Oleh: Loa Murib
Papua, sebuah provinsi yang kaya akan keindahan alamnya, namun juga menjadi panggung konflik yang kompleks. Konflik bersenjata yang diciptakan Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua telah menimbulkan ketegangan dan penderitaan bagi masyarakat sipil. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa KST Papua bukanlah representasi dari aspirasi rakyat Papua yang damai dan produktif. Sebaliknya, KST Papua adalah musuh bersama bagi masyarakat sipil yang berharap hidup dalam kedamaian dan kemajuan.
Konflik di Papua bukanlah hal baru. Sejak masa penjajahan kolonial, wilayah ini telah menjadi pusat perhatian dengan berbagai isu politik, ekonomi, dan sosial. Seiring berjalannya waktu, aspirasi untuk otonomi khusus semakin berkembang, dan beberapa kelompok mulai menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka. KST Papua muncul sebagai kelompok bersenjata yang menentang pemerintah Indonesia dan mengklaim diri sebagai pembela hak-hak rakyat Papua.
Masyarakat sipil di Papua hidup dalam ketidakamanan dan kekhawatiran konstan. KST Papua seringkali menggunakan taktik hit-and-run, pengeboman, dan serangan terhadap aparat keamanan, menyebabkan warga sipil menjadi korban sengaja maupun tidak disengaja. Mereka tidak bisa merencanakan masa depan dengan tenang dan hidup dalam ketakutan sehari-hari.
Tokoh pemuda Papua, Absalom Yerisitouw, mendukung penuh penegakan hukum kepada KST Papua khususnya pada pimpinan Egianus Kogoya oleh TNI-Polri. Upaya penegakan hukum kepada KST di Papua dilakukan demi memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat.
Kepala Suku Kamoro, Bernadus Yawa mengatakan menolak keberadaan KST diatas tanah Papua. Hal ini dikarenakan anggota gerombolan KST Papua ini tidak jarang membunuh atau membantai masyarakat asli Papua maupun para pendatang.
Selain banyak mengancam nyawa masyarakat sipil, kegiatan KST Papua juga mengakibatkan pembatasan akses dan mobilitas masyarakat. Mereka mungkin terpaksa meninggalkan rumah, desa, atau bahkan tempat kerja mereka karena serangan atau ancaman yang terus-menerus. Ini menghambat perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah tersebut.
KST Papua sering merusak infrastruktur, termasuk jembatan, jalan, dan fasilitas umum lainnya. Hal ini tidak hanya merugikan pemerintah tetapi juga masyarakat sipil yang membutuhkan akses terhadap layanan dasar. Pendidikan, kesehatan, dan ekonomi lokal semakin terganggu.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, yang biasa disapa Bamsoet, meminta Polda Papua bersama unsur TNI segera menyikapi rentetan aksi kekerasan yang dilakukan KST Papua, dengan mengirim dan mengerahkan pasukan guna mem-backup pengamanan. Mantan ketua DPR RI itu meminta aparat keamanan memberikan tindakan tegas kepada KKB yang melakukan teror kepada masyarakat
Penting untuk diingat bahwa KST Papua tidak mewakili aspirasi mayoritas rakyat Papua. Sebagian besar penduduk setempat menginginkan perdamaian, pembangunan, dan kesejahteraan. KST Papua, dengan tindakan kekerasannya, justru menghalangi perjalanan menuju kemerdekaan yang diinginkan oleh masyarakat Papua.
Dalam menghadapi ancaman KST Papua, masyarakat sipil memiliki peran krusial sebagai agen perubahan. Berbagai kelompok masyarakat, termasuk aktivis, pemuka adat, dan pemimpin lokal, dapat bersatu untuk menentang kekerasan dan mempromosikan dialog. Langkah-langkah konkret seperti pendidikan, advokasi hak asasi manusia, dan membangun jaringan solidaritas antar-masyarakat dapat menguatkan posisi masyarakat sipil.
Pemerintah Indonesia telah memprioritaskan dialog dan negosiasi untuk menemukan solusi damai. Proses ini harus melibatkan semua pihak yang terlibat, termasuk masyarakat sipil, agar hasilnya dapat mencerminkan kepentingan seluruh komunitas. Namun pihak KST menolak dan terus melakukan aksi kejam terhadap masyarakat sipil bahkan juga warga Papua.
Pemerintah terus meningkatkan investasi dalam pembangunan ekonomi dan sosial di Papua yang dapat membantu mengatasi akar penyebab konflik. Peningkatan akses seperti pendidikan, kesehatan, dan peluang pekerjaan dapat memberikan alternatif konstruktif bagi warga Papua.
Selain itu, Pemerintah terus memberdayakan masyarakat lokal untuk berperan aktif dalam penyelesaian konflik adalah kunci. Melalui partisipasi aktif dalam proses demokratis, pemuda, perempuan, dan kelompok masyarakat lainnya dapat membentuk masa depan Papua yang lebih baik.
Memerangi dan membebaskan Papua dari beragam teror dan kejahatan kemanusiaan oleh KST Papua adalah wujud nyata upaya negara membela dan melindungi hak-hak kemanusiaan (baca: HAM) masyarakat Papua. Ingat bahwa Statuta Roma dan UU RI No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia memasukkan pembunuhan ke dalam kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat. Artinya, Negara wajib dan harus bertindak agar rakyat Papua mendapatkan semua hak dan martabat kemanusiaannya. Tidak boleh lagi ada korban jiwa karena kebiadaban KST Papua.
KST Papua di Papua bukanlah representasi dari harapan dan aspirasi masyarakat sipil. Masyarakat sipil, dengan keberagaman dan potensinya, dapat menjadi kekuatan positif dalam membangun perdamaian dan kemajuan di Papua. Melalui upaya bersama antara pemerintah, masyarakat sipil, dan berbagai pihak terkait, mungkin kita dapat menyaksikan terwujudnya Papua yang damai, sejahtera, dan merdeka.
Penulis adalah Mahasiswa Papua yang berada di Surabaya