menjadi sangat memaksakan, dan juga justru tujuan utama dari pemberlakuan sistem hukum untuk menegakkan keadilan juga akan patut dipertanyakan.
Ketika suatu sistem hukum yang berlaku sudah sangat tidak relevan, seperti halnya pemakaian KUHP lama di Indonesia, yang merupakan peninggalan jaman penjajahan Belanda, di dalamnya banyak hal-hal sudah sudah sangat kurang relevan apabila dihadapkan dengan realitas dunia sosial di jaman modern seperti sekarang ini. Sehingga bukan hanya sekedar akan sulit untuk menegakkan keadilan, namun juga akan berpotensi menimbulkan banyak penafsiran yang beragam.
Padahal sejauh ini Indonesia terus dikenalkan merupakan negara hukum, yang mana berarti keberadaan sistem hukum menjadi sangatlah krusial karena akan berpengaruh pada segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Sehingga semua itu, bahkan termasuk bagaimana jalannya pemerintahan pun harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Namun, justru ketika hendak benar-benar mewujudkan negara hukum yang sangat ideal dan sesuai dengan landasan ideologi Tanah Air, yakni Pancasila, nyatanya memiliki beberapa tantangan yang harus bisa diselesaikan. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Eddy Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa sistem hukum nasional harus harmonis, sinergi, komprehensif, dan dinamis, melalui upaya pembangunan hukum.
Maka dari itu, Pemerintah saat ini terus berupaya untuk mencapai tujuan tersebut, yakni dengan adanya proses pembangunan hukum yang saat ini sedang dilaksanakan khususnya di bidang hukum pidana adalah dengan melakukan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Eddy menambahkan bahwa RUU KUHP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda. Penggantian produk hukum KUHP lama peninggalan Belanda itu menjadi tak kalah pentingnya karena demi menciptakan relevansi untuk disesuaikan dengan perubahan jaman terkini.
Pasalnya, apabila dengan dinamika masyarakat yang terus berkembang, namun sama sekali tidak disertai dengan perkembangan hukum pidana, maka tentu akan membuat Indonesia tidak segera memiliki kedaulatan dalam pengaturan sistem hukum otentiknya sendiri. Untuk itu, pembaruan dan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana perlu segera dilakukan.
Selain rekodifikasi yang mencakup konsolidasi serta sinkronisasi peraturan hukum pidana, pembaruan RUU KUHP juga diarahkan sebagai upaya harmonisasi, yaitu dengan menyesuaikan KUHP terhadap perkembangan hukum pidana yang bersifat universal dan upaya modernisasi, yaitu dengan mengubah filosofi pembalasan klasik yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata, menjadi filosofi integratif yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku, dan korban kejahatan.
Wamenkumham Eddy menjelaskan bahwa Adanya RUU KUHP ini dapat menghasilkan hukum pidana nasional dengan paradigma modern, tidak lagi berdasarkan keadilan retributif, tetapi berorientasi pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Bagaimana tidak, pasalnya paradigma hukum yang terus berorientasi pada keadilan yang retributif tentunya akan sangat sulit apabila dipaksakan dilakukan di jaman modern.
Upaya pemerintah dalam melakukan relevansi sistem hukum agar sesuai dengan kehidupan modern masyarakat harus diapresiasi dengan setinggi mungkin, terlebih dengan terus membuka ruang diskusi dengan berbagai elemen masyarakat untuk menghimpun masukan, menyamakan persepsi, dan sebagai pertanggungjawaban proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara transparan serta melibatkan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Prof Benny Riyanto menuturkan bahwa diskusi publik mengenai pembahasan penyusunan RKUHP adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan, karena diharapkan dapat menjelaskan dan menampung aspirasi masyarakat untuk pembangunan hukum nasional. Sehingga, setidaknya dari dijalankannya diskusi terbuka itu, maka pembuatan sistem hukum tidak hanya berdasarkan pada perspektif yang sempit semata, namun dengan sudut pandang yang sangat komprehensif dan holistik.
Lebih lanjut, Prof Benny juga menambahkan bahwa diskusi yang melibatkan masyarakat dalam pembahasan RKUHP itu akan dapat menampung berbagai aspirasi sebagai bentuk nyata kontribusi masyarakat terhadap pembangunan hukum di Indonesia.
Seluruh upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, mulai dari kesadaran untuk melakukan revisi atas pemberlakuan KUHP lama peninggalan Belanda hingga bagaimana proses pembahasan RUU KUHP dengan melibatkan banyak sekali pihak termasuk diskusi terbuka dengan seluruh masyarakat memang semuanya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hukum modern.
Penulis adalah kontributor Persada Institute