Oleh: Samuel Christian Galal
Dalam sidang sengketa Pileg di Mahkamah Konstitusi (MK), menolak mobilisasi massa memiliki konsekuensi yang jauh lebih dalam daripada sekadar mempertahankan aturan dan ketertiban di ruang sidang. Sebagai penjaga keadilan, MK memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga integritas proses hukum dan memastikan fondasi demokrasi tetap kokoh.
Dalam suasana politik yang semakin memanas, tekanan untuk memastikan keputusan MK diambil secara objektif dan tanpa intervensi eksternal semakin meningkat. Sidang sengketa Pileg bukanlah sekadar pertarungan hukum antara pihak-pihak yang berselisih, tetapi juga sebagai cerminan dari kedewasaan demokrasi Indonesia.
Oleh karena itu, menolak gerakan massa dalam sidang tersebut menjadi penting untuk menjaga integritas lembaga peradilan dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang teguh.
Dengan sikap tegas terhadap intervensi massa, MK dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah hasil dari pertimbangan hukum yang cermat, bukan dipengaruhi oleh tekanan politik atau kepentingan tertentu.
Pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, dengan tegas mengkritisi sikap para pihak yang terlibat dalam sidang sengketa Pileg di MK. Menurutnya, masih banyak peserta sidang yang kurang serius dalam memperjuangkan kepentingannya di depan Mahkamah Konstitusi.
Baik itu dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), maupun dari pihak caleg dan partai politik yang bersengketa, Titi menilai kurangnya keseriusan ini dapat merusak integritas dan legitimasi proses demokratis.
Sidang sengketa Pileg di MK, menurut Titi, bukanlah sekadar forum formalitas. Ini merupakan panggung terakhir bagi para pihak untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu secara adil dan transparan.
Namun, kehadiran gerakan massa dapat membawa dampak negatif yang signifikan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung. Sebaliknya, para pihak diharapkan untuk menjunjung tinggi prinsip keadilan, integritas, dan profesionalisme dalam menghadapi sidang PHPU di MK.
Penting untuk menyoroti bahwa MK merupakan lembaga peradilan yang independen dan berwenang untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum. Kehadiran massa yang bersifat mengganggu dapat mengancam integritas lembaga tersebut.
Oleh karena itu, menolak gerakan massa dalam sidang PHPU di MK adalah langkah penting untuk menjaga kredibilitas dan otoritas Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi dan keadilan.
Di sisi lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan optimisme dalam menghadapi sengketa Pileg 2024 di MK. Kuasa Hukum KPU RI, Josua Victor, menegaskan kesiapan pihaknya untuk menghadapi perkara PHPU dengan bukti-bukti yang kuat.
Namun, sikap optimistis ini tidak boleh mengesampingkan pentingnya menjaga proses hukum yang berlangsung dengan tenang dan teratur, tanpa gangguan dari pihak eksternal.
Dalam proses penyelesaian sengketa Pileg di MK, profesionalisme dan integritas merupakan kunci utama. Sidang-sidang yang berlangsung harus dipenuhi dengan argumen hukum yang kuat dan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Ketidakseriusan atau ketidaksiapan dari pihak-pihak yang terlibat dapat merusak proses demokrasi dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi terkait.
Dalam pandangan Titi Anggraini, penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu, serta pihak-pihak yang bersengketa seharusnya menunjukkan keseriusan dan kinerja terbaik mereka dalam menjalankan tugasnya.
Sidang PHPU di MK bukanlah ajang untuk bermain-main atau mempermainkan politik. Sebaliknya, ini adalah kesempatan bagi semua pihak untuk memperkuat fondasi demokrasi dan menegakkan keadilan.
Pentingnya menolak gerakan massa dalam sidang sengketa Pileg di MK juga berkaitan dengan perlindungan terhadap hak-hak individu. Hak untuk mendapatkan keputusan yang adil dan transparan harus dijaga dengan sungguh-sungguh.
Gangguan dari gerakan massa dapat mengintimidasi pihak-pihak yang terlibat dalam sidang, baik itu hakim, pengacara, maupun saksi-saksi.
Menolak gerakan massa bukanlah mengabaikan hak untuk menyampaikan pendapat atau protes. Namun, hal ini berkaitan dengan menjaga ketertiban dan proses hukum yang berlangsung. Ada mekanisme yang telah ditetapkan untuk menyampaikan keberatan atau protes secara teratur dan teratur tanpa mengganggu proses sidang.
Ketika gerakan massa mengambil alih proses hukum, risiko terjadinya kekacauan dan kekerasan sangat besar. Hal ini dapat membahayakan tidak hanya keamanan publik, tetapi juga integritas dari lembaga peradilan dan demokrasi secara keseluruhan.
Maka dari itu, panggilan untuk menolak gerakan massa dalam sidang sengketa Pileg di MK adalah penting dan mendesak. Semua pihak harus mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum dalam menjalani proses hukum.
Hanya dengan sikap yang bertanggung jawab dan penuh integritas, kita dapat memastikan bahwa hasil akhir dari sidang PHPU di MK adalah keputusan yang adil dan menghormati kehendak rakyat.
Dalam menghadapi dinamika politik yang kompleks dan tantangan hukum yang kompleks, menolak gerakan massa adalah langkah pertama menuju penyelesaian yang damai dan berkeadilan. Dalam era demokrasi yang matang, menjaga proses hukum dari gangguan eksternal adalah tanggung jawab bersama kita semua.
Dengan sikap yang bijaksana dan bertanggung jawab, kita dapat memastikan bahwa demokrasi kita tetap kuat dan stabil, bahkan di tengah-tengah ujian dan perselisihan.
Analis pada Lembaga Gala Indomedia