Waspadai Hoaks dan Kampanye Hitam di Media Sosial Jelang Pilkada

8
Oplus_131072

Oleh: Alina Sukmawati 

Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) November 2024 mendatang, media sosial sering kali menjadi medan pertarungan informasi, baik yang benar maupun yang salah. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi masyarakat saat ini adalah maraknya hoaks dan kampanye hitam yang beredar luas di berbagai platform media. Hoaks dan kampanye hitam ini sengaja disebarkan untuk mempengaruhi opini publik dengan tujuan mendiskreditkan calon tertentu atau memecah belah masyarakat. Di era digital ini, masyarakat perlu waspada dan bijak dalam menerima serta menyaring informasi yang diterima, terutama yang terkait dengan politik.

Hoaks adalah berita palsu yang dibuat untuk menyesatkan pemahaman seseorang akan suatu informasi. Dalam konteks Pilkada, hoaks sering kali bertujuan untuk membentuk persepsi negatif terhadap calon atau partai politik tertentu. Informasi yang keliru ini biasanya dikemas dengan cara yang meyakinkan sehingga mudah dipercaya oleh masyarakat yang kurang kritis dalam menyaring informasi. 

Sebaliknya, kampanye hitam adalah upaya untuk menjatuhkan lawan politik dengan menyebarkan fitnah atau informasi yang tidak berdasarkan fakta. Kampanye hitam ini tidak hanya merugikan calon yang diserang, tetapi juga mencederai proses demokrasi yang seharusnya berjalan jujur dan adil.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), sudah mempersiapkan langkah strategis untuk menghadapi potensi penyebaran hoaks di Pilkada 2024. Salah satu kuncinya adalah kolaborasi dengan berbagai platform digital besar, seperti YouTube, Facebook, dan X (sebelumnya Twitter). Kolaborasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa informasi seputar calon kepala daerah dan jalannya Pilkada terpantau secara langsung dan cepat oleh pihak-pihak terkait.

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo, Prabu Revolusi mengatakan seiring dengan semakin maraknya penggunaan media sosial, risiko penyebaran hoaks yang dapat merusak tatanan demokrasi pun semakin tinggi. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah dan platform digital menjadi solusi penting dalam menangkal informasi sesat dan menjaga kualitas demokrasi di Indonesia. 

Keberadaan media sosial sebagai platform utama dalam menyebarkan informasi membuat hoaks dan kampanye hitam semakin mudah tersebar. Berbeda dengan media tradisional yang memiliki mekanisme penyuntingan dan verifikasi, informasi di media sosial sering kali tidak melalui proses validasi yang memadai. Hal ini menyebabkan penyebaran hoaks dan kampanye hitam lebih cepat dan luas. Masyarakat yang kurang kritis sering kali menjadi korban dari informasi palsu ini, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi preferensi politik mereka secara salah.

Tentu, dampak dari hoaks dan kampanye hitam tidak bisa diremehkan. Selain merusak reputasi calon yang menjadi sasaran, hoaks juga dapat memicu konflik sosial di tengah masyarakat. Banyak contoh di mana masyarakat terpecah belah akibat informasi yang tidak benar terkait politik. Hoaks politik juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi, di mana pemilihan tidak lagi dipandang sebagai proses yang adil dan bersih, melainkan penuh dengan manipulasi informasi.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih waspada dalam menghadapi Pilkada. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah selalu memverifikasi setiap informasi yang diterima. Masyarakat harus membiasakan diri untuk tidak langsung mempercayai berita yang tersebar di media sosial, terutama yang berasal dari sumber yang tidak jelas. Verifikasi bisa dilakukan dengan mencari berita serupa dari sumber yang lebih terpercaya, seperti media mainstream yang memiliki reputasi baik. Selain itu, penting juga untuk tidak ikut menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya agar tidak memperkeruh suasana.

Ketua KPUD Depok, Wili Sumarli mengatakan semua pihak harus berhati-hati dalam menyebarkan informasi, khususnya di masa Pilkada yang rentan terhadap penyebaran berita bohong atau berita hoaks. Penyebaran informasi yang tidak akurat tidak hanya merugikan calon peserta pemilihan, tetapi juga bisa memicu keresahan di tengah masyarakat. Pihaknya menegaskan bahwa dalam proses demokrasi, setiap informasi yang beredar haruslah dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. KPUD dan Bawaslu akan bekerja sama dengan pihak berwenang untuk memantau serta menindak tegas pihak-pihak yang terbukti menyebarkan hoaks. Dengan kerja sama yang baik dari semua elemen, diharapkan Pilkada dapat berjalan dengan damai, adil, dan demokratis tanpa terganggu oleh informasi yang menyesatkan.

Tidak kalah penting adalah peran dari para calon dan tim sukses mereka. Setiap calon harus menjunjung tinggi prinsip fair play dalam berkampanye, menghindari penyebaran informasi yang menyesatkan atau memfitnah lawan politiknya. Persaingan politik yang sehat harus didasarkan pada program dan visi yang jelas, bukan dengan cara menebar kebencian atau informasi yang tidak benar. Dengan demikian, masyarakat bisa memilih pemimpin yang benar-benar berkompeten tanpa dipengaruhi oleh informasi yang keliru.

Pada akhirnya, melawan hoaks dan kampanye hitam bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau penyelenggara Pilkada, tetapi juga kita sebagai masyarakat. Dengan bersama-sama mengedepankan sikap kritis, verifikasi informasi, dan menolak menyebarkan berita bohong, kita bisa menjaga integritas demokrasi dan memastikan Pilkada berjalan dengan damai dan adil. Pemimpin yang terpilih nantinya adalah cerminan dari kedewasaan kita dalam berdemokrasi dan kebijaksanaan kita dalam menerima informasi.

Penulis merupakan mahasiswa yang tinggal di Surabaya