Masyarakat Diminta Tak Terjebak Provokasi soal Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Oplus_131072

Jakarta-Intipnews.com:Sejumlah tokoh nasional menyerukan agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh provokasi terkait penetapan gelar pahlawan nasional bagi Presiden ke-2 RI, Soeharto. Keputusan pemerintah dianggap melalui proses panjang, penuh pertimbangan historis, serta mencerminkan kematangan bangsa dalam memandang kontribusi para pemimpin yang membentuk perjalanan Indonesia.

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, menilai bahwa perdebatan mengenai sosok Soeharto semestinya tidak kembali diperuncing. Ia menekankan bahwa sejarah yang panjang seharusnya dibaca secara utuh, bukan hanya dari satu sisi saja. “Bahwa Soeharto punya kekurangan itu memang kenyataan, tetapi jasanya bagi negara ini jauh lebih banyak,” ujar Jusuf Kalla.

Menurut JK, setiap pemimpin pasti memiliki catatan yang beragam. Namun kontribusi Soeharto terhadap stabilitas nasional dan percepatan pembangunan selama beberapa dekade menjadi bagian penting dari perjalanan bangsa yang tidak dapat dihapuskan. Ia menegaskan bahwa pengakuan negara melalui gelar pahlawan merupakan wujud penghargaan terhadap jasa yang telah memberi dampak luas bagi Indonesia.

Dukungan senada datang dari Nurul Arifin, Ketua Bidang Media dan Opini Partai Golkar. Ia menyebut keputusan tersebut sebagai langkah bersejarah yang memperlihatkan upaya rekonsiliasi nasional. “Penghargaan ini menjadi simbol persaudaraan dan rekonsiliasi nasional,” tegas Nurul Arifin.

Menurut Nurul, Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan kebijaksanaan dalam menghargai dua tokoh bangsa dari latar belakang yang berbeda, yaitu Soeharto dan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Ia memandang keputusan itu sebagai bentuk penghormatan terhadap kontribusi lintas generasi yang saling melengkapi dalam membangun Indonesia. Nurul menilai bahwa langkah tersebut sekaligus menjadi ajakan untuk melihat sejarah secara jernih dan proporsional.

Putri sulung Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) juga memberikan pandangan mengenai dinamika yang berkembang. Menurutnya, pro dan kontra adalah hal yang wajar dalam masyarakat demokratis. “Perbedaan pendapat itu wajar, tetapi jangan sampai menjadi ekstrem,” pungkas Siti Hardiyanti Rukmana.

Tutut menilai masyarakat telah memiliki ruang yang luas untuk menilai rekam jejak Soeharto secara objektif. Ia menekankan bahwa pengabdian sang ayah sudah tercatat dalam sejarah panjang Indonesia dan keluarga tidak merasa perlu melakukan pembelaan berlebihan. Bagi Tutut, yang terpenting adalah menjaga persatuan di tengah dinamika pendapat yang muncul di publik.

Pemerintah menetapkan Soeharto sebagai salah satu dari tujuh penerima gelar pahlawan nasional tahun ini. Pengumuman tersebut dilakukan menjelang peringatan Hari Pahlawan 10 November, sebuah momentum refleksi nasional terhadap kontribusi para tokoh yang telah mengorbankan hidup, tenaga, dan pikiran untuk Indonesia.

Di tengah beragam respons, para tokoh terus mengingatkan bahwa penganugerahan gelar pahlawan seharusnya menjadi ruang untuk memperkuat persatuan, bukan memicu polarisasi. Penekanan pada kedewasaan berdemokrasi menjadi relevan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan isu ini untuk kepentingan tertentu. Dengan sikap yang bijak dan tenang, dinamika ini diharapkan bisa memperkuat stabilitas sosial serta menjaga harmoni kehidupan berbangsa.Itp.r