Oleh: Reza Mahendra Siregar
Kasus keracunan massal yang menimpa para siswa penerima program makan bergizi gratis (MBG) di Kupang memicu respons yang begitu cepat dan sangat tegas dari pemerintah. Menanggapi hal tersebut, Presiden Prabowo Subianto langsung memerintahkan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh dan sekaligus menindak dengan sangat tegas stasiun pelayanan MBG di wilayah tersebut. Bagi Kepala Negara, keberlangsungan program MBG yang aman dan higienis adalah hal mutlak yang sama sekali tidak bisa ditawar lagi.
Presiden menilai bahwa persoalan keracunan di Kupang bukan hanya karena disebabkan oleh faktor makanan saja, melainkan juga adanya kebiasaan siswa yang belum terbiasa dalam menjaga kebersihan mereka sebelum makan.
Saat melakukan tinjauan ke sekolah-sekolah, Presiden Prabowo menemukan sejumlah siswa yang makan tanpa menggunakan sendok sama sekali. Ia menduga bahwa kebiasaan tersebut tentu saja berpotensi untuk menimbulkan berbagai macam risiko bagi kesehatan, apalagi jika siswa yang bersangkutan belum mencuci tangan mereka dengan baik dan benar sebelum makan.
Menurut Kepala Negara, kebiasaan sederhana seperti menggunakan sendok dan memastikan tangan bersih sebelum makan harus ditanamkan sejak dini, agar penerapan MBG benar-benar memberikan manfaat gizi tanpa risiko kesehatan.
Presiden juga menyoroti adanya kemungkinan siswa mengalami penyesuaian saat pertama kali mengonsumsi menu makanan tertentu, seperti susu. Ia menekankan, beberapa siswa mungkin memerlukan waktu adaptasi untuk terbiasa dengan asupan susu setiap hari.
Kendati demikian, Presiden memastikan angka kasus keracunan akibat MBG masih tergolong sangat kecil dibandingkan jumlah penerima manfaat program tersebut. Dari sekitar tiga juta siswa penerima MBG, kasus keracunan tercatat di bawah 200 orang atau setara 0,005 persen. Presiden memandang tingkat keberhasilan pelaksanaan MBG sudah mencapai 99,9 persen dan hal itu harus terus dijaga dengan target zero kesalahan di lapangan.
Sementara itu, Kepala BGN Dadan Hindayana menyampaikan bahwa pihaknya langsung menghentikan distribusi MBG di SMPN 8 Kupang setelah kejadian keracunan terjadi. Dadan menegaskan, langkah tersebut dilakukan sembari menunggu hasil uji laboratorium sampel makanan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Ia menjelaskan, ratusan siswa tersebut mengonsumsi MBG pada hari Senin, dan baru mengalami gejala keracunan seperti mual, muntah, serta pusing pada Selasa pagi. Menurutnya, distribusi MBG pada hari Selasa di sekolah itu juga belum sempat dibagikan ketika siswa mulai mengeluhkan gejala keracunan.
BGN bersama Polresta Kupang Kota dan Dinas Kesehatan turun langsung untuk menelusuri penyebab keracunan. Polisi juga akan memeriksa dapur penyedia MBG sebagai bagian dari proses investigasi.
Dadan mengungkapkan bahwa sebagai bentuk peningkatan kualitas layanan MBG, pihaknya tengah merancang sertifikasi laik higienis dan sanitasi bagi seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Indonesia.
BGN bekerja sama dengan Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk memastikan standar pelayanan gizi yang aman dan higienis. Sertifikasi tersebut diharapkan mulai diterapkan pada Juni atau Juli mendatang. Dengan sertifikasi dan akreditasi yang ketat, setiap SPPG dapat dinilai kelayakannya, bahkan akan diberikan penilaian akreditasi apakah unggul, baik sekali, atau hanya baik.
Selain pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur turut bergerak cepat. Gubernur NTT Melki Laka Lena menegaskan, evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG menjadi agenda prioritas pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten dan kota.
Ia menekankan, persoalan keracunan massal bukan terletak pada konsep program MBG, melainkan pada tata kelola di tingkat pelaksanaan yang belum optimal. Menurutnya, jika seluruh pihak menjalankan MBG sesuai standar dan arahan BGN serta BPOM, risiko keracunan dapat dihindari.
Gubernur Melki juga menekankan pentingnya percepatan pembangunan dapur MBG di seluruh wilayah NTT. Saat ini NTT memperoleh kuota pendirian 800 dapur MBG dengan target minimum 600 dapur.
Gubernur mendorong percepatan pembangunan agar cakupan layanan MBG semakin luas dan akses makanan bergizi dapat dirasakan lebih banyak siswa, balita, dan anak PAUD di wilayah tersebut.
Ia menilai, MBG bukan hanya untuk pemenuhan gizi generasi muda, melainkan juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dengan membuka lapangan kerja di sektor pengadaan, pengolahan, hingga distribusi makanan.
Gubernur meminta seluruh kepala daerah di NTT menghapus segala hambatan teknis maupun administratif dalam pelaksanaan MBG. Menurutnya, tidak boleh lagi ada alasan apapun yang menghalangi berjalannya program MBG di lapangan.
Sebagai bentuk keseriusan, Pemerintah Provinsi NTT akan segera membentuk Satuan Tugas Percepatan Pelaksanaan MBG di tingkat provinsi serta mendorong pembentukan Satgas serupa di kabupaten dan kota. Gubernur menilai langkah tersebut penting agar pengawasan dan percepatan pelaksanaan program berjalan lebih optimal dan terstruktur.
Secara keseluruhan, tanggapan pemerintah pusat dan daerah terhadap kasus keracunan massal MBG di Kupang menunjukkan keseriusan dalam menjaga kualitas program tersebut. Evaluasi menyeluruh, penindakan tegas terhadap stasiun pelayanan MBG, peningkatan standar higienitas, serta edukasi pola makan sehat menjadi kunci keberhasilan MBG di masa depan.
Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen memastikan bahwa program MBG tidak hanya berjalan sesuai rencana, tetapi juga memberi manfaat optimal bagi kesehatan generasi penerus bangsa.
Pengamat Kebijakan Publik – Lembaga Kajian Kebijakan Publik Bentang Nusantara