Labuhanbatu-Intipnews.com: Direktur Eksekutif Koalisi Independen Anti Mafia Terstruktur (KIAMaT), Bung Ishak mengatakan, uang sisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) Sidorukun, Kecamatan Pangkatan, tahun 2022 senilai Rp 222. 512. 000, patut diduga tidak ada alias diduga fiktif.
Pendapat itu disampaikannya kepada wartawan Jum,at (19/01/24) menanggapi pemberitaan sebelumnya tentang uang SILPA dimaksud.
Dipaparkannya,berdasarkan data APB Desa tahun 2023, pendapatan desa Sidorukun
Rp 2. 200.447.000, sedangkan belanja Rp 2.422.959.000. Sehingga terdapat defisit atau kekurangan yang selanjutnya ditutupi dengan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun 2022 sebesar Rp 222.512.000.
Dikatakan lagi, jika merujuk pengakuan Kepala Desa Sidorukun Eko Syahputra dan Kaur Kesra Ariadi, uang SILPA di APB Desa tahun 2023 Rp 222.512.000 itu, berasal dari 2 (dua) kegiatan yaitu pengadaan ambulance Rp 149 juta dan satu kegiatan lainnya senilai Rp 73 juta, yang batal dilaksanakan pada tahun 2022.
Menurutnya, berdasarkan ketentuan pasal 60 ayat (2) Permendagri Nomor 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, disebutkan ; SILPA yang digunakan untuk menutup defisit anggaran merupakan perhitungan perkiraan penerimaan dari pelampauan pendapatan dan/atau penghematan belanja tahun sebelumnya yang digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan dalam APB Desa tahun berkenaan.
Dengan demikian, tegas Ishak, tidak tepat jika sisa anggaran Rp 222.512.000 itu digunakan sebagai SILPA untuk menutup defisit, sebab uang itu bukan hasil dari pelampauan pendapatan dan bukan pula hasil dari penghematan belanja, tetapi dari kegiatan yang batal dilaksanakan.
” Pelampauan pendapatan berarti pendapatan lebih besar dari belanja. Penghematan belanja berarti sisa anggaran kegiatan yang sudah dilaksanakan. Sedangkan yang Rp 222 juta itu adalah uang kegiatan yang sama sekali tidak jadi dilaksanakan. Jadi tidak pas kalau dijadikan SILPA untuk menutupi defisit”, bebernya.
Dia menjelaskan, kegiatan yang sudah direncanakan di dalam APB Desa bersifat mengikat, dan kegiatannya harus dilaksanakan atau harus ada output-nya. Itulah sebabnya mengapa anggaran untuk kegiatan yang tidak jadi dilaksanakan itu, tidak termasuk sebagai SILPA yang dapat digunakan untuk menutupi defisit.
“Istilah penghematan belanja bukan berarti kegiatan boleh tidak dilaksanakan, tetapi adanya efisiensi biaya dari pelaksanaan kegiatan yang sama sesuai dengan yang direncanakan” tambahnya.
Dia pun menduga ada yang tidak beres pada tahap perencanaan pengadaan ambulance Rp 149 juta dan satu kegiatan lain senilai 73 juta di APB Desa tahun 2022, yang tidak jadi dilaksanakan itu. Apalagi Kaur Kesra Ariadi mengatakan, pengadaan ambulance tidak jadi dilaksanakan karena ternyata sudah ada ambulance punya komunitas warga di desa itu.
Dia menambahkan, kalaupun 2 ( dua) kegiatan itu tidak jadi dilaksanakan pada tahun 2022, maka ketika dilakukan Perubahan APB Desa tahun 2022, seharusnya anggaran Rp 222.512.000 itu di geser dan digunakan untuk keperluan lain sesuai kebutuhan desa. Sehingga anggaran itu tetap terserap di tahun 2022 dan hasilnya dapat segera dinikmati oleh masyarakat desa.
“Patut diduga sudah bermasalah sejak tahap perencanaan. Kenapa sudah ada ambulance milik komunitas tapi direncanakan lagi beli ambulance pakai uang APB Desa?. Lalu, kenapa ketika perubahan APB Desa tahun 2022, anggaran itu tidak dialihkan untuk keperluan lain. Kenapa malah dibawa ke APB Desa tahun 2023. Ini kan menjadi tanda tanya”, katanya.
Tidak sampai disitu, Ishak juga menyoal keterangan Kaur Kesra Ariadi yang mengatakan uang Rp 222. 512.000 tadi
sudah dialihkan untuk penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), tetapi tidak perlu dipublikasikan di papan APB Desa tahun 2023 karena cukup disampaikan di forum musyawarah desa (musdes).
Dia menegaskan, uang SILPA yang katanya digunakan untuk penyertaan modal Bumdes itu harus diterangkan di papan APB Desa,
sehingga seluruh masyarakat bisa melihat dan mengetahui informasinya. Dia tidak sependapat penyertaan modal itu cukup disampaikan dalam musdes, karena tidak semua masyarakat mengikuti musdes.
“Informasi uang SILPA untuk penyertaan modal Bumdes harus dipublikasikan di papan APB Desa dan tidak cukup hanya disampaikan di forum musdes. Tidak semua masyarakat menghadiri musdes, karena biasanya musdes hanya dihadiri beberapa orang tokoh dan perwakilan masyarakat saja. Makanya harus dipublikasikan, agar masyarakat yang tidak ikut musdes juga mengetahuinya” terangnya.
Dengan tidak adanya penjelasan di papan APB Desa mengenai uang SILPA digunakan untuk penyertaan modal Bumdes, Ishak berpendapat, maka sah-saja saja jika uang SILPA untuk penyertaan modal Bumdes itu diduga tidak ada alias diduga fiktif.
“Uang SILPA untuk penyertaan modal tadi hanya dapat diakui kebenarannya ketika dia tertulis di papan APB Desa. Jika tidak, maka sah-sah saja menduga jika uang SILPA untuk penyertaan modal itu tidak pernah ada alias diduga fiktif” ungkapnya.Itp AAT