Jakarta-Intipnews.com:Indonesia tengah berada di titik krusial dalam perjalanan transformasi energi nasional. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah menegaskan komitmennya untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mempercepat pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
Analis Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), Katherine Hasan, menjelaskan bahwa program ambisius PLTS 100 gigawatt (GW) menjadi simbol nyata dari upaya strategis swasembada energi, sekaligus peluang bagi Indonesia untuk mencapai puncak emisi pembangkit listrik berbasis batu bara lebih cepat, selaras dengan tren global energi bersih.
“Program 100 GW energi surya Presiden Prabowo menjadi peluang bagi Indonesia untuk mencapai puncak emisi pembangkit listrik berbahan bakar batu bara pada 2030. Pemerintah tengah menerjemahkan visi presiden dalam peta jalan konkret yang memastikan dominasi energi bersih,” ujar Katherine.
Saat ini, pemerintah telah menargetkan pembangunan PLTS 80 GW yang terintegrasi dengan sistem penyimpanan baterai berkapasitas 320 gigawatt hours (GWh) di 80 ribu desa, ditambah 20 GW proyek skala besar di seluruh Indonesia.
Selain tenaga surya, transformasi energi Indonesia juga ditopang oleh sektor transportasi dan industri. PT Pertamina (Persero) menegaskan komitmennya untuk mendorong pengembangan bahan bakar pesawat terbang ramah lingkungan Sustainable Aviation Fuel (SAF). Pertamina juga mewujudkan Indonesia sebagai pusat pasokan bahan bakar penerbangan berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.
Komitmen ini disampaikan oleh Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis PT Pertamina (Persero) Agung Wicaksono, saat menjadi pembicara dalam ajang 15th International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) Regional Stakeholder Meeting Southeast Asia yang berlangsung di Jakarta.
“Pengembangan SAF bukan hanya langkah bisnis, melainkan wujud kontribusi Pertamina terhadap visi nasional menuju ekonomi hijau dan swasembada energi,” ujar Agung.
Pertamina membangun ekosistem terintegrasi, mulai dari pengumpulan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO), proses produksi SAF, hingga distribusi dan penggunaannya di maskapai penerbangan.
Di sektor gas bumi, Direktur Utama PGN, Arief Kurnia Risdianto menegaskan bahwa PT Perusahaan Gas Negara (PGN) terus memperluas distribusi jargas rumah tangga serta layanan Beyond Pipeline seperti Compressed Natural Gas (CNG) dan Liquefied Natural Gas (LNG).
“PGN mengoptimalkan pasokan gas bumi dari bumi Indonesia untuk kebutuhan energi masyarakat. Kami terus bersinergi dengan pemerintah demi keberlanjutan layanan gas bumi sekaligus memperluas manfaatnya bagi Masyarakat,” ujar Arief. Hingga kini, PGN telah melayani lebih dari 814.000 rumah tangga, 3.298 pelanggan industri, serta ribuan UMKM.
Transformasi energi ini tidak lepas dari peran PLN sebagai tulang punggung pengembangan EBT. Dengan potensi EBT nasional mencapai 3.686 GW, termasuk energi surya hingga 20 Terawatt-peak (TWp), PLN menargetkan penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 42,6 GW hingga 2034.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, secara tegas mengatakan bahwa percepatan ini bukan hanya mengikuti tren global, tetapi merupakan mandat kedaulatan energi untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
“Kita sedang bertransformasi dari sekadar operator listrik menjadi motor transisi energi. Total penambahan kapasitas pembangkit yang direncanakan mencapai 69,5 GW, di mana mayoritas, yaitu 42,6 GW, harus berasal dari EBT,” tegas Darmawan.
Selain itu, program penerangan desa dan sambung listrik gratis menunjukkan perhatian pemerintah terhadap pemerataan akses energi hingga wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).
Langkah strategis ini mencerminkan transformasi terencana yang sejalan dengan agenda swasembada energi nasional. Dari pembangunan PLTS 100 GW, pengembangan SAF, perluasan jaringan gas bumi, hingga percepatan kapasitas EBT PLN, semua elemen bekerja secara sinergis.
Dengan pendekatan ini, Indonesia tidak hanya mengurangi ketergantungan energi impor, tetapi juga menegaskan posisinya sebagai pemain utama di kancah energi dunia, sekaligus menjaga komitmen terhadap Net Zero Emission 2060.
Swasembada energi bukan sekadar target teknis, ini merupakan wujud kedaulatan, kemandirian, dan keberlanjutan yang dapat dirasakan langsung oleh rakyat. Transformasi strategis ini menunjukkan bahwa pemerintah serius menempatkan energi sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan ketahanan nasional.Itp.r







