Oleh Airlangga Yusman
Menjelang perayaan Natal dan tahun baru 2024, Indonesia dihadapkan pada tantangan serius yang mengintai keamanan negara, yaitu potensi penyebaran radikalisme. Fenomena ini menjadi perhatian utama bagi pemerintah, masyarakat, dan media massa. Radikalisme sering kali muncul dengan memanfaatkan sentimen agama. Jelang Natal khususnya, kelompok radikal kerap mencoba memanfaatkan perayaan ini untuk menyebarkan ideologi yang ekstrem dan memicu ketegangan antaragama.
Perayaan Natal dan tahun baru sering kali diwarnai dengan kerumunan massa dalam berbagai kegiatan keagamaan dan sosial. Radikalisme dapat merasuki kerumunan ini untuk menyebarkan propaganda dan merekrut simpatisan. Selain itu, media sosial kini juga menjadi wadah yang efektif bagi penyebaran ideologi radikal. Propaganda dapat dengan mudah disebarkan melalui platform ini, yaitu dengan memanfaatkan suasana perayaan keagamaan untuk merayu dan merekrut orang-orang yang rentan, terutama generasi muda.
Penyebaran radikalisme dapat menciptakan ketegangan sosial di tengah masyarakat, terutama antaragama. Hal ini dapat mengancam keberagaman dan kerukunan yang selama ini dijunjung tinggi di Indonesia. Bagi generasi muda, radikalisme akan mengakibatkan para pemuda tidak tahu rasa toleransi akibat sistem dan program dari khilafahisme. Dengan demikian, generasi penerus yang dianggap menjadi generasi emas akan menjadi generasi tembaga, generasi cacat moral bahkan cacat dalam segala hidupnya, sebab salah paham dan salah ajaran agama.
Ajaran khilafah, paham radikal, dan terorisme bukan sistem negara yang pantas untuk Indonesia. Paradigma teroris tidak bisa menyelamatkan generasi bangsa. Sistem khilafah yang teroris dan kelompok radikal banggakan tidak akan cukup untuk mengakomodasi seluruh perangkat yang ada di Indonesia, yaitu negara dan bangsa Indonesia. Selain itu, aktivitas radikalisme dapat mengganggu keamanan negara. Sehingga, pemerintah perlu meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya aksi-aksi terorisme atau kekerasan yang dapat terkait dengan ideologi radikal.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Yohanis Octavianus mengajak generasi muda untuk terlibat dalam upaya pencegahan radikalisme melalui kemitraan dan Pancasila. Pemuda dinilai perlu memberikan penyadaran soal bela negara, sementara organisasi kemasyarakatan pemuda berperan dalam memberikan kenyamanan dalam kehidupan sosial. Yohanis menyebut, jika radikalisme tidak dicegah secepatnya, maka berpotensi berkembang menjadi tindakan terorisme, sehingga perlu kerja sama semua pihak untuk menangkalnya.
Senada dengan Yohanis, Pengamat Terorisme, I Ketut Suwijana mengatakan bahwa tantangan yang dihadapi generasi muda atau milenial sangat berat karena saat ini merupakan era globisasi. Oleh sebab itu, generasi muda terus diimbau agar dapat menjadikan perbedaan yang ada di Indonesia sebagai suatu kekayaan yang patut dibanggakan. Perbedaan tidak boleh menimbulkan perpecahan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memegang teguh nilai-nilai Pancasila.
Penyebaran radikalisme dapat mengancam perayaan Natal dan tahun baru yang seharusnya menjadi momen kegembiraan dan kedamaian. Masyarakat akan merasa terintimidasi dan khawatir akan ancaman yang mungkin timbul. Untuk itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan keamanan di lokasi-lokasi strategis menjelang perayaan Natal dan tahun baru. Hal ini mencakup peningkatan patroli, peningkatan pengawasan di tempat-tempat ibadah, dan peningkatan keamanan siber.
Dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menggelar rapat koordinasi lintas sektoral Operasi Lilin, dalam rangka pengamanan perayaan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yang memimpin langsung rakor tersebut, mengungkapkan bahwa diperkirakan akan banyak pergerakan kendaraan sehingga terjadi peningkatan arus mudik dan arus balik. Untuk itu, Kapolri mengatakan rangkaian kegiatan Natal dan Tahun Baru harus diamankan.
Sedangkan Panglima TNI, Jenderal TNI Agus Subiyanto menyiapkan total 22.893 prajurit dari tiga matra untuk membantu Polri menjaga keamanan dan memelihara ketertiban selama perayaan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Pengamanan Natal dan tahun baru tidak hanya dilakukan di wilayah perkotaan. Pengamanan juga diintensifkan di desa-desa dengan mengoptimalkan peran Polsek dan Babinkamtibmas. Partisipasi aktif masyarakat juga dinilai sangat membantu pengamanan Natal dan Tahun Baru.
Sementara itu melalui media massa, pemerintah dapat menggelar kampanye pendidikan dan kesadaran untuk membentengi masyarakat dari pengaruh radikalisme. Pendidikan agama yang moderat dan toleransi perlu diperkuat agar masyarakat tidak terjerumus pada paham-paham menyesatkan yang akan merugikan keutuhan bangsa dan negara. Indonesia juga perlu menjalin kerja sama internasional dalam memerangi radikalisme. Informasi intelijen yang saling dipertukarkan antar negara dapat menjadi kunci dalam mencegah potensi ancaman.
Munculnya potensi penyebaran radikalisme jelang Natal dan tahun baru 2024 di Indonesia menuntut kewaspadaan tinggi dari pemerintah, masyarakat, dan media. Apalagi momen pergantian tahun berpotensi memunculkan paham radikal, intoleransi, hingga ancaman teror, yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Diperlukan kerja sama semua pihak untuk mencegah dampak negatif yang dapat mengancam keamanan dan keharmonisan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Dengan langkah-langkah antisipatif dan pencegahan yang tepat, diharapkan Indonesia dapat merayakan perayaan Natal dan tahun baru dengan aman dan damai.
penulis merupakan aktivis Gerakan Indonesia Damai