Tokoh Agama dan Adat Papua Dukung KPK Bongkar Kasus Korupsi LE

126
Aktivis Papua Desak Penegakan Hukum LE
Ilustrasi-Ist

Oleh : Alfred Jigibalom

Kasus dugaan korupsi yang membelit Gubernur Papua LE benar-benar mencoreng nama Papua. Oleh karena itu, tokoh agama dan adat di Bumi Cendrawasih mendukung KPK untuk membongkar kasusnya sampai tuntas.

Sejak menjadi Gubernur Papua pada tahun 2013  lalu, LE terkenal karena banyak memberi beasiswa pada orang asli Papua. Namun ternyata ia terkena kasus korupsi sehingga publik berbalik untuk tidak mempercayainya. Bagaimana rakyat Papua tidak marah jika sang gubernur korupsi uang negara dan menerima gratifikasi lebih dari 1 triliun rupiah?

Dalam rekening LE yang dibuka diduga isinya, ternyata ada Rp. 33 miliar. Padahal gaji gubernur hanya Rp. 3 juta, sehingga mustahil jika uang sebanyak itu didapatkan hanya dari gaji bulanan. Oleh karena itu rakyat Papua mendukung KPK untuk mencokok Lukas Enembe dan membongkar kasusnya, karena ia telah mangkir dari panggilan.

Ismail Asso, Tokoh Agama Papua, mendukung agar ada proses hukum bagi LE, dan ia wajib segera diperiksa oleh KPK. Ismail juga meminta masyarakat Papua untuk mendukung proses pengusutan kasus dugaan korupsinya. LE juga diharap untuk lebih kooperatif dan menyerahkan diri ke KPK. Jika ia merasa tidak bersalah maka tidak usah takut.

Imbauan dari tokoh agama Papua sangat penting karena masyarakat Papua wajib mendukung pengusutan kasus dugaan korupsi LE. Jangan malah terprovokasi oleh propaganda yang sengaja disebar, yang menganggap bahwa kasus ini hanya jebakan dari lawan politik. Ada pula warga yang malah sengaja melindungi Lukas dan baru ketahuan ia dibayar sebesar Rp. 300.000 untuk melakukannya.

Pengusutan terhadap LE harus dilakukan karena korupsinya mencapai triliunan rupiah, dan ia mendapatkan gratifikasi sebesar 1 triliun rupiah. Gratifikasi yang besar sekali itu masih ditambah dengan korupsi, yang didapat dari dana PON XX dan otonomi khusus (otsus).

Bahkan ditengarai Lukas memiliki simpanan uang di bank luar negeri lebih dari 2 triliun rupiah. Jumlah ini tentu sangat fantastis dan tidak masuk akal. Walau sebelum menjabat jadi gubernur ia juga pernah jadi pejabat daerah, tapi tidak setimpal dengan gajinya.

Rakyat berteriak untuk mengusut dan mencokok LE karena ada aliran dana lebih dari 500 miliar rupiah, ke sebuah tempat perjudian luar negeri. Ini bukanlah fitnah karena ada rekaman kamera CCTV ketika Lukas sedang asyik berjudi. Sungguh ia telah melakukan dua kesalahan fatal, dengan berjudi yang jelas dilarang hukum agama maupun negara serta korupsi dan mencuci uangnya tersebut diluar negeri.

Sementara itu, tokoh adat Papua Martinus Kasuay, mendukung upaya KPK untuk menuntaskan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Gubernur Lukas Enembe. Kasus tersebut murni hukum dan merupakan kasus pribadi. Tidak ada kaitannya dengan politisasi dan kriminalisasi.

Menurut Martinus Kasuay, di Indonesia tidak ada warga yang kebal hukum. Meski orang tersebut mempunyai jabatan di pemerintahan. Jika ada kesalahan (pada LE) maka wajib mendapat hukuman, dan sebaliknya, jika tidak ada kesalahan akan dibebaskan. Masyarakat Papua harus mengerti proses hukum yang berlangsung.

Dalam artian, LE harus secepatnya dicokok karena selalu tidak menghadiri panggilan KPK. Bahkan ia mengaku sakit stroke dan mengajukan izin agar berobat ke Singapura. Alasan sakit ini sudah lagu lama dan selalu dipakai oleh para koruptor, padahal sebenarnya hanya pura-pura. Izin juga tak akan diberikan dan ia bisa dicekal ke luar negeri, karena takut akan melarikan diri, atau menyimpan uangnya di rekening bank luar negeri.

LE sebagai pejabat tidak bisa diistimewakan. Semua warga negara Indonesia sama di mata hukum. Jadi wajar jika ia dicokok oleh aparat keamanan, karena tidak mau menuruti panggilan dari KPK.

Selain itu, jangan ada warga yang membela LE dan termakan propagandanya. Ia murni melakukan korupsi dan malah merugikan mereka, karena dana yang seharusnya untuk kepentingan rakyat, malah dinikmati sendiri.

Memang ada beberapa pejabat lokal Papua yang habis-habisan membela LE dan alasannya sama, yaitu tuduhan korupsi hanyalah fitnah dari lawan politik. Padahal KPK sudah menyelidiki kasus dugaan korupsi LE sejak tahun 2017 dan mengumpulkan bukti-bukti serta para saksi.

Pejabat yang membela LE jelas tidak mau jika ia dicokok lalu mengaku di depan para petinggi KPK, karena mereka ditengarai adalah anggota ‘mafia’ koruptor di Papua. Otomatis jika LE tertangkap dan mengakui semua perbuatannya, akan ada banyak orang lain yang juga akan ditangkap, karena sama-sama korupsi. Sungguh memalukan karena korupsi dilakukan oleh banyak pejabat yang memakan uang rakyat.

Para tokoh adat dan tokoh agama sama-sama mendorong KPK agar menyelesaikan kasus dugaan korupsi LE sampai tuntas, dan disebutkan berapa total uang yang ia korupsi. Lukas wajib mendapat hukuman yang setimpal dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Bali