Oleh : Timotius Gobay
Aktivitas gerakan separatis yang menamakan dirinya sebagai Operasi Papua Merdeka (OPM) sangat berbahaya. Tidak saja mengancam keamanan rakyat Papua, kelompok separatis tersebut telah merongrong kewibawaan negara Indonesia.
OPM melalui gerombolan sayap militernya bernama Kelompok SEparatis dan Teroris (KST) terus melakukan aksi terror tidak hanya kepada personel keamanan, namun juga kepada rakyat sipil. Belum lepas ingatan masyarakat dari aksi pembakaran pesawat Susi Air yang berujung pada penyanderaan pilot Pesawat, KST kembali menyerang aparat TNI/Polri.
Kejadian penembakan tersebut terjadi di Kabupaten Puncak Papua, pada Sabtu (18/2). Saat itu, KST membakar sebuah rumah rumah di samping Tower Telkom di Kampung Kago. Tidak hanya itu, KST Kepala Air pimpinan Titur Murib Kwalik juga menembaki aparat gabungan.
Tidak hanya itu, KST juga acapkali menebar terror dengan membuat rilis dan menyebarkan video-video kekerasan yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat masyarakat takut.
Gerakan separatisme yang terjadi di Bumi Cenderawasih ini sebenarnya menarik untuk diamati sebab beberapa alasan seperti status Papua yang merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang proses integrasinya melalui mekanisme Internasional dengan penentuan jajak pendapat atau PEPERA.
Yang kedua yakni gerakan separatisme yang terjadi di Papua menunjukkan watak gabungan antara pemahaman tradisional berbagai suku di Papua dengan simbolisasi pemujaan terhadap Koreri atau bintang kejora di satu sisi. Sementara sisi lainnya dipimpin oleh orang-orang dengan ideologi kebangsaan secara modern untuk melakukan berbagai lobi politik yang bermartabat. Sehingga, hal ini bisa dimanfaatkan untuk melobi masyarakat Papua.
Yang ketiga yakni gerakan separatisme di Papua bertahan dalam jangka waktu yang lama dan selalu berhasil meregenerasi pimpinan yang baru dengan ideologi serupa nan fanatik.
Menurut RZ. Leirissa dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Proses Integrasi Irian Jaya” (1992), gerakan separatis di tanah Papua dan sepak terjangnya merupakan hasil dari didikan Belanda yang menjadi bom waktu dan akhirnya meledak. Tindakan beringas yang dilakukan oleh KST juga menewaskan banyak aparat keamanan dan masyarakat sipil yang tidak berdosa.
Halkis dalam jurnalnya yang berjudul The Implementation of Penta Helix Counterinsurgency (COIN) Strategic Model in Reconstructing Special Autonomy for Papua menyebut jika penanganan kasus kekerasan yang terjadi di Papua membutuhkan pendekatan kolaboratif dan holistik supaya persoalan yang terjadi dapat segera selesai dan minim korban.
Sementara itu, peneliti Indo Survey dan Strategy menyebut jika penyelesaian konflik di Papua memerlukan pendekatan secara kolaboratif dan holistik. Sebabnya, persoalan yang terjadi di Bumi Cenderawasih tersebut terjadi secara multidimensional dan persoalan Papua tidak dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan solusi tunggal. Maka dari itu, dalam mengatasi konflik, diperlukan pemahaman spectrum yang jelas.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI, Bobby Adhityo Rizaldi menegaskan jika tindakan rasialisme dan separatis di Papua harus dihilangkan. Dia mendesak agar pemerintah bertindak tegas kepada semua pihak yang masih melakukan praktik rasialisme dan separatis di Papua. Dia juga meminta kepada pemerintah agar mengintensifkan dialog yang setara dan partisipatif antara pusat dan daerah.
Dialog terpusat tersebut bisa dilakukan dengan para pemangku kepentingan di tujuh wilayah adat di Papua. Jika dilihat secara keseluruhan dan mendalam, selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tanah Papua semakin maju dengan berbagai program. Pemerintah pun tidak tutup mata dengan masalah di Papua.
Program yang dilakukan pemerintah yakni pemberian dana otonomi khusus (otsus), melakukan serangkaian operasi keamanan yang ramah di Papua, dan membuat agenda prioritas pembangunan infrastruktur nasional di tanah itu.
Program yang digagas oleh Jokowi ini seolah membantah anggapan Papua dijadikan “anak tiri” bagi NKRI. Pasalnya, pembangunan dan operasi keamanan itu nantinya dapat dimanfaatkan oleh rakyat Papua serta menimbulkan kondisi yang aman sehingga masyarakat bisa beraktivitas dengan damai.
Di lain sisi, selain memperkuat ketahanan dan keamanan di Papua serta mengembangkan berbagai program di sana, infrastruktur yang gencar di bangun oleh pemerintah adalah jalan.
Pembangunan akses jalan ini dinilai akan memperlancar distribusi barang yang akan menghemat ongkos logistik dan ujungnya akan menurunkan harga barang di sana. Presiden Jokowi ingin agar harga barang di Papua bisa semakin murah dan terjangkau seiring dengan lancarnya arus distribusi logistic barang di Papua.
Tak hanya itu, infrastruktur yang baik nantinya akan menjadi sumber pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia, terutama di Papua. Dengan adanya serangkaian agenda prioritas tersebut, harapannya gerakan separatis di Papua akan segera tereduksi dan kepercayaan rakyat Papua dan masyarakat Internasional yang gemar mengintervensi Papua kepada pemerintah Indonesia akan semakin baik.
Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo