Labuhanbatu-Intipnews.com: Kepala Desa Emplasmen Sardi mengatakan desanya siap menjadi yang pertama masuk sebagai desa anti korupsi. Namun Sardi mengaku hal itu sangat sulit diwujudkan, karena ada pengeluaran untuk pengutipan yang menurutnya aneh dan tidak jelas.
“Ini ada lagi desa anti korupsi. Mau kali aku. Aku lah yang pertama-tama, ayok masuk gimana caranya. Yang banyakan persyaratan nya, gak mungkin kita ngikutin kayak gitu regulasinya susahnya gak tanggung. Maunya kan dipermudah lah. Tapi jangan ada pengutipan. Ada aja pengeluaran yang aneh-aneh yang gak jelas” ungkapnya kepada wartawan ketika dikonfirmasi terkait penggunaan dana desa, di kantornya, Rabu (31/07/24).
Menurut Sardi, tentang pengeluaran membiayai pengutipan yang tidak jelas itu sudah menjadi rahasia umum yang pasti sudah didengar banyak orang.
“Ye, kok gak tau. Gak usah pala ditanya aku. Pasti pernah dengar” jawabnya saat ditanya tentang pengutipan dimaksud.
Begitu juga ketika ditanyakan siapa pihak yang melakukan pengutipan sehingga mengakibatkan ada pengeluaran dana desa yang tidak jelas itu, Sardi mengaku yakin wartawan sudah pasti mengetahuinya.
“Yah, udah tahulah itu. Aku makanya satu-satunya kades yang kurang banyak ada kawan kades. Karena gak pernah ikut. Gak mau ikut yang aneh-aneh” katanya.
Dikatakan Sardi, dia merupakan kepala desa yang paling banyak melakukan penyelamatan uang negara. Dia bahkan tidak pernah ikut bimbingan teknis (bimtek) seperti ke Pulau Bali, Jogyakarta ataupun ke Lombok.
“ Paling banyak menyelamatkan uang desa ini aku. Bimtek pun gak pernah aku ikut. Orang itu kemana coba. Ke Bali, Yogya, Lombok. Semua kemana aku gak pernah ikut” cetusnya.
Sardi merasa bahwa Bimtek ke tempat yang dia sebutkan itu tidaklah penting. Karena cuma untuk jalan-jalan dan terkesan menghamburkan uang desa tanpa ada manfaat yang diperoleh.
“Untuk apa kesana cuma jalan-jalan. Bukan ada ilmunya. Ilmunya cari aja disini bisa” bebernya.
Selain itu Sardi juga mengeluhkan sulitnya mengurus pencairan dana desa (DD) yang bersumber APBN dan Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD Kabupaten yang merupakan sumber pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa).
Bahkan kata dia, untuk ADD yang bersumber dari APBD Kabupaten, sampai saat ini tidak kunjung diterima.oleh pemerintah desa.
“Ini heran, tahun-tahun sekarang ini agak susah kita. Kalau dulu gak. Uda memang waktunya, bulan sekian keluar. Kalau sekarang itu syaratnya ada saja. Kadang ada perubahan apa kek. ADD sampai sekarang belum. Sudah setengah tahun belum dibagi” ujarnya.
Sardi berpendapat bahwa kesulitan dalam proses pencairan dana itu bukan berasal dari pemerintah pusat, melainkan dari pemerintah kabupaten.
“Kita urusan gitu-gitu kabupaten itu. Kalau dari pusat kayaknya pasti sudah selesai. Memang kita heran. Mau menyelesaikan itu pasti ada aja yang harus diselesaikan. Sudah diselesaikan nunggu lagi. Harus semua selesai baru dicairkan” pungkasnya. (Itp AAT).