Penulis : Ilma Eliza Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas
Pentingnya peran pendidikan dalam meningkatkan sumber daya manusia yang unggul dan produktif, serta menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa. Hal ini seharusnya dengan jelas diketahui oleh semua orang terutama pemerintah. Rendahnya kualitas pendidikan akan menjadi salah satu penyebab dari krisis sumber daya manusia. Pendidikan yang berkualitas dipercaya sebagai kunci utama dalam mendorong kemajuan suatu negara. Bisa dibuktikan dengan melihat keseriusan negara-negara maju dalam mengelola pendidikan.
Mengenyam pendidikan yang setinggi-tingginya untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang luas adalah hak dari setiap individu yang wajib difasilitasi oleh negara. Hal ini dijelaskan pula dalam pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan negara Indonesia salah satunya adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”, yang berarti memastikan seluruh warga negara Indonesia memiliki kesempatan dan akses pendidikan yang layak dan berkualitas.
Pada peristiwa yang sedang heboh diperbincangkan baru-baru ini, yaitu terkait dengan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang cukup drastis di beberapa universitas di Indonesia, memunculkan berbagai respons dari masyarakat. Adanya Pandangan yang berbeda antara mahasiswa dan orang tua mahasiswa dengan lembaga pendidikan.
Pendidikan tinggi yang seharusnya ditempatkan sebagai hak dasar malah dianggap oleh lembaga pendidikan negara sebagai kebutuhan tersier dan tidak wajib. Apalagi di zaman sekarang kebanyakan lowongan pekerjaan mewajibkan pelamarnya minimal pendidikan S1 agar bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Pemerintah seharusnya menyusun cara terbaik agar masyarakat dari semua kalangan dapat merasakan pendidikan di Perguruan Tinggi dengan mudah dan nyaman. Bukan malah sebaliknya.
Permasalahannya, jika masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang berkualitas, dapat dipastikan negara kita akan semakin jauh tertinggal oleh kemajuan zaman. Pendidikan tinggi yang diharapkan dapat menjadi sarana menuju generasi bangsa selanjutnya yang lebih baik hanya tinggal omong kosong disaat akses untuk mencapai pendidikan tersebut sangat sulit dan malah dibatasi oleh negara sendiri melalui penetapan UKT yang semakin mahal.
Kenaikan UKT yang cukup signifikan tiap tahun membuat para orang tua terutama dari kalangan menengah ke bawah harus berpikir berkali-kali jika ingin anak mereka berkuliah di perguruan tinggi. Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang tidak tepat sasaran menambah masalah di sektor pendidikan yang tak kunjung selesai. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkapkan bahwa distribusi KIP Kuliah banyak yang tidak tepat sasaran lantaran proses pengelolaannya yang tertutup, tidak transparan, dan tidak akuntabilitas.
Jumlah warga miskin di Indonesia masih sangat tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mencapai sebesar 9,36% atau sekitar 25,9 juta orang. Ketika untuk dapat bertahan hidup saja mereka sudah kesusah, apalagi sampai berpikir dan membayangkan bagaimana suatu saat mereka dapat menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi? Padahal pendidikan yang tinggi selain dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di suatu negara juga dapat mengurangin angka kemiskinan, dimana anak-anak dari keluarga kalangan menegah ke kebawah yang mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di perguruan tinggi bisa memiliki peluang yang lebih besar bagi mereka untuk memperbaiki ekonomi keluarganya.
Pada akhirnya kebijakan dalam kenaikan UKT ini hanya akan semakin memperdalam jurang kesenjangan dalam masyarakat. Di mana pendidikan tinggi yang bermutu hanya dapat diakses oleh orang-orang kaya dan beruntung dari sisi ekonomi, sedangkan masyarakat miskin dari kelas ekonomi bawah hanya dapat bermimpi dan membayangkan saja tanpa pernah bisa merasakannya. Bahkan, bermimpi pun mungkin sudah tidak boleh.