Oleh: Dimas Permana
Maraknya praktik judi daring di Indonesia telah menjadi ancaman serius bagi generasi muda dan kestabilan sosial-ekonomi bangsa. Dalam laporan terbarunya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat bahwa pada kuartal pertama tahun 2025, jumlah pemain judi daring di Indonesia telah menembus angka 11 juta orang.
Fenomena ini memperlihatkan betapa masifnya penyebaran aktivitas ilegal ini, yang kini tidak hanya menyasar masyarakat dewasa, tetapi juga menyusup ke dalam dunia digital yang akrab bagi anak-anak muda. Dalam situasi seperti ini, dibutuhkan pendekatan-pendekatan baru dan kreatif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya judi daring.
Salah satu inisiatif inovatif yang patut diapresiasi adalah kolaborasi antara industri perfilman dan platform dompet digital DANA melalui peluncuran film Agen+62, sebuah karya bergenre komedi aksi edukatif. Produser film, Orchida Ramadhania, menegaskan bahwa film ini hadir sebagai medium alternatif yang ringan, menghibur, dan relevan dengan selera generasi muda, namun tetap membawa pesan penting terkait bahaya judi daring. Dengan arahan sutradara Dinna Jasanti, Agen+62 menjadi jembatan komunikasi yang efektif antara isu serius dan cara penyampaian yang mudah dicerna publik luas.
Film ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga bentuk advokasi yang mengangkat realitas digital di Indonesia. Judi daring saat ini tidak lagi hadir dalam bentuk konvensional, tetapi telah bertransformasi menjadi penipuan yang terselubung dalam game, undian palsu, dan situs-situs “ramah anak” yang menyesatkan. Kelompok usia muda menjadi target utama, karena mereka lebih aktif dalam dunia digital dan cenderung belum memiliki ketahanan literasi digital yang memadai. Dalam konteks ini, film Agen+62 berfungsi sebagai alarm kolektif yang membangunkan kesadaran masyarakat, sekaligus mengajak untuk bertindak.
Senada dengan produser film, aktris dan tokoh politik Rieke Diah Pitaloka yang juga berperan dalam film ini, menyatakan bahwa pendekatan seni merupakan jalan terbaik dalam membangun kesadaran publik. Seni mampu menjangkau hati dan nalar secara bersamaan, menjadikan pesan-pesan penting lebih mudah diterima tanpa harus menggurui.
Rieke juga menegaskan pentingnya partisipasi lintas sektor, termasuk lembaga keuangan, pemerintah, dan platform teknologi, dalam memerangi bahaya judi daring. Menurutnya, saat seluruh komponen bangsa bersatu, perubahan besar dapat dimulai dari langkah-langkah kecil yang strategis.
Keterlibatan DANA Indonesia sebagai mitra dalam proyek ini menunjukkan bentuk nyata tanggung jawab sosial korporasi yang berorientasi pada keamanan digital masyarakat. Direktur Komunikasi DANA Indonesia, Olavina Harahap, mengungkapkan bahwa pihaknya telah dan akan terus mengembangkan langkah-langkah aktif dalam memberantas praktik judi daring. Mulai dari penutupan akun-akun yang terindikasi digunakan untuk transaksi judi, pelaporan aktivitas mencurigakan, hingga kampanye edukasi publik secara konsisten dilakukan. Namun demikian, ia juga menekankan bahwa edukasi yang efektif membutuhkan pendekatan baru yang lebih dekat dengan kehidupan masyarakat.
Film Agen+62 menjadi salah satu bentuk dari pendekatan tersebut. Lewat narasi yang dikemas dengan cara yang ringan dan lucu, film ini menyampaikan bahwa judi daring bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga bentuk penipuan yang merampas masa depan dan kesejahteraan finansial masyarakat. DANA berharap kehadiran film ini dapat meningkatkan literasi digital masyarakat, menumbuhkan kewaspadaan kolektif, serta mendorong lahirnya agen-agen perubahan yang mampu menjaga ruang digital Indonesia agar tetap bersih, aman, dan sehat. Hal ini selaras dengan semangat pemerintah dalam mendorong ekosistem digital yang berintegritas dan berkelanjutan.
Kolaborasi ini juga mencerminkan pentingnya sinergi antara sektor swasta, pelaku kreatif, dan regulator dalam membangun benteng pertahanan digital bangsa. Pemerintah telah menunjukkan komitmennya dalam memberantas judi daring melalui berbagai langkah tegas, termasuk pemblokiran situs, kerja sama dengan OJK dan PPATK, hingga upaya penindakan hukum terhadap pelaku. Namun, untuk memperkuat dampak dari kebijakan tersebut, dibutuhkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat, termasuk kontribusi dunia hiburan sebagai kanal pengaruh budaya yang besar.
Melalui Agen+62, masyarakat diingatkan bahwa perang terhadap judi daring bukan hanya tugas aparat atau pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama. Para orang tua perlu lebih aktif dalam mengawasi aktivitas daring anak-anak mereka, institusi pendidikan perlu memasukkan aspek literasi digital dalam kurikulum, dan pengguna internet harus lebih kritis terhadap konten yang mereka akses dan bagikan. Sebab, dalam era digital ini, pertahanan terbaik bukan hanya firewall, tetapi juga kesadaran dan pemahaman pengguna.
Lebih dari sekadar film, Agen+62 adalah kampanye kebudayaan yang mengajak masyarakat untuk tidak diam terhadap ancaman nyata di ruang digital. Bahwa kreativitas bisa menjadi senjata melawan kejahatan, dan bahwa hiburan pun bisa menjadi medium perubahan. Inilah yang menjadikan kolaborasi antara DANA dan dunia perfilman layak dijadikan contoh dan diperluas cakupannya.
Kini, sudah saatnya masyarakat menyadari bahwa judi daring bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan racun yang perlahan merusak generasi penerus bangsa. Masyarakat diharapkan meningkatkan kewaspadaan dan menjadi bagian dari gerakan besar dalam menjaga ruang digital. Jadilah agen perubahan seperti dalam film Agen+62—yang dengan keberanian dan kecerdasan, memilih untuk melawan, bukan menyerah karena masa depan digital Indonesia yang bersih dan beretika dimulai dari kesadaran kita hari ini.
Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik.