Jakarta-Intipnews.com:Pemerintah bersama dengan berbagai macam elemen masyarakat kompak mengajak kepada seluruh publik untuk tidak mudah dalam terprovokasi oleh adanya ajakan demonstrasi dan segala bentuk upaya provokasi.
Hal tersebut terkait dengan adanya penolakan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto dari sejumlah pihak.
Seruan tersebut disampaikan agar ketertiban umum tetap dapat terjaga di tengah menguatnya dinamika politik pascapenetapan gelar melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2025 pada 10 November 2025.
Pihak berwenang menegaskan bahwa perbedaan pendapat sejatinya memang merupakan hal yang sangat wajar untuk terjadi dan menjadi bagian dari demokrasi.
Meski begitu, penyampaian aspirasi harus tetap dilakukan melalui jalur yang konstitusional agar tidak sampai justru mengganggu stabilitas sosial.
Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya, menyoroti adanya potensi penunggang gelap dalam aksi penolakan tersebut.
“Kami menerima aspirasi, kan aspirasi lain juga kami terima, tapi kan secara ketimuran lah,” katanya.
“Karena itu, segala bentuk unjuk rasa yang berpotensi memecah persaudaraan harus dihindari,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa proses penetapan gelar pahlawan nasional itu telah melalui berbagai macam proses rangkaian kajian yang dilakukan secara mendalam oleh lembaga resmi negara sehingga masyarakat diharapkan menyalurkan pendapat secara tertib dan beradab.
Wakil Presiden ke-13 RI, KH Ma’ruf Amin, juga menyerukan publik untuk menjaga ketenangan dan menghindari tindakan anarkis.
“Saya juga meminta kepada semua lapisan masyarakat untuk tenang, tidak terprovokasi, dan tersulut emosi agar hal ini bisa diselesaikan dengan secepat-cepatnya,” ungkapnya.
“Tetap jaga persatuan dan kesatuan bangsa,” katanya.
Ia mendorong pemerintah mengambil langkah cepat dan tepat untuk mencegah meluasnya aksi serta memastikan penegakan hukum secara transparan apabila terjadi pelanggaran.
Majelis Ulama Indonesia turut memberikan imbauan agar masyarakat tidak melanjutkan aksi demonstrasi yang berpotensi merusak fasilitas publik dan mengganggu ketertiban.
Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI, Masduki Baidlowi, menegaskan pentingnya menghentikan aksi yang merugikan kepentingan umum.
“Ketika sudah menimbulkan kerusakan, keresahan, dan kesulitan bagi publik, saya kira itu harus dihentikan,” ujarnya.
Pemerintah menilai partisipasi masyarakat dalam menjaga kondusivitas nasional merupakan bentuk penghormatan terhadap nilai perjuangan para pahlawan.
Semua pihak diajak mengedepankan persaudaraan, menolak provokasi, dan memastikan perbedaan pandangan tidak berubah menjadi potensi konflik sosial demi kepentingan bangsa secara keseluruhan.Itp.r





