Oleh: Tri Moerdani
Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah melalui proses pembahasan yang inklusif. Keterlibatan berbagai ahli hukum, lembaga negara, dan organisasi masyarakat sipil memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam menyusun aturan yang responsif terhadap kebutuhan zaman.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan, masyarakat tak perlu khawatir terhadap pengesahan RUU KUHAP karena mayoritas isi KUHAP baru merupakan aspirasi publik. Legislatif telah mengakomodir aspirasi masukan rakyat dan 99 persen isinya dalah aspirasi masyarakat sipil.
Komisi III DPR RI telah menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan 130 elemen masyarakat selama pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). DPR telah semaksimal mungkin untuk memenuhi unsur meaningful participation atau partisipasi yang bermakna sebelum KUHAP disahkan.
Habiburokhman menjelaskan, sejak Februari 2025, Komisi III DPR RI telah mengunggah naskah tentang KUHAP di laman dpr.go.id dan melakukan pembahasan DIM secara terbuka. Kemudian telah dilakukan RDPU setidaknya 130 pihak dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, advokat, serta elemen penegak hukum.
Pendekatan deliberatif yang dilakukan pemerintah ini menunjukkan bahwa reformasi hukum tidak bisa lagi dilakukan secara tertutup atau terbatas pada lingkaran birokrasi semata. Dengan membuka ruang diskusi yang luas, pemerintah membangun fondasi legitimasi yang lebih kuat bagi perubahan besar dalam sistem peradilan pidana.
Apresiasi publik pun menguat karena proses penyusunan KUHAP kini tidak lagi fokus pada pekerjaan teknokratis pada tataran elit, tetapi sudah fokus mendorong proses yang kolaboratif. Keterlibatan para pemangku kepentingan membuat pembahasan berjalan lebih komprehensif dan mengakomodasi berbagai perspektif yang relevan.
Misalnya seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Medan yang mengapresiasi pengesahan RUU KUHAP dan berterima kasih karena diberikan kesempatan untuk memberikan masukan. Ketua DPC Peradi Medan, Azwir Agus mengatakan, Peradi Medan sebelumnya telah memberikan masukan kepada Komisi III DPR RI dalam agenda diseminasi RUU KUHAP khususnya terkait penguatan peran advokat dalam system peradilan pidana.
Azwir menceritakan kalau diskusi terkait RUU KUHAP saat itu dilakukan bersama anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan. Kegiatan itu mendapat antusiasme tinggi dari para advokat termasuk dari berbagi daerah.
Ia juga berpendapat, pengesahan KUHAP baru diperlukan untuk mendukung implementasi KUHP nasional yang mulai berlaku pada awal 2026. Walaupun masih terdapat pro dan kontra, tanpa KUHAP yang sudah disesuaikan, maka implementasi KUHP baru nantinya akan tersendat.
Apresiasi juga datang dari organisasi mahasiswa Aliansi Mahasiswa Nusantara (AMAN). Sekjen Dewan Pimpinan Pusat AMAN, Andri, menyampaikan apresiasinya atas pengesahan KUHAP yang baru.
AMAN menilai langkah ini sebagai wujud komitmen pemerintah dalam memperkuat sistem peradilan pidana yang lebih modern, adil, dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Ia menegaskan bahwa pembaruan KUHAP telah lama menjadi kebutuhan mendesak, mengingat banyaknya kritik publik terhadap aturan sebelumnya yang dinilai belum sepenuhnya menjawab tantangan penegakan hukum yang cepat, transparan, dan berkeadilan.
Pengesahan KUHAP baru adalah langkah progresif negara dalam memperbaiki sistem peradilan pidana. Pembaruan ini, lanjut Andri, menghadirkan kepastian hukum yang lebih kuat, memperjelas mekanisme penegakan hukum, dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi tersangka maupun korban.
Pelibatan berbagai aktor menunjukkan bahwa negara memahami kompleksitas hukum acara pidana yang tidak bisa hanya dibahas dari sudut pandang pemerintah atau aparat penegak hukum. KUHAP adalah instrumen yang mengatur relasi kekuasaan antara negara dan warga negara. Karena itu, partisipasi luas menjadi syarat untuk memastikan bahwa aturan yang disusun benar-benar mencerminkan rasa keadilan publik, menjaga hak konstitusional warga negara, dan memperkuat akuntabilitas lembaga penegak hukum.
Model legislasi inklusif ini tidak hanya berdampak pada kualitas substansi KUHAP, tetapi juga menguatkan kepercayaan publik terhadap proses pembentukan undang-undang. Dalam era di mana transparansi dan partisipasi menjadi tuntutan utama masyarakat, keterbukaan pemerintah dalam menyusun KUHAP menjadi langkah maju yang layak diapresiasi. Harapannya, praktik pelibatan luas seperti ini dapat diteruskan pada pembahasan undang-undang lainnya untuk memastikan bahwa setiap regulasi lahir melalui proses yang demokratis, objektif, dan melibatkan perspektif yang beragam.
Pada akhirnya, pembahasan KUHAP yang melibatkan para ahli dan pemangku kepentingan bukan sekadar proses teknis, melainkan sebuah praktik demokrasi substantif. Proses ini memperlihatkan bahwa reformasi hukum akan lebih kuat dan lebih diterima publik apabila disusun bersama, bukan sekadar diformalkan dari atas ke bawah. Dengan semangat kolaboratif tersebut, KUHAP baru diharapkan tidak hanya menjadi produk legislasi, tetapi juga fondasi bagi sistem peradilan pidana yang lebih modern, adil, dan berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia.
Di samping itu, semangat kolaboratif juga penting untuk memastikan implementasi KUHAP nantinya berjalan efektif, karena dukungan publik merupakan faktor penentu keberhasilan penegakan hukum. Selain itu, pelibatan berbagai pihak memungkinkan evaluasi berkelanjutan terhadap regulasi, sehingga KUHAP baru tidak menjadi aturan yang statis, melainkan kerangka hukum yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, praktek legislasi inklusif seperti ini patut terus dipertahankan.
Pengamat Hukum







