Oleh: Kristina Septian Saragih
Segenap warga negara Indonesia harus terus mewujudkan harmoni dan toleransi, terlebih pada saat perayaan Kenaikan Yesus Kristus. Karena dengan adanya kedua hal tersebut, maka semboyan Bhinneka Tunggal Ika benar-benar mampu terealisasi dengan baik di Tanah Air.
Meski tidak ikut merayakannya, namun sebagai warga negara yang baik, hendaknya seluruh masyarakat tetap mampu mewujudkan harmoni dan toleransi secara tinggi sehingga saudara Nasrani mampu melaksanakan perayaan Kenaikan Yesus Kristus dengan lebih khidmat.
Sebab, hanya dengan menjunjung tinggi adanya harmoni dan toleransi, maka seluruh masyarakat di Indonesia mampu bersatu dengan baik dan mendukung penuh agar negara ini mampu menjadi bangsa yang lebih maju lantaran semuanya bisa saling hidup rukun berdampingan meski di tengah perbedaan yang sangat tinggi.
Adanya kemajemukan atau pluralisme agama di Nusantara sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Bahkan memang secara umum, masyarakat Indonesia sudah sangat terkenal sebagai suatu bangsa yang ramah dan toleran, termasuk dalam kehidupan beragama.
Pengertian dari toleransi adalah merupakan sikap seseorang untuk bisa menerima adanya berbagai hal yang berbeda dari orang lain, seperti perasaan, kebiasaan, pendapat ataupun kepercayaan yang mungkin saja berbeda tidak seperti miliknya sendiri.
Indonesia adalah sebuah negara yang sangat majemuk lantaran memiliki keberagaman sangat luar biasa mulai dari beragamnya suku, agama, ras dan juga budaya. Keberagaman tersebut adalah suatu kekuatan tersendiri dari bangsa ini yang menjadi pembeda dari negara lain. Sangat penting adanya moderasi dalam beragama untuk terus menjaga keharmonisan bangsa.
Menurut Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) K.H. Ma’ruf Amin bahwa moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci untuk terciptanya toleransi dan kerukunan hingga di berbagai tingkatan seperti lokal, nasional bahkan hingga global.
Moderasi sendiri merupakan sebuah kebajikan yang terus mendorong terciptanya suatu harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan di seluruh lapisan masyarakat, baik itu secara personal, keluarga ataupun dalam lingkup sesama warga.
Moderasi sendiri terjadi apabila terdapat empat indikator, yakni adanya toleransi, anti kekerasan, komitmen kebangsaan serta adanya pemahaman dan perilaku beragama yang akomodatif terhadap budaya lokal atau dalam konteks bangsa Indonesia ini yakni secara multikultural dan multiagama.
Jelas sekali bahwa segenap elemen bangsa harus mampu melaksanaan keempat indikator tersebut sebagai bentuk upaya untuk menciptakan kerukunan berbangsa dan bernegara yang berkelanjutan.
Selain itu, sudah menjadi tugas berbagai pihak untuk terus menguatkan kerukunan antar umat beragama di Indonesia, sehingga bukan hanya menjadi tugas bagi pemerintah saja, melainkan juga seluruhnya termasuk para tokoh agama sendiri yang merupakan modal berharga negeri ini untuk terciptanya kerukunan antar umat beragama.
Adanya harmoni dan toleransi dalam kehidupan umat beragama sendiri telah Pemerintah Republik Indonesia (RI) ini contohkan, utamanya oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang berkomitmen kuat untuk bisa menjadi menteri dari semua agama.
Karena komitmen kuat itu, kemudian Menag menerima seluruh aspirasi dan juga harapan dari berbagai agama, termasuk dari umat Nasrani untuk mengubah nomenklatur hari libur Kelahiran, Wafat, Kebangkitan dan Kenaikan Isa Almasih menjadi hari libur Kelahiran, Wafat, Kebangkitan dan Kenaikan Yesus Kristus.
Menteri Agama bersama dengan jajarannya menggelar serangkaian diskusi bersama dengan para tokoh agama dari Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) untuk melakukan kajian teologia terkait dengan usulan perubahan nomenklatur hari libur tersebut.
Akhirnya, Keputusan Presiden (Keppres) No. 8 Tahun 2024 terbit, yang mana salah satu isinya adalah perubahan nomenklatur Isa Almasih menjadi Yesus Kristus. Hal tersebut merupakan bukti konkret dari respon Pemerintah RI terhadap aspirasi seluruh umat beragama sekaligus hadirnya toleransi di Indonesia.
Sebagaimana keyakinan umat Nasrani, bahwa Hari Kenaikan Yesus Kristus merupakan sebuah peristiwa ketika Yesus Kristus terangkat baik ke langit dan terjadi 40 hari setelah Kebangkitannya (Paskah). Hal tersebut juga telah tertulis dalam Al-Kitab Perjanjian Baru.
Sebenarnya, terdapat keyakinan serupa dari Umat Islam meski memiliki versi yang sedikit berbeda. Dalam Al-Qur’an telah tergambarkan kisah mengenai Kenaikan Nabi Isa ‘Alaihissalam ke langit dan beliau akan turun kembali ke dunia ini ketika di akhir jaman nanti.
Maka dari itu, momentum perayaan Kenaikan Yesus Kristus sendiri hendaknya harus bisa menjadi sebuah momen perekat antar berbagai agama di Indonesia, khususnya bagi masyarakat Nasrani dan Muslim sehingga tercipta sebuah toleransi yang kuat untuk bisa bersama-sama hidup saling rukun berdampingan dengan damai.
Seluruh pihak harus mampu menerima adanya perbedaan dengan segenap kerendahan hati masing-masing. Terlebih di dalam Islam sendiri juga terdapat salah satu potongan ayat pada Al-Qur’an yang artinya “bagiku agamaku dan bagimu agamamu”. Sehingga harusnya sebagai pemeluk agama yang taat, hendaknya seluruh pihak bisa saling bergandengan tangan untuk menyambut Kenaikan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat di akhir jaman kelak. Mari bersama-sama mewujudkan hermoni dan toleransi pada saat perayaan Kenaikan Yesus Kristus.
Mahasiswa Prodi Teologi Universitas Kristen Satya Wacana