Bimbingan Teknis Penguatan Layanan Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang di Pulau Sulawesi

Makassar-Intipnews.com:Direktorat Jenderal Tata Ruang melalui Direktorat Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang menyelenggarakan Bimtek Penguatan Layanan Pelaksanaan KKPR untuk Kegiatan Berusaha dan Kegiatan Nonberusaha di Pulau Sulawesi pada November lalu. Rangkaian Bimtek KKPR terakhir ini bertujuan mendukung percepatan investasi serta meningkatkan kualitas pelayanan KKPR sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2021 (Permen ATR 13 Tahun 2021).

Kegiatan diawali dengan sambutan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Selatan, Dony Erwan Brilianto, yang menyampaikan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan saat ini telah memiliki Peta Badan Informasi Geospasial (BIG) skala 1:5.000. Peta tersebut akan digunakan sebagai data penunjang dalam mencapai target percepatan penyelesaian Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, yang diharapkan berdampak pada peningkatan investasi daerah.

Lebih lanjut disampaikan bahwa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) merupakan persyaratan dasar dalam perizinan sehingga diperlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan KKPR. Melalui Bimbingan Teknis Penguatan Layanan Pelaksanaan KKPR di Pulau Sulawesi, kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat komitmen serta kepastian hukum dalam pelayanan penerbitan KKPR.

Dalam sesi pemaparan, Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang, Prasetyo Wiranto, yang menjelaskan perkembangan pelaksanaan KKPR pada tahun keempat pasca diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja, “Perubahan yang cukup signifikan pasca diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko adalah ketentuan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dibayarkan di awal sebelum dilakukan validasi, sehingga hal ini perlu menjadi perhatian bersama,” jelas Direktur Prasetyo.

Selain itu, disampaikan pula pentingnya percepatan penyelesaian Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang terintegrasi dengan Sistem Online Single Submission (OSS) guna mendukung penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKKPR) serta mendorong peningkatan iklim investasi.

Dalam sesi pleno yang dimoderatori oleh Kepala Subdirektorat Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang Wilayah D, Moh. Ekafitrawan, dibahas sejumlah pembaruan kebijakan perizinan oleh narasumber dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Tunggul Wijayanto, Penata Kelola Penanaman Modal Ahli Muda Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, memaparkan perbedaan mendasar antara Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 (PP 28 Tahun 2025) dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 (PP 5 Tahun 2021), khususnya terkait pengaturan Service Level Agreement (SLA). Perbedaan tersebut terlihat pada pengaturan jangka waktu pelayanan yang sebelumnya ditetapkan selama 25 hari, kini diatur lebih spesifik berdasarkan jenis proses permohonan. Untuk permohonan melalui Pernyataan Mandiri, ketentuan SLA yang belum diatur dalam PP 5 Tahun 2021, pada PP 28 Tahun 2025 diatur menjadi 10 hari kerja.

Selain itu, disampaikan pula adanya kemudahan penerbitan KKPR bagi pelaku usaha yang berlokasi di bangunan bersama, “Dalam Pasal 13 PP 28 Tahun 2025 dinyatakan apabila kegiatan usaha dilakukan pada bangunan gedung atau kompleks perdagangan/jasa yang digunakan bersama dan pengelolanya telah memiliki KKPR, Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan/atau Sertifikat Laik Fungsi (SLF), maka pelaku usaha tidak perlu memenuhi persyaratan dasar dan dapat langsung melanjutkan ke tahap permohonan perizinan melalui Sistem OSS, seperti tenant di pusat perbelanjaan,” ujarnya.

Sementara itu, Muharam Bayu Tri Nugroho, Kepala Subdirektorat Layanan dan Pengembangan Penatagunaan Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), menyampaikan bahwa pertimbangan teknis pertanahan yang memuat informasi Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) memiliki peran penting dalam mengidentifikasi potensi risiko konflik, sengketa, serta kendala fisik yang dapat menjadi pembatas dalam suatu kegiatan, “Peninjauan lapangan menjadi bagian penting sebagai bentuk verifikasi data, mengingat masih sering ditemukan ketidaksesuaian antara poligon OSS dengan data pertanahan dan sertipikat,” tambahnya.

Sri Damar Agustina, Kepala Bagian Program, Keuangan, dan Umum, Sekretariat Direktorat Jenderal Tata Ruang, menjelaskan terkait Pendapatan Diterima di Muka (PDDM) KKPR yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas layanan perizinan yang telah dibayarkan oleh pemohon ke Kas Negara, namun belum sepenuhnya menjadi hak pemerintah karena proses pelayanan KKPR masih harus diselesaikan oleh Kementerian ATR/BPN. PDDM tersebut dicatat dan dilaporkan dalam laporan keuangan oleh Kantor Pertanahan sebagai satuan kerja penerima PNBP. Adapun tunggakan penerbitan KKPR Berusaha tercatat pada Kantor Pertanahan karena pencatatan pembayaran dilakukan pada satuan kerja tersebut, sementara penyelesaian permohonan tetap dilaksanakan sesuai dengan kewenangan instansi penerbit.

Turut hadir sebagai penanggap, Abdul Kamarzuki, Penata Ruang Ahli Utama, menyampaikan bahwa pengecualian permohonan KKPR untuk perluasan usaha hanya dapat diberikan dengan ketentuan luasan yang dimohonkan lebih kecil dari luasan eksisting, lokasi tanah berbatasan langsung dengan usaha yang telah berjalan, serta berada dalam pola ruang yang sama.

“Dalam PP 28/2025, dinyatakan dalam Pasal 32 jika pelaku usaha merupakan usaha mikro dan risiko usaha rendah, KKPR atas lokasi usaha diterbitkan melalui Sistem OSS berupa pernyataan mandiri dari pelaku usaha. Hal ini perlu diperjelas terkait pihak yang akan melakukan verifikasi selama 10 hari kerja serta penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang antara kegiatan usaha dan dokumen RTR,” jelasnya.

Kegiatan bimbingan teknis ini diikuti oleh pemerintah daerah dan kantor wilayah se-Pulau Sulawesi, serta dihadiri oleh perwakilan unit kerja di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang membidangi tata ruang dan perizinan.

Melalui pelaksanaan bimbingan teknis ini, Direktorat Jenderal Tata Ruang menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelayanan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) guna mewujudkan kemudahan investasi, kepastian hukum, serta pelayanan perizinan yang berkeadilan.Itp.r