Oleh : Alif Fikri
Radikalisme telah terbukti merusak keharmonisan suatu negara, paham radikal tidak ubahnya seperti parasit, yang jika dibiarkan akan merusak. Sehingga keberadaan paham tersebut sudah semestinya tertolak dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketua Umum Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Palangka Raya yang juga Penasehat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palangka Raya, Sofyan Sori, secara tegas mengajak masyarakat di daerah setempat untuk menolak paham-paham radikal dan intoleran yang dapat mengganggu keamanan daerah.
Sofyan mengatakan, sebenarnya dalam Islam itu tidak ada yang namanya radikal, tetapi adanya adu domba dan dalam Islam sudah jelas dikatakan jika ada persoalan maka lakukan tabayyun, karena jika tidak tabayyun maka kemungkinan besar akan muncul radikalisme.
Munculnya radikalisme salah satunya disebabkan karena ketidakpahaman dalam Islam, sehingga Muhammadiyah dengan slogan Islam Berkemajuan, sudah pasti menolak munculnya paham radikal, intoleran dan terorisme ataupun ujaran kebencian yang dapat mengacaukan keamanan serta ketertiban dalam bermasyarakat.
Menurut Sofyan, bahwa radikalisme merupakan penyimpangan dan munculnya paham radikal tersebut di tengah masyarakat merupakan sebuah kesempitan atau ketidakpahaman, alias mengaku islam tapi tidak berperilaku Islam. Oleh karena itu, Muhammadiyah melalui pendidikan, pengajian dan kegiatan keagamaan lainnya, selalu mengajarkan Islam yang benar tanpa adanya radikalisme.
Sofyan membeberkan, bahwa Islam itu penyejuk, mendamaikan dan mensejahterakan. Tokoh agama memiliki peran penting dalam menolak paham radikal, pasalna peran aktif tokoh agama dapat menjadi teladan yang baik untuk menyampaikan pesan-pesan kebhinekaan kepada masyarakat dalam rangka mewaspadai munculnya gerakan radikal di Indonesia.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj memastikan bahwa tidak ada pondok pesantren Nahdlatul Ulama (NU) yang terkontaminasi paham radikal di Indonesia.
Menurutnya, paham radikal muncul disebabkan oleh pemahaman agama yang sempit dan kaku. Menurutnya, pemahaman agama yang sempit dan kaku tercipta karena pengetahuan yang sedikit. PBNU juga mendukung lahirnya UU Anti-Terorisme yang lebih tajam dan lebih mampu mengantisipasi potensi terjadinya aksi tindak pidana terorisme.
Dirinya juga mendorong lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan NU untuk dapat membangun daya kritis generasi muda dalam mencerna informasi di dunia maya. Sebab paham radikal itu banyak menyusup melalui dunia pandidikan. PBNU juga meminta agar Kemenkominfo dapat secara tegas dan menutup situs penyebar radikalisme, karena dari situs tersebutlah akar paham yang menyuburkan aksi terorisme.
Said juga menuturkan, selama dua periode dirinya memimpin PBNU, dirinya juga selalu aktif menjaga kesatuan dan persatuan di Indonesia. Ia juga menjelaskan berbagai pengamalan dan kepercayaan masyarakat yang begitu besar, peran NU tidak hanya membentuk peradaban bangsa tetapi juga menjadi inspirasi peradaban dunia.
Selain itu, dalam konteks keindonesiaan, NU juga menjadi organisasi yang berperan penting dalam integrasi Islam dan negara, terbukti hingga kini, NU selalu berkomitmen dalam menjaga eksistensi NKRI dan konsisten menjaga ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945.
Karakteristik dari pemikiran NU terkait hubungan Islam dan Negara adalah moderat di mana NU mengakui konsep nasionalisme dan demokrasi di Indonesia. Dengan pemahaman bernegara inilah, sehingga di saat muncul ide-ide yang anti dengan nasionalisme dan demokrasi di Indonesia, maka akan menjadi hal yang urgen bagi NU untuk menanggapi hal tersebut.
Seluruh pengurus serta jajaran pimpinan yang ada di NU baik para tokoh maupun ulamanya terbukti menentang ide yang dibawa oleh gerakan radikal, seperti gerakan yang memperjuangkan pembentukan Negara Islam yang berbentuk Khilafah. NU tidak hanya mampu menguasai tradisi pesantren, banyak juga kader NU yang merupakan lulusan berbagai perguruan tinggi bergengsi baik di dalam maupun luar negeri.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan bahwa Pancasila memiliki watak dasar moderat yang tidak sejalan dengan paham radikal ekstrem.
Haedar menuturkan, paham radikal ekstrem yang bertentangan dengan jiwa Pancasila yang moderat. Oleh karena itu, Haedar meminta pikiran loyalis dan kritis yang hidup dalam tubuh bangsa Indonesia seyogyanya mengandung pikiran yang moderat atau jalan tengah dan tidak berparadigma radikal ekstrem.
Pada posisi moderat itulah Pancasila tidak bisa diinterpretasikan dengan pandangan radikal dan ekstrem apapun karena akan bertentangan dengan hakikat Pancasila.
Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin telah meminta kepada pesantren-pesantren di sekolrah untuk mengembangkan ajaran moderat kepada para santrinya. Menurutnya, ajaran yang semestinya diajarkan kepada santri adalah paham yang bisa menerima hidup dalam tatanan kehidupan NKRI, yakni muslim yang Indonesia.
Ma’ruf juga berpesan agar para santri bisa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sebab, agar bisa sukses, santri perlu dibekali pengetahuan dan didukung dengan digitalisasi.
Tokoh agama memiliki kekuatan yang dapat memberikan pengetahuannya kepada para pengikutnya, sudah semestinya tokoh agama turut berperan dalam menangkal dan mengajak masyarakat untuk menolak paham radikal.
Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute