Tidak Ada Tempat untuk Radikalisme dan Terorisme di Indonesia

85

Oleh: Rahmat Gunawan

Penyebaran paham dan ideologi radikal masih menjadi ancaman yang serius bagi bangsa Indonesia. Apalagi kita akan merayakan hari ulang tahun Republik Indonesia yang ke-77. Semarak merayakan kemerdekaan pada tahun ini digelar cukup meriah di berbagai daerah, mulai dari pelosok hingga seluruh tanah air. Tidak heran, tema kemerdekaan tahun ini yakni,

“Pulih lebih Cepat dan Bangkir semakin Kuat.” Tema ini sejalan dengan kerinduan masyarakat untuk merayakan hari kemerdekaan yang sudah lama tidak digelar secara offline karena pandemi.
Namun daripada itu, tantangan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yakni, intoleransi dan radikalisme yang begitu kuat dan masih mengakar pada masyarakat. Apalagi di dalam era digital seperti saat ini, perkembangan media sosial yang semakin cepat menjadi salah satu peluang bagi kelompok radikal dalam menyebarluaskan paham dan ideologi mereka.

Indah Pangestu Amaritasari selaku Peneliti Pusat Kajian Keamanan Nasional (Puskamnas) Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya) berharap generasi saat ini atau yang biasa disebut dengan Gen Z lebih mewaspadai penyebaran radikalisme melalui media sosial.

Harapannya bahwa pencegahan terorisme dan radikalisme berbasis kekerasan di Indonesia dilakukan secara komprehensif.
Penggunaan media sosial di kalangan Gen Z harus diwaspadai, jangan sampai justru menjadi perantara terjadinya radikalisasi. Seperti yang disampaikan oleh Taufiq R. Abdulah selaku anggota Komisi I DPR RI yang mengingatkan kelompok-kelompok radikal sangat aktif mengampanyekan paham-paham radikal melalui media sosial.

Bahkan mereka sampai menggunakan media sosial sebagai salah satu cara untuk melakukan rekrutmen.
Untuk mencegah penyebaran paham radikal, perlu adanya peran serta civil society untuk melakukan kontra narasi di media sosial. Upaya tersebut penting demi menjaga generasi milenial dari paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.
Penulis sependapat dengan yang disampaikan oleh Taufiq, bahwa perkembangan media sosial harus diambil manfaatnya untuk merekatkan persatuan dan kesatuan generasi penerus bangsa.

Jangan sampai kemajuan media sosial menjadi ruang yang subur bagi penyebaran paham radikal yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa harus aktif dalam menyebarkan kontra narasi radikalisme, dengan menyebarkan hal-hal positif yang dapat mempererat keutuhan, persatuan dan kesatuan Indonesia.

Penulis mengajak kepada seluruh masyarakat untuk waspada terhadap konten-konten media sosial yang memuat narasi berisi informasi yang memecah-belah persaudaraan, kebhinekaan, dan menghambat kemajuan bangsa. Jangan dengan mudah mempercayai konten yang tersebar di media sosial karena kita perlu melakukan cross check kembali kebenaran dari isi konten yang tersebar di media sosial tersebut.

Ada tiga hal yang dapat dilakukan ditengah-tengah masyarakat untuk menangkal penyebaran radikalisme seperti melakukan kontra ideologi atau kontra narasi di media sosial, penguatan moderasi beragama, serta menjaga kearifan lokal. Kegiatan kontra radikal-terorisme secara terus menerus dan efektif dilakukan oleh segenap pemerintah dan masyarakat.

Masyarakat perlu terlibat dalam melawan penyebaran radikalisme sebagaimana substansi amanat UUD 1945 untuk sama-sama menjaga NKRI.
Penulis berpendapat bahwa dengan kemajuan media sosial seperti saat ini, masyarakat tidak hanya dituntut untuk memiliki hard skill yang baik, tetapi adab yang baik juga. Masyarakat perlu mewaspadai propaganda radikal terorisme di media sosial. Kelompok radikalisme dan terorisme gemar mengumbar narasi kekerasan di media sosial.

Penulis juga berpendapat bahwa pengaruh kelompok radikal terorisme tersebut berbahaya karena dengan narasi-narasi yang mengatasnamakan agama, seringkali kelompok tersebut mendapat sambutan masyarakat. Untuk mengantisipasi hal tersebut, BNPT akan terus menggandeng tokoh lintas agama. Mereka secara bersama-sama akan mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk peka terhadap propaganda maupun ajakan yang dilakukan kelompok radikal tersebut.

Penulis setuju dengan langkah yang dilakukan BNPT karena narasi keagamaan yang digaungkan kelompok radikal tersebut menghalalkan kekerasan terhadap sesama umat manusia, tidak sesuai dengan kaidah agama dan prinsip negara. Sehingga kerja sama antara BNPT dan tokoh lintas agama merupakan tindakan yang tepat.

Menurut penulis, agama memiliki peran yang sangat penting untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Dalam penafsirannya agama harus ada pandangan yang moderat, agama harus dijadikan sumber inspirasi, menjadi sumber solusi masalah sosial, menjadi motivasi pemberdayaan umat serta merekatkan posisi sosial kemasyarakatan.

Jadi, agama sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, karena itu agama harus dilindungi dan bukan diekspoitasi yang dapat mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok radikal.

Penulis mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mewaspadai jika ada pihak-pihak tertentu yang mengajak melalui cara-cara kekerasan karena cara tersebut tidak cocok dengan nilai agama, prinsip berbangsa dan bernegara yang berlandaskan Pancasila, nilai hukum dan etika moral bangsa.

Peran organisasi kemasyarakatan juga sangat penting dalam melakukan kontra narasi atas narasi di media sosial untuk menangkal dan melawan narasi kelompok-kelompok radikal. Sehingga dapat meredam dan menghilangkan narasi radikal di media sosial yang dapat memecah persatuan bangsa dan harapan kedepannya tidak ada lagi tempat untuk radikalisme dan terorisme di Indonesia.

*Penulis adalah kontributor Bunda Mulia Institute