UU Cipta Kerja Perbaiki Skema Investasi

9
foto :istimewa
Ilustrasi-Ist

Oleh : Aprilia Hutapea

Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan peluang investasi di Indonesia. Sebelumnya Investasi di Indonesia dikenal dengan beragam regulasi yang sulit dan berbelit, ada banyak “pintu” yang harus dimasuki agar pengusaha dapat memperoleh izin usaha. Tentu saja hal ini harus diatasi, salah satunya dengan cara merumuskan Undang-Undang Cipta Kerja di mana di dalam UU tersebut terdapat skema investasi yang mempermudah investor maupun pelaku usaha untuk memperoleh izin usaha.

UU Cipta Kerja atau UU Nomor 11 tahun 2020, merupakan omnibus law yang mengatur perubahan peraturan beragam sektor dengan tujuan memperbaiki iklim investasi dan mewujudkan kepastian hukum.

Terobosan Omnibus Law memungkinkan 80 undang-undang dan lebih dari 1.200 pasal direvisi dengan UU Cipta Kerja yang mengatur multisektor.

Dengan demikian, revisi memangkas pasal-pasal yang tidak efektif. Terobosan ini diperlukan untuk memperbaiki iklim berusaha, memperbaiki kebijakan horizontal dan vertikal yang saling berbenturan, meningkatkan indeks regulasi Indonesia yang masih rendah, mengatasi fenomena hyper regulation dan kebijakan tidak efisien, serta UU yang bersifat sektoral dan sering tidak sinkron.

Tujuan utama dari UU Cipta Kerja adalah mendorong investasi, mempercepat transformasi ekonomi, menyelaraskan kebijakan pusat-daerah, memberi kemudahan berusaha, mengatasi masalah regulasi yang tumpang tindih, serta untuk menghilangkan ego sektoral.

Pengesahan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mendorong investasi dengan sistem perizinan yang sederhana. Proses perizinan kegiatan usaha kini telah diubah dari berbasis izin menjadi berbasis risiko. Sistem yang disebut perizinan berbasis risiko bisa didapatkan secara online melalui online single submission Risk Based Approach (OSS-RBA).

Perizinan berbasis risiko merupakan sistem perizinan berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha. Tingkat risiko tersbeut dibagi menjadi rendah, menengah rendah, menengah tinggi dan tinggi. Selain itu beberapa faktor lain juga dipertimbangkan seperti peringkat skala kegiatan usaha dan luas lahan sebagaimana tercantum pada lampiran peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.

Sistem perizinan yang lebih cepat dan lebih mudah tentu saja akan mendorong perbaikan ekonomi nasional. Hal ini disebabkan karena sistem perizinan yang baik akan membuat calon investor memiliki ketertarikan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Persyaratan investasi juga menjadi lebih mudah dengan adanya UU Cipta Kerja. Pertama, menetapkan bidang usaha penanaman modal yang didorong untuk investasi. Kriteria investasi yang dimaksud mencakup teknologi tinggi, investasi besar, berbasis digital dan padat karya. Kedua, untuk kegiatan usaha UMKM dapat bermitra dengan modal asing. Ketiga, status penanaman modal asing (PMA) hanya dikaitkan dengan batasan kepemilikan asing. Persyaratan keempat dan terakhir, ketentuan persyaratan investasi dalam UU sektor dihapis karena akan diatur dalam perpres bidang usaha penanaman modal (BPUM).

Mempermudah investasi diyakini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan perekonomian negara. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja memiliki dampak positif  untuk perekonomian Indonesia khususnya dalam upaya peningkatan realisasi investasi.

Sebelumnya, Pada 2019 lalu terdapat sekitar 24 perusahaan yang sudah masuk pipeline dengan nilai sebesar Rp. 708 triliun. Namun sejumlah perusahaan itu terhambat merealisasikan investasinya karena tersandung berbagai kasus investasi.

Panjangnya proses perizinan investasi tersebut disebabkan oleh banyaknya aturan yang tumpang tinding antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan investasi senilai Rp. 708 triliun mangkrak pada 2019 lalu.

Mangkraknya ratusan investasi tersebut dikarenakan adanya arogansi sektoral antara kementerian/lembaga K/L hingga pemerintah daerah. Peliknya permasalahan ini ditambah dengan adanya oknum yang memanfaatkan proses perizinan investasi untuk kepentingan pribadi.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan bahwa peluang investasi di sektor kelautan dan perikanan nasional semakin luas, hal tersebut  dikarenakan adanya penyederhanaan proses perizinan yang sudah menjadi salah satu fokus pada kementerian ini.

Plt Dirjen Perikanan Tangkap M Zaini mencontohkan salah satu wilayah pengelolaan perikanan yang belum optimal digarap antara lain di WPPNRI 711 (meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut China Selatan) yaitu di wilayah di atas 14 mil laut, zona ekonomi eksklusif hingga laut lepas. Ia berpendapat hadirnya UU Cipta Kerja tidak akan mempersulit nelayan tetapi justru berpihak kepada nelayan.

UU Cipta Kerja bisa menjadi angin segar bagi para investor yang akan datang ke Indonesia untuk menanamkan modal. Hal ini dikarenakan UU Cipta kerja mampu menuntaskan tiga permasalahan kronik yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, perizinan dan perpajakan yang kerap menjadi kendala dalam mengelorakan investasi di dalam negeri beberapa waktu lalu.

Nantinya, pemerintah akan terus fokus pada implementasi aturan-aturan ini untuk memudahkan investasi yang mendorong transformasi ekonomi Indonesia. Dengan demikian, investasi akan mudah masuk ke dalam negeri. Tentu saja hal ini perlu ditunjang dengan regulasi yang mampu memperbaiki skema investasi agar investor semakin berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

 Penulis adalah kontributor ruang Baca Nusantara